Latar
Belakang
Pada negara demokrasi, sistem
pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah merupakan mekanisme untuk mencari
pemimpin yang sesuai dengan keinginan rakyat. Sekaligus juga, Pemilukada
sebagai wujud partisipasi rakyat dalam perpolitikan di daerah.
Tujuan dari Pilkada (Pemilukada)
yaitu, agar terjadi regenerasi pemimpin dan pembatasan masa kekuasaan.
Didalamnya juga terselip harapan besar rakyat, agar kepentingannya dapat
terakomodir oleh pemimpin yang mereka pilih. Adapun syarat utama bagi calon
kandidat pada tiap-tiap pemilukada secara idial yakni, harus memiliki kapasitas
yang mumpuni, baik dari segi leadership, intelektualitas, humanisnya, dll.
Pelaksanaan Pilkada secara
langsung lahir berkat UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah--pengganti UU No. 22 tahun 1999--yang tidak lain merupakan produk
pemerintahan Megawati Soekarnoputeri (2001-2004). Selain UU No. 32/2004,
pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah pengganti UU (Perpu) menyusul
keluarnya Keputusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan judicial review
sejumlah KPUD atas UU tersebut. Sebagai operasionalisasi dari UU No.32/2004 dan
Perpu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 2005 yang
kemudian diubah menjadi PP No. 17 tahun 2005.
Khusus di Aceh terdapat
perbedaan, dimana Pilkada dilakukan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP).
Komisi ini terintegral dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kewenangan KIP
menyelenggarakan pemilihan kepala daerah sebagai representasi eksekutif di
tingkat daerah dan pemilihan eksekutif di tingkat pusat maupun legislative di
daerah dan pusat dalam satu paket yaitu, pemilihan presiden/ wakil presiden,
anggota DPR pusat dan daerah serta DPD. Keberadaan KIP bermula dari kekhususan
dalam UU No.11 tentang Pemerintahan Aceh, sedangkan pelaksana teknisnya
tertuang dalam Qanun (Perda) Nomor 2,3 dan 7 tahun 2006. Pengurus KIP dilantik
oleh gubernur secara langsung, setelah menjalankan fit and test oleh anggota
legislatif.
Pada tahun 2012 mendatang, Aceh
akan melaksanakan pemilihan gubernur/wakil gubernur baru untuk periode 2012 –
2017. Output capaian akan berpengaruh langsung terhadap keberlanjutan
pembangunan Aceh di masa transisi pasca konflik dan tsunami. Kendatipun musti
diingat juga bahwa, sesungguhnya peran Pemerintah Pusat sampai saat ini dalam
melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi bagi Aceh, telah memberikan perubahan
yang cukup signifikan di semua aspek kehidupan masyarakat Aceh.
Pemilihan kepala daerah di Aceh
pada tahun 2012 mendatang, menurut hemat penulis akan mengalami dinamika
politik yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan Pilkada sebelumnya.
Tulisan ini akan membatasi pada konflik kepentingan akan jalur independent,
tahapan pilkada atau mekanisme pelaksanaan pilkada, pemetaan kandidat, situasi
keamanan di pilkada 2012, dan peran istri (perempuan) dari kandidat gubernur
Aceh.
Konflik
Kepentingan Jalur Perorangan
Argumentasi pro kontra dari
berbagai kalangan tentang issue calon independent begitu seksi dan laku. Bisa
diilustrasikan selebritis yang laku keras untuk main sinetron maupun film. Tak
tanggung-tanggung suburnya kekayaan pemikiran untuk memberikan masukan terhadap
masalah calon independent menjadi begitu sensasional dari segi khasanah
pengetahuan.
Saifuddin
Bantasyam[1],
akademisi Universitas Syiah Kuala Fakultas Hukum mengatakan,”jika polemik calon
independent menimbulkan konflik, maka yang akan rugi adalah rakyat karena
mereka merupakan pihak yang akan merasakan langsung konflik tersebut,” ujarnya.
Menurut dia, partai politik baik lokal maupun nasional di Aceh tidak perlu
kuatir keberadaan calon perseorangan karena Pilkada merupakan hak politik warga
negara. Dengan adanya calon perseorangan tersebut malah bisa menjadi pemicu
partai politik bekerja lebih baik lagi, sehingga dukungan masyarakat semakin
meningkat.
Hal
senada dikatakan Sekda Aceh Husni Bahri TOB[2]
menyebutkan,”bahwa pasal 256 UUPA ini memang tidak sesuai dengan semangat
demokrasi,” tegasnya. Karena itu, menurutnya boleh saja dilakukan review atau
pengujian kembali. Tak jauh berbeda dari pandangan Husni Bahri TOB, Otto
Syamsuddin Ishak[3]
mengatakan, judicial review (JD) calon independent tidak bisa dibendung. Karena
itu hak individu dan tidak akan mengancam tidak berlaku lagi UUPA. Ketakutan
itu sengaja disebarkan kelompok konservatif, bahkan diperkuat lagi pernyataan
Wakil Gubernur Pemerintahan Aceh Muhammad Nazar[4],”judicial review itu dijamin oleh
undang-undang dan hak asasi manusia”. Dukungan dari masyarakat sipil pun kian
deras dan partai politik lokal[5]
mendorong
JD agar diberlakukan kembali pada pilkada 2011.
Sementara itu penolakan datang dari
Mantan ketua pansus RUUPA, Ferry Mursyidan[6]
Baldan menyatakan, dalam pasal 256 UUPA tersebut berisi bahwa calon independent
berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak undang-undang
tersebut diberlakukan. Partai Aceh[7]
sendiri sebagai partai lokal yang menguasai hampir seluruh parlemen di
kabupaten/kota pun menolak atas pemberlakuan kembali calon independent.
Dari kalangan partai politik pemenang
pemilu menanggapi dengan sinis akan adanya calon independent. Penilaian yang
diberikan oleh partai politik akan mengganggu sistem demokrasi yang telah
berjalan selama ini di Indonesia. Ada pandangan issue calon independent
digelindingkan dari orang atau pihak tertentu yang tidak suka terhadap partai
politik. Menurut pandangan mereka yang anti calon independent, dimana sarana
pendidikan politik atau regenerasi dan alat control atas kinerja tidak dimiliki
pada calon independent[8].
Keuntungan dari jalur independent
saya mengidentifikasikan berdasarkan logika terdiri dari; tidak menghabiskan
uang terlalu besar, tidak terkooptasi kepentingan partai politik, memotong
permainan partai dalam proyek, partai akan melakukan pembenahan internal maupun
eksternal dan melemahkan kepentingan titipan. Ternyata, keberadaan jalur independent membawa dampak
negatif. Berdasarkan pemahaman saya, yaitu;
besar peluang disharmonisnya antar eksekutif dari independent dengan
legislatif. Hal ini terjadi di Aceh, dimana Gubernur Aceh di bawah kepemimpinan
Irwandi Yusuf kurang berhasil membangun komunikasi yang sinergis dan selaras
dengan legislatif. Di sisi lain kelemahan independent kurang memiliki kekuatan
politik dalam merumuskan dan mempengaruhi kebijakan[9].
Tahapan
Pilkada Pelaksanaan pilkada
Menkaji implementasi pilkada Aceh 2012 telah
mengalami pergeseran jadwal yang mengakibatkan sebanyak 4 kali. Berikut ini
penjelasannya
Cooling Down (5 Agustus -5 September 2011)
Tujuan kebijakan cooling down dibuat dan disahkan,
dikarenakan ingin meredahkan konflik antara Partai Aceh dengan kandidat jalur
perorangan yakni Irwandi Yusuf. konflik ketidakselarasan keinginan kedua belah
pihak yang pro penundaan dengan setuju sesuai jadwal Komisi Independent
Pemilihan Aceh. Harapannya akan menurunkan suhu politik Aceh yang sempat
memanas belakangan ini. Sebagian kalangan mereproduksi pemikiran dengan cooling down menyelesaikan konflik
regulasi.
24 Desember 2011
Komisi Independent Pemilihan telah menentukan
pelaksaan pilkada Aceh pada tanggal 24 Desember 2011, namun putusan sela
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidangnya di Jakarta, Rabu (2/11) mengintruksika
kepada Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh membuka lagi masa pendaftaran
untuk bakal calon kepala daerah selama tujuh hari, dipastikan berimplikasi
kepada semua tahapan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Aceh yang telah
disusun sebelumnya. Implikasi itu tidak hanya soal jadwal pemungutan suara yang
sebelumnya ditetapkan pada 24 Desember 2011, tapi juga masalah daftar pemilih,
logistik Pilkada dan sejumlah agenda lainnya, yang membuat KIP Aceh harus
menjadwal ulang tahapan pesta demokrasi lima tahunan itu[10].
16 Febuari 2012
Penundaan dilakukan untuk ketiga kalinya dikarena
kurang maksimalnya persiapan KIP Aceh melaksanakan pemilihan kepala daerah
mulai tingkat gubernur Aceh, bupati, hingga walikota. Ketidaksiapan dalam
proses administrasi terhadap masuknya kandidat tambahan seperti Partai Aceh
mengusung Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. Proses tahapan yang sebagian
kandidat belum melakukan terdiri dari
baca al quraan dan est kesehatan. Selain itu kebutuhan logistik berupa
barang yang belum tuntas seperti kertas suara, kotak suara, dll.
Pemetaan
Kandidat[11]
Partai Aceh
Dimulai dari Partai
Aceh mengusung Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf, di mana partai lokal ini masuk
setelah keyakinan bahwa akan adanya penundaan. Keseluruhan strategi sudah
diskenariokan oleh Partai Aceh. Berjalan panjang membuat penundaan tidak
terlepas dari gerak zigzag PA yang
terkadang sulit diprediksi. Mulai membuat cooling
down, menggugat KIP ke MK, gerakan demo penentangan, dan lain-lain. Di tinjau dari jumlah kursi di parlemen,
Partai Aceh memperoleh 48% suara di sinilah klaim yang dapat dilakukan partai
tersebut. Tapi klaim ini akan mengalami pergeseran dikarenakan banyak faktor
yang melatarbelakangi. Faktor-faktor itu dapat saya sebutkan antara lain di
sini; suara terpecah ke kandidat lain, kinerja PA yang kurang memuaskan membuat
masyarakat berganti pilihan partai, belum lagi PA terkonsentrasi pada urusan
kepentingan politik di pusat sehingga lupa merawat pendukung.
Dari sisi strategi
politik PA sudah membentuk organisasi masyarakat yang fokus ke masalah buruh,
organisasi mahasiswa, dan organisasi lainnya. Tentunya akan memperkuat posisi
PA meraih kemenangan pada Pilkada 2012. Strategi lainnya yaitu melibatkan jalur
perorangan untuk memecah suara di wilayah Pantai Barat Selatan, dikarenakan
Muhyan Yunan wakil incumbent (Irwandi
Yusuf) berasal dari wilayah Pantai Barat Selatan. Dengan sadar atau tanpa sadar
PA menjerumuskan sendiri pengurangan jumlah dukungan. Jikalau PA tidak solid
dalam mengendalikan strategi itu, akan berpeluang menurunkan kekuatan PA dalam
meraih kursi nomor satu. Dibalik itu pun ada strategi penundaan sehingga tidak
ada protes atas putusan MK terakhir. Ruang penundaan 2 bulan sebelum pemilihan
gubernur dilakukan dimanfaatkan PA untuk melakukan konsolidasi di akar rumput.
Bagi pribadi saya peluang itu memiliki implikasi naiknya jumlah dukungan PA
tapi tidak siginifikan.
Berbicara basis
dukungan PA masih mengandalkan dari pemilih tradisional. Saya tekankan
pemilihan tradisional belum tentu memilih PA karena ideologinya. Tapi
harus ditelaah lebih dalam lagi pemilih tradisional di Aceh terbagi dalam
beberapa varian. Pertama pemilih tradisional yang belajar dari pengalaman
sehingga membuat mereka cerdas. Kedua pemilih tradisional yang loyalitas dengan
ideologi partai dan memiliki kedekatan emosional. Terakhir, pemilih tradisional
ketiga yang terikut arus politik dan karena tekanan berupa ancaman fisik,
atauterikat hubungan emosional dan dipengaruhi lingkungan sekitar.
Ada pandangan yang menyatakan
pemilih tradisional tidak cerdas. Pelabelan yang diberikan itu tidak saya
sepakati. Bagi saya, pemilih tradisional, walaupun kurang dari segi pendidikan
tetapi mereka cerdas menilai dan melihat situasi. Hal ini disebabkan mereka
belajar dari pengalaman selanjutnya dikonstruksikan dalam penilaian tersendiri
dan menentukan sikap politik pada pilkada 2012.
Selain dari pemilih
tradisional, PA juga membangun konsensus politik dangan partai nasional. Sejauh
amatan saya, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Golongan Karya (Golkar)
mengindikasikan akan merapat dan mendukung calon yang diusung Partai Aceh, walaupun
belum tegas menyatakan sikap afiliasi politiknya. Dukungan dari kedua partai
itu akan makin memperbesar kewenangan PA. Kepentingan Partai Golkar dan PAN
dalam mendukung PA berpijak pada pendistribusian kekuasaan pada pemilu dan
pemilihan presiden ke depannya. Memunculkan tanda tanya bagi saya akan ingin
bagian strategi PAN dan Golkar mengembalikan kejayaannya pada pemilu mendatang?
Menariknya lagi, PA
sudah berhasil meraih dukungan dari elit di Jakarta. Ini pun makin menjadi PA
di atas kertas semakin leading. Bahkan
saya mendengar kabar bahwa dukungan asing secara diam-diam kepada PA
mengkukuhkan mereka berpotensi besar memenangkan pilkada 2012. Terlepas bentuk
dukungan yang diberikan bisa berupa ekonomi, bisa dukungan membuat stategi,
dll.
Kelemahan PA adalah
kurang berhasil mendapatkan simpatik dan dukungan di wilayah tengah seperti
Aceh Tengah, Singkil, Bener Meriah, Subussalam, dll. Penyebabnya kekuatan
nasionalisme daerahnya masih kuat daripada ego sentrisme nasionalisme
ke-Acehan. Tapi untuk wilayah pesisir timur sangat kuat. Kita ketahui jumlah
kepadatan penduduk berada di wilayah timur daripada wilayah lainnya. Sedangkan
wilayah barat dan selatan kekuatan ada, namun tidak signifikan.
Strategi PA membuat
sejuta tim sukses. Berarti PA harus menyediakan cost besar mewujudkan keinginan dan target politiknya. Tidak
sebatas itu saja persiapannya manajemen tim pemenangan harus kuat. Jangan juga
menjadi bumerang, bilamana manajemennya lemah sehingga otomatis berdampak
kepada kemenangan PA.
Irwandi Yusuf (Jalur Perorangan)
Selanjutnya saya
menganalisis Irwandi Yusuf (Incumbent).
Gubernur yang terkenal blak-blakan ini akan mencalonkan untuk kedua kalinya.
Berbicara dukungan politik yang sudah jelas adalah Partai Keadilan Sejehterah,
Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Rakyat Aceh, dan beberapa petinggi eks-GAM
seperti, Sofyan
Daud, Lingadiansyah, Muharamm Idris maupun dukungan dari
mantan kombatan.
Di masing-masing partai dan personal eks GAM memiliki
pendukung yang loyal. Penjelasannya sebagai berikut; PKS mempunyai basis
konstituennya di universitas, jaringan remaja dakwah, dan pusat perkotaan, PKB
memiliki dukungan dari kalangan ulama dan organisasi di bawah kendali partai
tersebut, PRA termasuk mempunyai basis dukungan walaupun kecil jumlah berasal
dari kampus, masyarakat pinggiran (petani, pedagang, dll).
Posisi incumbent sangat
diuntungkan, dikarenakan dirinya memiliki elektabilitas yang tinggi.
Hal ini disebabkan kebijakan program kesehatan
(Jaminan Kesehatan Aceh) dan program pemberdayaan ekonomi, namun untuk program
ini tidak seberhasil JKA. Dari segi kekuatan uang (logistik), Irwandi Yusuf
tentunya telah
mempersiapkan jauh-jauh hari sebelum maju menjadi gubernur lagi. Jelas ini
sangat membantu mengantarkan Irwandi Yusuf menjadi Gubernur Aceh untuk kedua
kalinya.
Strategi yang dilancarkan Irwandi
masih berfokus pada pencitraan melalui spanduk atau baleho seputaran
keberhasilan pembangunan dibawah kepemimpinannya. Faktanya tidak membawa
perubahan dari sisi pembangunan kalau pun ada karena ikut campur tangan Badan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Aceh, sektor swasta, dan NGO internasional. Hasil pantauan
saya kelapangan, tidak masif tim pemenanganya Irwandi Yusuf bekerja di graas
root (masyarakat bawah) guna memperoleh dukungan. Seharusnya dengan
keterlibatakan partai nasional dan partai lokal makin membuat solid dan
kuat.
Belum lagi ada strategi tim
kemenangan Irwandi Yusuf, di mana menggugat kembali ke MK perihal amar putusan
MK pada hari jumat (27/01/2012). Tindakan ini saya baca sebagai upaya untuk
memperkecil PA untuk melakukan konsolidasi lebih lama. Dengan demikian posisi
PA dari segi perolehan dukungan makin menurun. Langkah ini, menurut saya,
kurang mendapat restu dari Pemerintah Pusat. Logika rasionalitasnya, Pemerintah
Pusat menganggap putusan MK yang terakhir jawaban menyelesaikan kebuntuan
konflik elit politik di Aceh. Bahkan MK sendiri berharap tidak ada lagi gugatan
dari kandidat, dikarenakan sudah selesai urusan gugat mengguat pilkada Aceh.
Tinggal menjalankan pemilihan gubernur baru.
Gugatan itu menunjukan kepanikan
Irwandi Yusuf. Indikatornya komentar dirinya di atjehpost. Lebih dalam lagi di analisis bisa karena uang yang
keluar akan makin besar bila pilkada sampai April. Dan ketakutan PA mampu
melakukan konsolidasi di masyarakat bawah. Berbeda dengan reaksi Nazar yang
menyambut baik putusan MK. Ini salah satu upaya komunikasi membangun hubungan
baik dengan PA.
Apalagi stategi Irwandi Yusuf menggandeng Muhyan Yunan
sebagai wakil gubernur untuk memperoleh suara di wilayah pantai barat selatan.
Guna menggagalkan dan makin solidnya kemenangan Irwandi. PA membuat strategi dengan membantu salah
satu kandidat yakni Hendra Fadli dan Yuli Zuardi Rais maju sebagai
kandidat jalur perorangan. Walau pun tidak secara resmi pernyataan sikap PA.
Tapi keduanya sangat dikenal dekat sekaligus berada pada lingkaran PA.
Realitasnya mereka tidak cukup syarat administrasi, tapi bisa jasa mereka akan
mengkomplain KIP.
Menariknya lagi Irwandi Yusuf pun
mendapatkan dukungan dari elit Jakarta sama seperti PA yang juga memperoleh
dukungan. Hanya saja yang bedakan baju elit dan kepentingan elitnya. Irwandi
Yusuf pun memiliki jaringan kuat dunia intelijen. Tidak menutup peluang
jaringan ini digunakan untuk memenangkan dirinya pada Pilkada 2012.
Kalau ditanyakan tim mana yang paling gemuk
strukturnya adalah Irwandi Yusuf. Di mana dirinya ada tim survey, tim media,
tim logistik, tim intelijen, tim perumus, tim lapangan, dan tim jaringan.
Keseluruhan tim ini ketika tidak bekerja maksimal maka bisa dipastikan
kemunduran bagi kemenangan Irwandi Yusuf.
Sedangkan kepentingan Irwandi
Yusuf maju untuk kedua kali menurut saya, dikarenakan kepentingan ekonomi dan
politik. Di sisi lain tetap berkeinginan mensejahterahkan rakyat Aceh dan
memabawa perubahan di segala aspek. Bagaimana pun evaluasi saya atas
kepemimpinan Irwandi Yusuf kurang memberikan dampak dalam kurun waktu 5 tahun.
Kalau pun ada itu masih terpusat pada bidang kesehatan.
Muhammad Nazar
Bakal calon gubernur Muhammad
Nazar saat ini didukung Partai Demokrat, PPP, dan SIRA. Ketiga partai memiliki
basis dukungan tersendiri, misalnya PPP lebih mengarah kepada ulama, Demokrat
cenderung mengarah loyalitas kepada SBY, dan SIRA basis dukungan dari basis
gerakan masyarakat Aceh yang salut atas perjuangan pada saat referendum.
Gerak politik meraih dukungan
dari Nazar sendiri begitu kuat, di mana dirinya mendukung acara atau kegiatan
kebudayaan seperti Gayo Art Summit untuk empat (4) kabupaten kota terdiri dari
Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, dan Gayo Luwes. Kegiatan lainnya
bernuansa Maulid Nabi Muhammad untuk 6 (enam) kabupaten/kota terdiri Bener
Meriah, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Gayo Luwes, Singkil, dan Subulussalam.
Tidak sampai di situ saja Nazar
pun membentuk organisasi masyarakat sipil berbasiskan kepentingan politiknya
mulai adri organisasi kemahasiswaan maupun organisasi selevel ormas besar.
Target mengunjungi dayah-dayah di Aceh menjadi strategi Nazar bersama timnya
dengan harapan ulamah mau mendukung dirinya menjadi gubernur ke depannya. Untuk
makin memperbesar dukungan dirinya. Ia menggaet Nova Iriansyah target dapat
memperoleh dukungan di wilayah barat dan tengah. Ditambah lagi wilayah tengah
basis keluarga besar mantan anak bupati ini.
Kemudian langkah berikutnya Nazar
mencari jabatan diluar jabatan politiknya sebagai Wakil Gubernur Aceh. Selama
menjadi Wakil Gubernur dirinya menjabat Ketua Badan Narkotika Provinsi (BNP)
Aceh Muhammad Nazar, Ketua Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Aceh, Muhammad Nazar,
Ketua Dunia Melayu Dunia Islam Malaysia berkedudukan di Malaysia. Selain itu
menjadi pembina di lembaga yang bergerak di AIDS.
Seluruh upaya Nazar membuahkan
hasil elektabilitasnya meningkat. Jangan heran ada spekulasi yang mengatakan
Nazar sebagai kuda hitam dalam
percaturan politik pilkada 2012 sekaligus kandidat alternatif yang kuat. Hal
ini makin mengkukuhkan dirinya menjadi lawan yang harus diwaspadai oleh
kandidat lainnya.
Kelemahan dari Nazar kurang bisa
menjaga hubungan di internal partainya ditunjukan dengan keluarnya beberapa
elit partai SIRA ke kubu Irwandi Yusuf. Dampaknya terjadi perpecahaan di Partai
SIRA. Belum lagi posisi keuangan Nazar tidak sebanyak pesaing gubernur lainnya.
Dari segi sosialisasi Nazar masih lemah, bisa dilihat selama kepemimpinan
sebagai Wakil Gubernur kurang menjelaskan kepada masyarakat Aceh apa-apa saja
yang sudah dilakukan.
Kelemahan lainnya struktur tim
pemenangan SBY tidak akan berpihak kepada Demokrat, dikarenakan kemenangan
Demokrat atas kerja keras dari Partai Aceh hingga memperoleh 93% dukungan dari
rakyat Aceh. Nazar hanya berharap kepada mesin partai Demokrat, PPP, dan SIRA.
Faktanya mesin ini tidak berjalan efektif mensukseskan kandidat yang
diusungnya. Walaupun Nazar mendapatkan restu dari Ketua Dewan Partai Demokrat
yaitu SBY. Tapi tidak memberikan dampak besar dalam perolehan suara bagi Nazar.
Kendala utama yang akan dihadapi
mesin partai dan tim suksesnya akan berhadapan dengan pihak-pihak tertentu.
Munculnya kendala disebabkan ada stereotipe
Nazar sudah berseberangan dengan kelompok atau partai tertentu. Ketika di
lapangan akan dihadang dari kelompok dan partai tertentu.
Situasi
Keamanan di Pilkada 2012
Sebelum mengupas serta
menganalisis situasi keamanan yang terjadi di Aceh menjelang pilkada 2012 (Pemilukada). Sekilas
penulis ingin memberikan gambaran singkat tentang keamanan itu sendiri.
Terminologi kata keamanan, umumnya memberikan makna perlindungan atas
sumber–sumber fisik dan akses berdemokrasi, konseptual dari bahaya
kriminalitas, bencana alam, dan serangan atas penggunaan senjata.
Sangat menarik menganalisis
kondisi keamanan yang terjadi di Aceh menjelang pemilihan kepala daerah 2012.
Melihat kondisi kekinian, tindakan kriminalitas menjelang Pilkada (Pemilukada)
2012 menjadi meningkat secara signifikan (lihat temuan data). Terbesit beberapa
pertanyaan, apa yang melatarbelakangi maraknya kasus kriminalitas di tanah
rencong menjelang pemilukada? Apakah kriminalitas yang mengganggu keamanan
menjelang Pilkada 2012 terjadi secara alami atau justru dipicu dari faktor
lainnya?
Menelaah dibalik situasi keamanan
yang menurun, yang berdampak pada suburnya tindakan kriminalitas yang terjadi
di Aceh pasca tsunami dan MoU Helsinki, penulis memiliki beberapa analisis
dengan pendekatan realitas. Faktor–faktor pendorong munculnya, serta maraknya
tindakan kriminalitas dan kekerasan menjelang pemilihan gubernur/wakil gubernur
antara lain, Pertama: persaingan
antar partai dengan kandidat jalur perorangan dan Kedua: peran dan kewenangan kepolisian tidak berjalan baik (tidak
professional),.
Selanjutnya, maka jika kita
analisis satu persatu faktor-faktor yang memiliki kecenderungan dalam menilai
situasi keamanan di Aceh pada pemilihan kepala daerah 2011-2016 nantinya.
Berikut ini adalah penjabarannya, Pertama; persaingan antar partai politik
dengan kandidat jalur perorangan. Mentelaah persaingan yang dilakukan partai
politik bisa dalam bentuk intimidasi secara fisik dan non-fisik. Ramlan Subakti[12]
menjelaskannya bahwa, kecenderungan seseorang untuk diarahkan memilih partai
atau kandidat yang diusung partai sering kali menggunakan tindakan intimidasi
baik secara psikologis dan kekerasaan secara fisik[13].
Terbukti hasil tracking media massa Aceh menunjukan adanya intimidasi dan
kekerasan dilakukan antara partai politik dengan kandidat jalur perorangan.
Kejadian di Aceh Timur mobil tim suksesnya Irwandi Yusuf di bakar (SI
29/2/2012). Di Subulussalam kejadian intimidasi dan pembakaran baliho terjadi
(SI 5/3/2012). Ditambah lagi kasus Pembakaran Kantor Komite Peralihan Aceh
(KPA) Sagoe Peusangan pada 22 Juli, pemukulan khatib shalat Jumat di Pidie pada
9 September lalu. Kasus penembakan/penggranatan juga meningkat tajam. Hasil
kunjungan saya ke wilayah tengah kurang ditemukan tindakan intimidasi dan
kekerasan politik disana.
Diperkuat lagi hasil survei yang
dilakukan International Foundation for Election Systems (IFES) Lembaga yang
bermarkas di Washington DC bahwa Pilkada Aceh rawan kekerasan dan intimidasi.
Menurut Manajer Riset IFES, Rakesh Sharma, para responden menaruh kekhawatiran
cukup tinggi terhadap terjadinya intimidasi dan kekerasan dalam pelaksanaan
Pilkada nanti.
Selanjutnya dari data Koalisi NGO
HAM Aceh di tahun 2009, tak tampak jauh berbeda. Pembahasan tentang politik dan
hukum serta tindak kekerasan dan kriminal juga merupakan tema yang dominan
diberitakan media lokal di Aceh. Terutama karena adanya perdebatan legislatif
dan eksekutif di Aceh terkait pengesahan beberapa qanun (peraturan daerah).
Selain itu, pada pertengahan 2009, ada kontes politik nasional(Pilpres) dan
untuk pertama kalinya partai lokal (Parlok) diberi kesempatan “merebut suara”
rakyat Aceh. Suasana dinamis pentas politik itu menjadi salah satu pemicu
tingginya angka kekerasan politik di awal-awal tahun 2009, dan cenderung
menurun mendekati penghujung tahun.
Pada waktu akhir penyelesaian laporan Koalisi NGO HAM,
ketegangan eksekutif dan legislatif Aceh semakin tajam. Terutama terkait Qanun
Pilkada yang tidak mengakomodasi calon independen. Kini, oleh pihak eksekutif
Qanun tersebut dinyatakan batal demi hukum, sedang pihak legislative masih
tetap berpegang pada ketentuan UUPA yang telah dinyatakan tidak memiliki
kekuatan hukum oleh Mahkamah Konstitusi. Karena itu Koalisi bersama dengan
elemen sipil lainnya menyerukan agar pihak-pihak yang terkait dengan Pilkada
2012 di Aceh, untuk menahan diri dan bersedia berdialog untuk hasil yang dapat
menguntungkan rakyat Aceh.
Jumlah
kekerasan yang terjadi selama Januari-September 2011
Januari
|
13
|
Februari
|
10
|
Maret
|
7
|
April
|
13
|
Mei
|
9
|
Juni
|
7
|
Juli
|
20
|
Agustus
|
15
|
Septmber
|
21
|
Total
|
115
|
Sumber : Koalisi NGO HAM Aceh
Kedua, lemahnya peran
Polda Aceh dalam menanggulangi tindakan intimidasi, kekerasaan politik atau
krimininalitas bernuasa politik. Dari data diatas, menunjukan kinerja
kepolisian masih sangat rendah ditunjukan dengan penyelesaian kasus hanya
sedikit yang terselesaikan sampai di pengadilan tinggi. Apakah SDM-nya yang
lemah ataukah kesejahteraan yang berdampak kurangnya motivasi. Sedangkan bila
kita lihat secara realitas fasilitas dan prasarana dalam mengatasi kriminalitas
sudah diatas standar internasional, sebuah kepolisian dalam mengatasi keamanan.
Ketika pihak Polda Provinsi Aceh tidak bisa melakukan perubahan dalam membangun
dan sistem keamanan, maka jaminan untuk memberikan rasa aman pada saat proses
pemilihan kepala daerah 2011- 2016 tidak terwujud. Tidak menutup kemungkinan
bisa menggagalkan pilkada di Aceh, dimana ujung – ujung menghancurkan sistem
berdemokrasi.
Cara mengatasi
kriminalitas bernuansa politik Polda Aceh meminta bantuan 4000-an Tentara
Nasional Indonesia dan serta permintaan dari Polda Aceh ke Mabes Polri untuk
penambahan pengamanan Pilkada Aceh. Menurut saya terlebih dahulu harus di
perjelasan jumlah kebutuhan riil di lapangan berdasarkan sebaran TPS. Misal 1
TPS membutuhkan cukup hanya 2 polisi dan 1 anggota TNI, lalu dikalikan dengan
jumlah TPS di seluruh Aceh. Tambahnya, Selain itu TNI dan Kepolisian harus
memperjelas format dan mekanisme pengamanan yang dilakukan kepada publik
sehingga jelas transparasi kinerja dari kedua institusi vertikal tersebut.
Jangan sampai peluang
penambahan pengamanan hanya dijadikan komoditas mencari keuntungan dari
institusi tersebut. Terlepas bentuk keuntungan dari segi keuangan atau politis.
Bilamana itu terjadi sangat disayangkan sebagai sebuah institusi melakukan
kebijakan itu. Hal ini jelas menyalahi aturan dalam UU 34 tahun 2004 tentang
TNI dan UU No. 2 tahun 2002 tentang kepolisian.Ujarnya. Bagi saya menilai ada
keanehan ketika kondisi Aceh dikatakan sudah stabil oleh Kepala Penerangan
Kodam Iskandar Muda dan Kapolda Aceh, tetapi kebijakan yang diambil tidak
selaras antara ucapan dan tindakan. Sangat kental unsur kepentingan yang
bermain disini. Saya menawarkan solusi, turunkan angka penambahan personil dari
TNI tapi ikutsertakan peran dari element masyarakat sipil untuk mengamankan
jalannya pilkada 2012. Langkah ini pun bagian dari membangun hubungan kemitraan
dan memperkuatr trust (kepercayaan) antara TNI, Polisi, dan masyarakat
sipil.Pungkas Aryos[14].
Peran
Istri (Perempuan) Kandidat Gubernur Aceh[15]
Pertarungan meraih
jabatan gubernur Aceh periode 2012-2017 sudah dimulai. Strategi politik dan
kerja-kerja meraih dukungan dari pemilih pun kian gencar di lancarkan tim
sukses kandidat gubernur Aceh pada pilkada yang sedang berjalan. Ternyata kunci
keberhasilan memenangkan bukan terletak di pundak tim sukses saja. Peran dari
istri para kandidat gubernur Aceh menjadi tolak ukur keberhasilan menjadi
pemenang di pilkada 2012-2017. Berkaitan daripada itulah tulisan ini ingin
mengupas peran dari para istri untuk memenangkan suaminya menjadi gubernur
Aceh. Di tulisan ini saya tegaskan tidak semua istri kandidat gubernur Aceh
yang saya ulas dalam goresan pemikiran. Batasan analisis peran para istri
kandidat gubernur Aceh hanya kepada istri Irwandi Yusuf yakni Darwati A Gani,
Darni M Daud yakni Erma Arita, Muhammad Nazar yakni Dewi Meuthia, dan Istri
Zaini Abdullah yakni Niaziah A Hamid.
Bahkan ada istilah yang
sudah menjadi trademark bahwa kesuksesan suami sangat tergantung
dari istrinya. Ada perkataan lainnya, 'hancurnya pemimpin negara karena
istri', 'suksesnya memimpin negara karena peran istri '. Jadi
jangan dianggap remeh keterlibatan istri mendukung kerja-kerja politik para
suami yang maju pada pesta pilkada gubernur Aceh yang sedang berlangsung.
Sejalan dengan pemikiran Nancy J. Hirchmann dalam kritiknya terhadap Thomas
Hobbes dalam Warrior and ivisible wives. Hobbes menggambarkan bahwa
hubungan perempuan dan laki-laki dalam sebuah keluarga sebagai sebuah kota
kecil (a little city) dimana hanya ada kepemilikan pribadi dan sebagai
pemberi rasa aman yang cukup.
Pandangan lainnya dikatakan
Hirschmann bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan dan setara dalam
segala akses kehidupan, hal ini yang diungkapkan oleh Hobbes sebagai 'Keadaan
Alamiah'. Bahwa dalam inferioritas fisik dan mental tidak ada perempuan
ataupun laki-laki yang mampu mendominasi satu sama lain dalam waktu yang lama.
Perempuan secara fisik tentunya tidak lebih kuat daripada laki-laki, tapi
sebenarnya perempuan adalah superior mental yang mampu mempengaruhi tindakan
laki-laki. Hal ini disebutkan oleh Hirschmann sebagai 'Kekuasaan Sinergis'
yang membuat satu sama lain menjadi saling terkait.
Pemikiran lainnya
dikatakan Hirschmann menuturkan bahwa hal ini disebabkan oleh bahasa tentang
hak dan kebebasan serta fenomena sosial yang terjadi pada tahun 1640 (masa
Hobbesian) dimana perempuan banyak terlibat dalam kegiatan keagamaan dan
membawa kegiatan tersebut pada hal yang sifatnya politis dan petisional untuk
dibawa ke dalam parlemen.
Keberhasilan seorang
perempuan dalam ranah publik dalam kaitan ini adalah kemerdekaan seseorang
perempuan untuk terlibat dalam urusan publik adalah sebuah prestasi. Akan
tetapi kesuksesan yang sama yang diperoleh laki-laki diruang publik sebagai
pemimpin sekaligus tokoh masyarakat juga merupakan keberhasilan 'prestasi'
perempuan dalam menggunakan kekuatan 'Dominasi Mental' yang dimilikinya untuk
mempengaruhi tindakan laki-laki (suami) di wilayah eksternal. Dengan kata lain
'Dominasi Mental' dapat pula diwujudkan dengan pemberian dukungan internal yang
kuat dan menunjukkannya pada wilayah eksternal yang lebih luas. Pernyataan
tersebut sekaligus membuktikan bahwa perempuan memang memiliki andil besar
dalam kesuksesan laki-laki (suami) tanpa perlu menghilangkan esensi 'rasa aman'
dengan membawa dukungan internal ke wilayah eksternal.
Kembali lagi dalam
konteks pilkada 2012 saya mencoba menilai peran dari istri kandidat gubernur
Aceh sejalan dengan batasan penulisan pada pembukaan paragraf awal siapa saja
yang akan saya telaah lebih lanjut. Sebelum memulai cara penginputan informasi
dari berbagai tracking media massa, wawancara dengan berbagai narasumber, serta
menggunakan referensi dari para pemikir yang fokus ke peran perempuan dalam
kesuksesan perempuan mendukung suami meraih keinginannya diranah politik.
Selain itu kaidah kroscek informasi dan data saya lakukan bagian dari tanggung
jawab penulis.
Darwati A Gani
Pada saat suaminya
Irwandi Yusuf menjabat gunernur, Darwati A Gani mencoba membangun 'investasi
sosial dan jaringannya saat menjabat sebagai Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan
dan Kesejahteraan Keluarga provinsi Aceh. Selanjutnya sebagai Ketua Yayasan
Sambineo, Darwati menjaring dukungan kaum perempuan ditingkat pemberdayaan
perempuan provinsi ini demi kemenangan Irwandi Yusuf. Fokus terhadap
pemberdayaan perempuan Aceh dari sisi perekonomian membuat peran Darwati makin
menjadi krusial. Memberikan bantuan kebutuhan perempuan Aceh seperti dana,
perlengkapan usaha, dll untuk usaha koperasi mungkin bisa menjadi nilai plus.
Darwati kerap kali turun
ke lapangan dan bertemu langsung dengan perempuan diakar rumput (grass root)
yang sedang kesusahan dan membantunya. hal ini bisa menambah pundi-pundi suara
Irwandi Yusuf di kampanye politiknya. Darwati dalam aktivitasnya
memamfaatkan peran media massa yang selalu mempublikasikan kerja-kerja sosialnya.
sejak menjadi mantan istri gubernur Aceh, dirinya kerap membagi-bagikan stiker
Irwandi Yusuf suaminya ke warung kupi. Meresmikan gedung baru Universitas
Al-Muslim, ikut ke acara keagamaan, acara pendidikan, dll menjadi nilai plus
pundi-pundi suara untuk Irwandi Yusuf.
Dewi Meuthia
Berbeda dengan Darwati.
Istri Muhammad Nazar, yakni Dewi Meuthia memang sebelum terpilihnya M. Nazar
sebagai wakil gubernur, dirinya telah melakukan kerja-kerja sosial. Dewi
Meuthia bisa dikatakan sudah terbiasa dengan 'kerja-kerja lapangan'.
Dewi pernah membantu kaum perempuan dalam hal pendidikan politik serta advokasi
maupun pendampingan. Kalau ditanyakan jam terbangnya dan bergelut dalam dunia
aktivis sudah cukup makan asam garam. Hal ini dapat dilihat track recordnya,
dimana Dewi pernah mendirikan Liga Inong Aceh, Ketua Center Aceh For Justice
and Peace. Selanjutnya dipercaya sebagai Ketua Sosialisasi HIV dan AIDS di
Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS.
Melalui berbagai lembaga
itulah Dewi membangun investasi jaringan dan sosial paska terpilihnya Nazar
sebagai wakil gubernur Aceh. Model membangun investasinya adalah dengan
pemberdayaan kaum perempuan, khusus pendidikan politik, pemahaman keadilan, dan
advokasi terhadap kasus tertentu. Sosok Dewi mampu membangun pendampingan terhadap
kaum perempuan. Namun sayangnya Dewi tidak menjadikan media sebagai alat
mempublikasi kerja-kerja sosialnya. Padahal kita mengetahui media menjadi pilar
penting membangun opini publik.
Dari keseluruhan
aktivitasnya, apakah Dewi mampu menjadi penyokong kuat perjuangan bagi
kemenangan suaminya yang maju pada pada pilkada tahun ini?
Erma Arita
Erma Arita istrinya Darni
Daud adalah sosok guru. Memiliki jaringan dan sudah membangun investasi sosial
selama mengajar dan berinteraksi dengan orang tua murid dan sesama guru.
Kemungkinan juga telah membangun pendekatan dengan jaringan ormas berbasiskan
guru. Modal ini mungkin bisa menyongkong kemenangan Darni M Daud sebagai calon
Gubernur Aceh.
Niaziah A Hamid
Niaziah adalah istri
Zaini Abdulllah kandidat gubernur Aceh dari PARTAI ACEH yang lebih berbasis
masyarakat grassroot. Niaziah juga lekat dengan komunitas Inong Balee
yang berada langsung dalam struktur kemenangan tim sukses PARTAI ACEH pasangan
ZIKIR. Mereka mungkin bisa saja melakukan konsolidasi kekuatan kaum perempuan
di wilayah-wilayah basis yang bisa menjadi kekuatan pasangan ZIKIR. Pada
akhirnya, semua aktivitas istri-istri kandidat Gubernur Aceh dapat memenangkan
suaminya ke tahta puncak orang nomor satu di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Namun kanal terakhir, tetap saja rakyatlah yang menentukan siapa yang terbaik
bagi rakyat. Sebab rakyat sekarang sudah begitu cerdas dalam memilih dan
menentukan siapa pemimpinya
No comments:
Post a Comment