Monday, April 11, 2016

bahan makalah tentang politik di aceh (ilmu politik)



Latar Belakang
Pada negara demokrasi, sistem pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah merupakan mekanisme untuk mencari pemimpin yang sesuai dengan keinginan rakyat. Sekaligus juga, Pemilukada sebagai wujud partisipasi rakyat dalam perpolitikan di daerah.
Tujuan dari Pilkada (Pemilukada) yaitu, agar terjadi regenerasi pemimpin dan pembatasan masa kekuasaan. Didalamnya juga terselip harapan besar rakyat, agar kepentingannya dapat terakomodir oleh pemimpin yang mereka pilih. Adapun syarat utama bagi calon kandidat pada tiap-tiap pemilukada secara idial yakni, harus memiliki kapasitas yang mumpuni, baik dari segi leadership, intelektualitas, humanisnya, dll.
Pelaksanaan Pilkada secara langsung lahir berkat UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah--pengganti UU No. 22 tahun 1999--yang tidak lain merupakan produk pemerintahan Megawati Soekarnoputeri (2001-2004). Selain UU No. 32/2004, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah pengganti UU (Perpu) menyusul keluarnya Keputusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan judicial review sejumlah KPUD atas UU tersebut. Sebagai operasionalisasi dari UU No.32/2004 dan Perpu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 2005 yang kemudian diubah menjadi PP No. 17 tahun 2005.
Khusus di Aceh terdapat perbedaan, dimana Pilkada dilakukan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP). Komisi ini terintegral dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kewenangan KIP menyelenggarakan pemilihan kepala daerah sebagai representasi eksekutif di tingkat daerah dan pemilihan eksekutif di tingkat pusat maupun legislative di daerah dan pusat dalam satu paket yaitu, pemilihan presiden/ wakil presiden, anggota DPR pusat dan daerah serta DPD. Keberadaan KIP bermula dari kekhususan dalam UU No.11 tentang Pemerintahan Aceh, sedangkan pelaksana teknisnya tertuang dalam Qanun (Perda) Nomor 2,3 dan 7 tahun 2006. Pengurus KIP dilantik oleh gubernur secara langsung, setelah menjalankan fit and test oleh anggota legislatif.
Pada tahun 2012 mendatang, Aceh akan melaksanakan pemilihan gubernur/wakil gubernur baru untuk periode 2012 – 2017. Output capaian akan berpengaruh langsung terhadap keberlanjutan pembangunan Aceh di masa transisi pasca konflik dan tsunami. Kendatipun musti diingat juga bahwa, sesungguhnya peran Pemerintah Pusat sampai saat ini dalam melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi bagi Aceh, telah memberikan perubahan yang cukup signifikan di semua aspek kehidupan masyarakat Aceh.
Pemilihan kepala daerah di Aceh pada tahun 2012 mendatang, menurut hemat penulis akan mengalami dinamika politik yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan Pilkada sebelumnya. Tulisan ini akan membatasi pada konflik kepentingan akan jalur independent, tahapan pilkada atau mekanisme pelaksanaan pilkada, pemetaan kandidat, situasi keamanan di pilkada 2012, dan peran istri (perempuan) dari kandidat gubernur Aceh.

Konflik Kepentingan Jalur Perorangan

Argumentasi pro kontra dari berbagai kalangan tentang issue calon independent begitu seksi dan laku. Bisa diilustrasikan selebritis yang laku keras untuk main sinetron maupun film. Tak tanggung-tanggung suburnya kekayaan pemikiran untuk memberikan masukan terhadap masalah calon independent menjadi begitu sensasional dari segi khasanah pengetahuan.
Saifuddin Bantasyam[1], akademisi Universitas Syiah Kuala Fakultas Hukum mengatakan,”jika polemik calon independent menimbulkan konflik, maka yang akan rugi adalah rakyat karena mereka merupakan pihak yang akan merasakan langsung konflik tersebut,” ujarnya. Menurut dia, partai politik baik lokal maupun nasional di Aceh tidak perlu kuatir keberadaan calon perseorangan karena Pilkada merupakan hak politik warga negara. Dengan adanya calon perseorangan tersebut malah bisa menjadi pemicu partai politik bekerja lebih baik lagi, sehingga dukungan masyarakat semakin meningkat.
Hal senada dikatakan Sekda Aceh Husni Bahri TOB[2] menyebutkan,”bahwa pasal 256 UUPA ini memang tidak sesuai dengan semangat demokrasi,” tegasnya. Karena itu, menurutnya boleh saja dilakukan review atau pengujian kembali. Tak jauh berbeda dari pandangan Husni Bahri TOB, Otto Syamsuddin Ishak[3] mengatakan, judicial review (JD) calon independent tidak bisa dibendung. Karena itu hak individu dan tidak akan mengancam tidak berlaku lagi UUPA. Ketakutan itu sengaja disebarkan kelompok konservatif, bahkan diperkuat lagi pernyataan Wakil Gubernur Pemerintahan Aceh Muhammad Nazar[4],”judicial review itu dijamin oleh undang-undang dan hak asasi manusia”. Dukungan dari masyarakat sipil pun kian deras dan partai politik lokal[5] mendorong JD agar diberlakukan kembali pada pilkada 2011.
          Sementara itu penolakan datang dari Mantan ketua pansus RUUPA, Ferry Mursyidan[6] Baldan menyatakan, dalam pasal 256 UUPA tersebut berisi bahwa calon independent berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak undang-undang tersebut diberlakukan. Partai Aceh[7] sendiri sebagai partai lokal yang menguasai hampir seluruh parlemen di kabupaten/kota pun menolak atas pemberlakuan kembali calon independent.
          Dari kalangan partai politik pemenang pemilu menanggapi dengan sinis akan adanya calon independent. Penilaian yang diberikan oleh partai politik akan mengganggu sistem demokrasi yang telah berjalan selama ini di Indonesia. Ada pandangan issue calon independent digelindingkan dari orang atau pihak tertentu yang tidak suka terhadap partai politik. Menurut pandangan mereka yang anti calon independent, dimana sarana pendidikan politik atau regenerasi dan alat control atas kinerja tidak dimiliki pada calon independent[8].
Keuntungan dari jalur independent saya mengidentifikasikan berdasarkan logika terdiri dari; tidak menghabiskan uang terlalu besar, tidak terkooptasi kepentingan partai politik, memotong permainan partai dalam proyek, partai akan melakukan pembenahan internal maupun eksternal dan melemahkan kepentingan titipan. Ternyata,  keberadaan jalur independent membawa dampak negatif. Berdasarkan pemahaman saya, yaitu;  besar peluang disharmonisnya antar eksekutif dari independent dengan legislatif. Hal ini terjadi di Aceh, dimana Gubernur Aceh di bawah kepemimpinan Irwandi Yusuf kurang berhasil membangun komunikasi yang sinergis dan selaras dengan legislatif. Di sisi lain kelemahan independent kurang memiliki kekuatan politik dalam merumuskan dan mempengaruhi kebijakan[9].

Tahapan Pilkada Pelaksanaan pilkada

Menkaji implementasi pilkada Aceh 2012 telah mengalami pergeseran jadwal yang mengakibatkan sebanyak 4 kali. Berikut ini penjelasannya

Cooling Down (5 Agustus -5 September 2011)

Tujuan kebijakan cooling down dibuat dan disahkan, dikarenakan ingin meredahkan konflik antara Partai Aceh dengan kandidat jalur perorangan yakni Irwandi Yusuf. konflik ketidakselarasan keinginan kedua belah pihak yang pro penundaan dengan setuju sesuai jadwal Komisi Independent Pemilihan Aceh. Harapannya akan menurunkan suhu politik Aceh yang sempat memanas belakangan ini. Sebagian kalangan mereproduksi pemikiran dengan cooling down menyelesaikan konflik regulasi.


24 Desember 2011
Komisi Independent Pemilihan telah menentukan pelaksaan pilkada Aceh pada tanggal 24 Desember 2011, namun putusan sela Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidangnya di Jakarta, Rabu (2/11) mengintruksika kepada Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh membuka lagi masa pendaftaran untuk bakal calon kepala daerah selama tujuh hari, dipastikan berimplikasi kepada semua tahapan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Aceh yang telah disusun sebelumnya. Implikasi itu tidak hanya soal jadwal pemungutan suara yang sebelumnya ditetapkan pada 24 Desember 2011, tapi juga masalah daftar pemilih, logistik Pilkada dan sejumlah agenda lainnya, yang membuat KIP Aceh harus menjadwal ulang tahapan pesta demokrasi lima tahunan itu[10].

16 Febuari 2012

Penundaan dilakukan untuk ketiga kalinya dikarena kurang maksimalnya persiapan KIP Aceh melaksanakan pemilihan kepala daerah mulai tingkat gubernur Aceh, bupati, hingga walikota. Ketidaksiapan dalam proses administrasi terhadap masuknya kandidat tambahan seperti Partai Aceh mengusung Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. Proses tahapan yang sebagian kandidat belum melakukan terdiri dari  baca al quraan dan est kesehatan. Selain itu kebutuhan logistik berupa barang yang belum tuntas seperti kertas suara, kotak suara, dll.






Pemetaan Kandidat[11]

Partai Aceh
Dimulai dari Partai Aceh mengusung Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf, di mana partai lokal ini masuk setelah keyakinan bahwa akan adanya penundaan. Keseluruhan strategi sudah diskenariokan oleh Partai Aceh. Berjalan panjang membuat penundaan tidak terlepas dari gerak zigzag PA yang terkadang sulit diprediksi. Mulai membuat cooling down, menggugat KIP ke MK, gerakan demo penentangan, dan lain-lain.  Di tinjau dari jumlah kursi di parlemen, Partai Aceh memperoleh 48% suara di sinilah klaim yang dapat dilakukan partai tersebut. Tapi klaim ini akan mengalami pergeseran dikarenakan banyak faktor yang melatarbelakangi. Faktor-faktor itu dapat saya sebutkan antara lain di sini; suara terpecah ke kandidat lain, kinerja PA yang kurang memuaskan membuat masyarakat berganti pilihan partai, belum lagi PA terkonsentrasi pada urusan kepentingan politik di pusat sehingga lupa merawat pendukung.
Dari sisi strategi politik PA sudah membentuk organisasi masyarakat yang fokus ke masalah buruh, organisasi mahasiswa, dan organisasi lainnya. Tentunya akan memperkuat posisi PA meraih kemenangan pada Pilkada 2012. Strategi lainnya yaitu melibatkan jalur perorangan untuk memecah suara di wilayah Pantai Barat Selatan, dikarenakan Muhyan Yunan wakil incumbent (Irwandi Yusuf) berasal dari wilayah Pantai Barat Selatan. Dengan sadar atau tanpa sadar PA menjerumuskan sendiri pengurangan jumlah dukungan. Jikalau PA tidak solid dalam mengendalikan strategi itu, akan berpeluang menurunkan kekuatan PA dalam meraih kursi nomor satu. Dibalik itu pun ada strategi penundaan sehingga tidak ada protes atas putusan MK terakhir. Ruang penundaan 2 bulan sebelum pemilihan gubernur dilakukan dimanfaatkan PA untuk melakukan konsolidasi di akar rumput. Bagi pribadi saya peluang itu memiliki implikasi naiknya jumlah dukungan PA tapi tidak siginifikan.
Berbicara basis dukungan PA masih mengandalkan dari pemilih tradisional. Saya tekankan pemilihan tradisional belum tentu memilih PA karena ideologinya. Tapi harus ditelaah lebih dalam lagi pemilih tradisional di Aceh terbagi dalam beberapa varian. Pertama pemilih tradisional yang belajar dari pengalaman sehingga membuat mereka cerdas. Kedua pemilih tradisional yang loyalitas dengan ideologi partai dan memiliki kedekatan emosional. Terakhir, pemilih tradisional ketiga yang terikut arus politik dan karena tekanan berupa ancaman fisik, atauterikat hubungan emosional dan dipengaruhi lingkungan sekitar.
Ada pandangan yang menyatakan pemilih tradisional tidak cerdas. Pelabelan yang diberikan itu tidak saya sepakati. Bagi saya, pemilih tradisional, walaupun kurang dari segi pendidikan tetapi mereka cerdas menilai dan melihat situasi. Hal ini disebabkan mereka belajar dari pengalaman selanjutnya dikonstruksikan dalam penilaian tersendiri dan menentukan sikap politik pada pilkada 2012.
Selain dari pemilih tradisional, PA juga membangun konsensus politik dangan partai nasional. Sejauh amatan saya, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Golongan Karya (Golkar) mengindikasikan akan merapat dan mendukung calon yang diusung Partai Aceh, walaupun belum tegas menyatakan sikap afiliasi politiknya. Dukungan dari kedua partai itu akan makin memperbesar kewenangan PA. Kepentingan Partai Golkar dan PAN dalam mendukung PA berpijak pada pendistribusian kekuasaan pada pemilu dan pemilihan presiden ke depannya. Memunculkan tanda tanya bagi saya akan ingin bagian strategi PAN dan Golkar mengembalikan kejayaannya pada pemilu mendatang?
Menariknya lagi, PA sudah berhasil meraih dukungan dari elit di Jakarta. Ini pun makin menjadi PA di atas kertas semakin leading. Bahkan saya mendengar kabar bahwa dukungan asing secara diam-diam kepada PA mengkukuhkan mereka berpotensi besar memenangkan pilkada 2012. Terlepas bentuk dukungan yang diberikan bisa berupa ekonomi, bisa dukungan membuat stategi, dll.
Kelemahan PA adalah kurang berhasil mendapatkan simpatik dan dukungan di wilayah tengah seperti Aceh Tengah, Singkil, Bener Meriah, Subussalam, dll. Penyebabnya kekuatan nasionalisme daerahnya masih kuat daripada ego sentrisme nasionalisme ke-Acehan. Tapi untuk wilayah pesisir timur sangat kuat. Kita ketahui jumlah kepadatan penduduk berada di wilayah timur daripada wilayah lainnya. Sedangkan wilayah barat dan selatan kekuatan ada, namun tidak signifikan.
Strategi PA membuat sejuta tim sukses. Berarti PA harus menyediakan cost besar mewujudkan keinginan dan target politiknya. Tidak sebatas itu saja persiapannya manajemen tim pemenangan harus kuat. Jangan juga menjadi bumerang, bilamana manajemennya lemah sehingga otomatis berdampak kepada kemenangan PA.

Irwandi Yusuf (Jalur Perorangan)
Selanjutnya saya menganalisis Irwandi Yusuf (Incumbent). Gubernur yang terkenal blak-blakan ini akan mencalonkan untuk kedua kalinya. Berbicara dukungan politik yang sudah jelas adalah Partai Keadilan Sejehterah, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Rakyat Aceh, dan beberapa petinggi eks-GAM seperti, Sofyan Daud, Lingadiansyah, Muharamm Idris maupun dukungan dari mantan kombatan.
Di masing-masing partai dan personal eks GAM memiliki pendukung yang loyal. Penjelasannya sebagai berikut; PKS mempunyai basis konstituennya di universitas, jaringan remaja dakwah, dan pusat perkotaan, PKB memiliki dukungan dari kalangan ulama dan organisasi di bawah kendali partai tersebut, PRA termasuk mempunyai basis dukungan walaupun kecil jumlah berasal dari kampus, masyarakat pinggiran (petani, pedagang, dll).
Posisi incumbent sangat diuntungkan, dikarenakan dirinya memiliki elektabilitas yang tinggi.
Hal ini disebabkan kebijakan program kesehatan (Jaminan Kesehatan Aceh) dan program pemberdayaan ekonomi, namun untuk program ini tidak seberhasil JKA. Dari segi kekuatan uang (logistik), Irwandi Yusuf tentunya telah mempersiapkan jauh-jauh hari sebelum maju menjadi gubernur lagi. Jelas ini sangat membantu mengantarkan Irwandi Yusuf menjadi Gubernur Aceh untuk kedua kalinya.
Strategi yang dilancarkan Irwandi masih berfokus pada pencitraan melalui spanduk atau baleho seputaran keberhasilan pembangunan dibawah kepemimpinannya. Faktanya tidak membawa perubahan dari sisi pembangunan kalau pun ada karena ikut campur tangan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh, sektor swasta, dan NGO internasional. Hasil pantauan saya kelapangan, tidak masif tim pemenanganya Irwandi Yusuf bekerja di graas root (masyarakat bawah) guna memperoleh dukungan. Seharusnya dengan keterlibatakan partai nasional dan partai lokal makin membuat solid dan kuat. 
Belum lagi ada strategi tim kemenangan Irwandi Yusuf, di mana menggugat kembali ke MK perihal amar putusan MK pada hari jumat (27/01/2012). Tindakan ini saya baca sebagai upaya untuk memperkecil PA untuk melakukan konsolidasi lebih lama. Dengan demikian posisi PA dari segi perolehan dukungan makin menurun. Langkah ini, menurut saya, kurang mendapat restu dari Pemerintah Pusat. Logika rasionalitasnya, Pemerintah Pusat menganggap putusan MK yang terakhir jawaban menyelesaikan kebuntuan konflik elit politik di Aceh. Bahkan MK sendiri berharap tidak ada lagi gugatan dari kandidat, dikarenakan sudah selesai urusan gugat mengguat pilkada Aceh. Tinggal menjalankan pemilihan gubernur baru.
Gugatan itu menunjukan kepanikan Irwandi Yusuf. Indikatornya komentar dirinya di atjehpost. Lebih dalam lagi di analisis bisa karena uang yang keluar akan makin besar bila pilkada sampai April. Dan ketakutan PA mampu melakukan konsolidasi di masyarakat bawah. Berbeda dengan reaksi Nazar yang menyambut baik putusan MK. Ini salah satu upaya komunikasi membangun hubungan baik dengan PA. 
Apalagi stategi Irwandi Yusuf menggandeng Muhyan Yunan sebagai wakil gubernur untuk memperoleh suara di wilayah pantai barat selatan. Guna menggagalkan dan makin solidnya kemenangan Irwandi.  PA membuat strategi dengan membantu salah satu kandidat yakni Hendra Fadli dan Yuli Zuardi Rais maju sebagai kandidat jalur perorangan. Walau pun tidak secara resmi pernyataan sikap PA. Tapi keduanya sangat dikenal dekat sekaligus berada pada lingkaran PA. Realitasnya mereka tidak cukup syarat administrasi, tapi bisa jasa mereka akan mengkomplain KIP.
Menariknya lagi Irwandi Yusuf pun mendapatkan dukungan dari elit Jakarta sama seperti PA yang juga memperoleh dukungan. Hanya saja yang bedakan baju elit dan kepentingan elitnya. Irwandi Yusuf pun memiliki jaringan kuat dunia intelijen. Tidak menutup peluang jaringan ini digunakan untuk memenangkan dirinya pada Pilkada 2012.
Kalau ditanyakan tim mana yang paling gemuk strukturnya adalah Irwandi Yusuf. Di mana dirinya ada tim survey, tim media, tim logistik, tim intelijen, tim perumus, tim lapangan, dan tim jaringan. Keseluruhan tim ini ketika tidak bekerja maksimal maka bisa dipastikan kemunduran bagi kemenangan Irwandi Yusuf.
Sedangkan kepentingan Irwandi Yusuf maju untuk kedua kali menurut saya, dikarenakan kepentingan ekonomi dan politik. Di sisi lain tetap berkeinginan mensejahterahkan rakyat Aceh dan memabawa perubahan di segala aspek. Bagaimana pun evaluasi saya atas kepemimpinan Irwandi Yusuf kurang memberikan dampak dalam kurun waktu 5 tahun. Kalau pun ada itu masih terpusat pada bidang kesehatan.

Muhammad Nazar
Bakal calon gubernur Muhammad Nazar saat ini didukung Partai Demokrat, PPP, dan SIRA. Ketiga partai memiliki basis dukungan tersendiri, misalnya PPP lebih mengarah kepada ulama, Demokrat cenderung mengarah loyalitas kepada SBY, dan SIRA basis dukungan dari basis gerakan masyarakat Aceh yang salut atas perjuangan pada saat referendum.
Gerak politik meraih dukungan dari Nazar sendiri begitu kuat, di mana dirinya mendukung acara atau kegiatan kebudayaan seperti Gayo Art Summit untuk empat (4) kabupaten kota terdiri dari Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, dan Gayo Luwes. Kegiatan lainnya bernuansa Maulid Nabi Muhammad untuk 6 (enam) kabupaten/kota terdiri Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Gayo Luwes, Singkil, dan Subulussalam.
Tidak sampai di situ saja Nazar pun membentuk organisasi masyarakat sipil berbasiskan kepentingan politiknya mulai adri organisasi kemahasiswaan maupun organisasi selevel ormas besar. Target mengunjungi dayah-dayah di Aceh menjadi strategi Nazar bersama timnya dengan harapan ulamah mau mendukung dirinya menjadi gubernur ke depannya. Untuk makin memperbesar dukungan dirinya. Ia menggaet Nova Iriansyah target dapat memperoleh dukungan di wilayah barat dan tengah. Ditambah lagi wilayah tengah basis keluarga besar mantan anak bupati ini.
Kemudian langkah berikutnya Nazar mencari jabatan diluar jabatan politiknya sebagai Wakil Gubernur Aceh. Selama menjadi Wakil Gubernur dirinya menjabat Ketua Badan Narkotika Provinsi (BNP) Aceh Muhammad Nazar, Ketua Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Aceh, Muhammad Nazar, Ketua Dunia Melayu Dunia Islam Malaysia berkedudukan di Malaysia. Selain itu menjadi pembina di lembaga yang bergerak di AIDS.
Seluruh upaya Nazar membuahkan hasil elektabilitasnya meningkat. Jangan heran ada spekulasi yang mengatakan Nazar sebagai kuda hitam  dalam percaturan politik pilkada 2012 sekaligus kandidat alternatif yang kuat. Hal ini makin mengkukuhkan dirinya menjadi lawan yang harus diwaspadai oleh kandidat lainnya.
Kelemahan dari Nazar kurang bisa menjaga hubungan di internal partainya ditunjukan dengan keluarnya beberapa elit partai SIRA ke kubu Irwandi Yusuf. Dampaknya terjadi perpecahaan di Partai SIRA. Belum lagi posisi keuangan Nazar tidak sebanyak pesaing gubernur lainnya. Dari segi sosialisasi Nazar masih lemah, bisa dilihat selama kepemimpinan sebagai Wakil Gubernur kurang menjelaskan kepada masyarakat Aceh apa-apa saja yang sudah dilakukan.
Kelemahan lainnya struktur tim pemenangan SBY tidak akan berpihak kepada Demokrat, dikarenakan kemenangan Demokrat atas kerja keras dari Partai Aceh hingga memperoleh 93% dukungan dari rakyat Aceh. Nazar hanya berharap kepada mesin partai Demokrat, PPP, dan SIRA. Faktanya mesin ini tidak berjalan efektif mensukseskan kandidat yang diusungnya. Walaupun Nazar mendapatkan restu dari Ketua Dewan Partai Demokrat yaitu SBY. Tapi tidak memberikan dampak besar dalam perolehan suara bagi Nazar.
Kendala utama yang akan dihadapi mesin partai dan tim suksesnya akan berhadapan dengan pihak-pihak tertentu. Munculnya kendala disebabkan ada stereotipe Nazar sudah berseberangan dengan kelompok atau partai tertentu. Ketika di lapangan akan dihadang dari kelompok dan partai tertentu.

Situasi Keamanan di Pilkada 2012
Sebelum mengupas serta menganalisis situasi keamanan yang terjadi di Aceh  menjelang pilkada 2012 (Pemilukada). Sekilas penulis ingin memberikan gambaran singkat tentang keamanan itu sendiri. Terminologi kata keamanan, umumnya memberikan makna perlindungan atas sumber–sumber fisik dan akses berdemokrasi, konseptual dari bahaya kriminalitas, bencana alam, dan serangan atas penggunaan senjata.
Sangat menarik menganalisis kondisi keamanan yang terjadi di Aceh menjelang pemilihan kepala daerah 2012. Melihat kondisi kekinian, tindakan kriminalitas menjelang Pilkada (Pemilukada) 2012 menjadi meningkat secara signifikan (lihat temuan data). Terbesit beberapa pertanyaan, apa yang melatarbelakangi maraknya kasus kriminalitas di tanah rencong menjelang pemilukada? Apakah kriminalitas yang mengganggu keamanan menjelang Pilkada 2012 terjadi secara alami atau justru dipicu dari faktor lainnya?
Menelaah dibalik situasi keamanan yang menurun, yang berdampak pada suburnya tindakan kriminalitas yang terjadi di Aceh pasca tsunami dan MoU Helsinki, penulis memiliki beberapa analisis dengan pendekatan realitas. Faktor–faktor pendorong munculnya, serta maraknya tindakan kriminalitas dan kekerasan menjelang pemilihan gubernur/wakil gubernur antara lain, Pertama: persaingan antar partai dengan kandidat jalur perorangan dan Kedua: peran dan kewenangan kepolisian tidak berjalan baik (tidak professional),.
Selanjutnya, maka jika kita analisis satu persatu faktor-faktor yang memiliki kecenderungan dalam menilai situasi keamanan di Aceh pada pemilihan kepala daerah 2011-2016 nantinya. Berikut ini adalah penjabarannya, Pertama; persaingan antar partai politik dengan kandidat jalur perorangan. Mentelaah persaingan yang dilakukan partai politik bisa dalam bentuk intimidasi secara fisik dan non-fisik. Ramlan Subakti[12] menjelaskannya bahwa, kecenderungan seseorang untuk diarahkan memilih partai atau kandidat yang diusung partai sering kali menggunakan tindakan intimidasi baik secara psikologis dan kekerasaan secara fisik[13]. Terbukti hasil tracking media massa Aceh menunjukan adanya intimidasi dan kekerasan dilakukan antara partai politik dengan kandidat jalur perorangan. Kejadian di Aceh Timur mobil tim suksesnya Irwandi Yusuf di bakar (SI 29/2/2012). Di Subulussalam kejadian intimidasi dan pembakaran baliho terjadi (SI 5/3/2012). Ditambah lagi kasus Pembakaran Kantor Komite Peralihan Aceh (KPA) Sagoe Peusangan pada 22 Juli, pemukulan khatib shalat Jumat di Pidie pada 9 September lalu. Kasus penembakan/penggranatan juga meningkat tajam. Hasil kunjungan saya ke wilayah tengah kurang ditemukan tindakan intimidasi dan kekerasan politik disana.
Diperkuat lagi hasil survei yang dilakukan International Foundation for Election Systems (IFES) Lembaga yang bermarkas di Washington DC bahwa Pilkada Aceh rawan kekerasan dan intimidasi. Menurut Manajer Riset IFES, Rakesh Sharma, para responden menaruh kekhawatiran cukup tinggi terhadap terjadinya intimidasi dan kekerasan dalam pelaksanaan Pilkada nanti.

Selanjutnya dari data Koalisi NGO HAM Aceh di tahun 2009, tak tampak jauh berbeda. Pembahasan tentang politik dan hukum serta tindak kekerasan dan kriminal juga merupakan tema yang dominan diberitakan media lokal di Aceh. Terutama karena adanya perdebatan legislatif dan eksekutif di Aceh terkait pengesahan beberapa qanun (peraturan daerah). Selain itu, pada pertengahan 2009, ada kontes politik nasional(Pilpres) dan untuk pertama kalinya partai lokal (Parlok) diberi kesempatan “merebut suara” rakyat Aceh. Suasana dinamis pentas politik itu menjadi salah satu pemicu tingginya angka kekerasan politik di awal-awal tahun 2009, dan cenderung menurun mendekati penghujung tahun.
Pada waktu akhir penyelesaian laporan Koalisi NGO HAM, ketegangan eksekutif dan legislatif Aceh semakin tajam. Terutama terkait Qanun Pilkada yang tidak mengakomodasi calon independen. Kini, oleh pihak eksekutif Qanun tersebut dinyatakan batal demi hukum, sedang pihak legislative masih tetap berpegang pada ketentuan UUPA yang telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum oleh Mahkamah Konstitusi. Karena itu Koalisi bersama dengan elemen sipil lainnya menyerukan agar pihak-pihak yang terkait dengan Pilkada 2012 di Aceh, untuk menahan diri dan bersedia berdialog untuk hasil yang dapat menguntungkan rakyat Aceh.
Jumlah kekerasan yang terjadi selama Januari-September 2011
Januari
13
Februari
10
Maret
7
April
13
Mei
9
Juni
7
Juli
20
Agustus
15
Septmber
21
Total
115
Sumber : Koalisi NGO HAM Aceh

Kedua, lemahnya peran Polda Aceh dalam menanggulangi tindakan intimidasi, kekerasaan politik atau krimininalitas bernuasa politik. Dari data diatas, menunjukan kinerja kepolisian masih sangat rendah ditunjukan dengan penyelesaian kasus hanya sedikit yang terselesaikan sampai di pengadilan tinggi. Apakah SDM-nya yang lemah ataukah kesejahteraan yang berdampak kurangnya motivasi. Sedangkan bila kita lihat secara realitas fasilitas dan prasarana dalam mengatasi kriminalitas sudah diatas standar internasional, sebuah kepolisian dalam mengatasi keamanan. Ketika pihak Polda Provinsi Aceh tidak bisa melakukan perubahan dalam membangun dan sistem keamanan, maka jaminan untuk memberikan rasa aman pada saat proses pemilihan kepala daerah 2011- 2016 tidak terwujud. Tidak menutup kemungkinan bisa menggagalkan pilkada di Aceh, dimana ujung – ujung menghancurkan sistem berdemokrasi.
Cara mengatasi kriminalitas bernuansa politik Polda Aceh meminta bantuan 4000-an Tentara Nasional Indonesia dan serta permintaan dari Polda Aceh ke Mabes Polri untuk penambahan pengamanan Pilkada Aceh. Menurut saya terlebih dahulu harus di perjelasan jumlah kebutuhan riil di lapangan berdasarkan sebaran TPS. Misal 1 TPS membutuhkan cukup hanya 2 polisi dan 1 anggota TNI, lalu dikalikan dengan jumlah TPS di seluruh Aceh. Tambahnya, Selain itu TNI dan Kepolisian harus memperjelas format dan mekanisme pengamanan yang dilakukan kepada publik sehingga jelas transparasi kinerja dari kedua institusi vertikal tersebut.
Jangan sampai peluang penambahan pengamanan hanya dijadikan komoditas mencari keuntungan dari institusi tersebut. Terlepas bentuk keuntungan dari segi keuangan atau politis. Bilamana itu terjadi sangat disayangkan sebagai sebuah institusi melakukan kebijakan itu. Hal ini jelas menyalahi aturan dalam UU 34 tahun 2004 tentang TNI dan UU No. 2 tahun 2002 tentang kepolisian.Ujarnya. Bagi saya menilai ada keanehan ketika kondisi Aceh dikatakan sudah stabil oleh Kepala Penerangan Kodam Iskandar Muda dan Kapolda Aceh, tetapi kebijakan yang diambil tidak selaras antara ucapan dan tindakan. Sangat kental unsur kepentingan yang bermain disini. Saya menawarkan solusi, turunkan angka penambahan personil dari TNI tapi ikutsertakan peran dari element masyarakat sipil untuk mengamankan jalannya pilkada 2012. Langkah ini pun bagian dari membangun hubungan kemitraan dan memperkuatr trust (kepercayaan) antara TNI, Polisi, dan masyarakat sipil.Pungkas Aryos[14].


Peran Istri (Perempuan) Kandidat Gubernur Aceh[15]
Pertarungan meraih jabatan gubernur Aceh periode 2012-2017 sudah dimulai. Strategi politik dan kerja-kerja meraih dukungan dari pemilih pun kian gencar di lancarkan tim sukses kandidat gubernur Aceh pada pilkada yang sedang berjalan. Ternyata kunci keberhasilan memenangkan bukan terletak di pundak tim sukses saja. Peran dari istri para kandidat gubernur Aceh menjadi tolak ukur keberhasilan menjadi pemenang di pilkada 2012-2017. Berkaitan daripada itulah tulisan ini ingin mengupas peran dari para istri untuk memenangkan suaminya menjadi gubernur Aceh. Di tulisan ini saya tegaskan tidak semua istri kandidat gubernur Aceh yang saya ulas dalam goresan pemikiran. Batasan analisis peran para istri kandidat gubernur Aceh hanya kepada istri Irwandi Yusuf yakni Darwati A Gani, Darni M Daud yakni Erma Arita, Muhammad Nazar yakni Dewi Meuthia, dan Istri Zaini Abdullah yakni Niaziah A Hamid.
Bahkan ada istilah yang sudah menjadi trademark  bahwa kesuksesan suami sangat tergantung dari istrinya. Ada perkataan lainnya, 'hancurnya pemimpin negara karena istri', 'suksesnya memimpin negara karena peran istri '. Jadi jangan dianggap remeh keterlibatan istri mendukung kerja-kerja politik para suami yang maju pada pesta pilkada gubernur Aceh yang sedang berlangsung. Sejalan dengan pemikiran Nancy J. Hirchmann dalam kritiknya terhadap Thomas Hobbes dalam Warrior and ivisible wives. Hobbes menggambarkan bahwa hubungan perempuan dan laki-laki dalam sebuah keluarga sebagai sebuah kota kecil (a little city) dimana hanya ada kepemilikan pribadi dan sebagai pemberi rasa aman yang cukup.
Pandangan lainnya dikatakan Hirschmann bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan dan setara dalam segala akses kehidupan, hal ini yang diungkapkan oleh Hobbes sebagai 'Keadaan Alamiah'. Bahwa dalam inferioritas fisik dan mental tidak ada perempuan ataupun laki-laki yang mampu mendominasi satu sama lain dalam waktu yang lama. Perempuan secara fisik tentunya tidak lebih kuat daripada laki-laki, tapi sebenarnya perempuan adalah superior mental yang mampu mempengaruhi tindakan laki-laki. Hal ini disebutkan oleh Hirschmann sebagai 'Kekuasaan Sinergis' yang membuat satu sama lain menjadi saling terkait.
Pemikiran lainnya dikatakan Hirschmann menuturkan bahwa hal ini disebabkan oleh bahasa tentang hak dan kebebasan serta fenomena sosial yang terjadi pada tahun 1640 (masa Hobbesian) dimana perempuan banyak terlibat dalam kegiatan keagamaan dan membawa kegiatan tersebut pada hal yang sifatnya politis dan petisional untuk dibawa ke dalam parlemen.
Keberhasilan seorang perempuan dalam ranah publik dalam kaitan ini adalah kemerdekaan seseorang perempuan untuk terlibat dalam urusan publik adalah sebuah prestasi. Akan tetapi kesuksesan yang sama yang diperoleh laki-laki diruang publik sebagai pemimpin sekaligus tokoh masyarakat juga merupakan keberhasilan 'prestasi' perempuan dalam menggunakan kekuatan 'Dominasi Mental' yang dimilikinya untuk mempengaruhi tindakan laki-laki (suami) di wilayah eksternal. Dengan kata lain 'Dominasi Mental' dapat pula diwujudkan dengan pemberian dukungan internal yang kuat dan menunjukkannya pada wilayah eksternal yang lebih luas. Pernyataan tersebut sekaligus membuktikan bahwa perempuan memang memiliki andil besar dalam kesuksesan laki-laki (suami) tanpa perlu menghilangkan esensi 'rasa aman' dengan membawa dukungan internal ke wilayah eksternal.
Kembali lagi dalam konteks pilkada 2012 saya mencoba menilai peran dari istri kandidat gubernur Aceh sejalan dengan batasan penulisan pada pembukaan paragraf awal siapa saja yang akan saya telaah lebih lanjut. Sebelum memulai cara penginputan informasi dari berbagai tracking media massa, wawancara dengan berbagai narasumber, serta menggunakan referensi dari para pemikir yang fokus ke peran perempuan dalam kesuksesan perempuan mendukung suami meraih keinginannya diranah politik. Selain itu kaidah kroscek informasi dan data saya lakukan bagian dari tanggung jawab penulis.

Darwati A Gani
Pada saat suaminya Irwandi Yusuf menjabat gunernur, Darwati A Gani mencoba membangun 'investasi sosial dan jaringannya saat menjabat sebagai Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga provinsi Aceh. Selanjutnya sebagai Ketua Yayasan Sambineo, Darwati menjaring dukungan kaum perempuan ditingkat pemberdayaan perempuan provinsi ini demi kemenangan Irwandi Yusuf. Fokus terhadap pemberdayaan perempuan Aceh dari sisi perekonomian membuat peran Darwati makin menjadi krusial. Memberikan bantuan kebutuhan perempuan Aceh seperti dana, perlengkapan usaha, dll untuk usaha koperasi mungkin bisa menjadi nilai plus.
Darwati kerap kali turun ke lapangan dan bertemu langsung dengan perempuan diakar rumput (grass root) yang sedang kesusahan dan membantunya. hal ini bisa menambah pundi-pundi suara Irwandi Yusuf  di kampanye politiknya. Darwati dalam aktivitasnya memamfaatkan peran media massa yang selalu mempublikasikan kerja-kerja sosialnya. sejak menjadi mantan istri gubernur Aceh, dirinya kerap membagi-bagikan stiker Irwandi Yusuf suaminya ke warung kupi. Meresmikan gedung baru Universitas Al-Muslim, ikut ke acara keagamaan, acara pendidikan, dll menjadi nilai plus pundi-pundi suara untuk Irwandi Yusuf.

Dewi Meuthia
Berbeda dengan Darwati. Istri Muhammad Nazar, yakni Dewi Meuthia memang sebelum terpilihnya M. Nazar sebagai wakil gubernur, dirinya telah melakukan kerja-kerja sosial. Dewi Meuthia bisa dikatakan sudah terbiasa dengan 'kerja-kerja lapangan'. Dewi pernah membantu kaum perempuan dalam hal pendidikan politik serta advokasi maupun pendampingan. Kalau ditanyakan jam terbangnya dan bergelut dalam dunia aktivis sudah cukup makan asam garam. Hal ini dapat dilihat track recordnya, dimana Dewi pernah mendirikan Liga Inong Aceh, Ketua Center Aceh For Justice and Peace. Selanjutnya dipercaya sebagai Ketua Sosialisasi HIV dan AIDS di Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS.
Melalui berbagai lembaga itulah Dewi membangun investasi jaringan dan sosial paska terpilihnya Nazar sebagai wakil gubernur Aceh. Model membangun investasinya adalah dengan pemberdayaan kaum perempuan, khusus pendidikan politik, pemahaman keadilan, dan advokasi terhadap kasus tertentu. Sosok Dewi mampu membangun pendampingan terhadap kaum perempuan. Namun sayangnya Dewi tidak menjadikan media sebagai alat mempublikasi kerja-kerja sosialnya. Padahal kita mengetahui media menjadi pilar penting membangun opini publik.
Dari keseluruhan aktivitasnya, apakah Dewi mampu menjadi penyokong kuat perjuangan bagi kemenangan suaminya yang maju pada pada pilkada tahun ini?

Erma Arita

Erma Arita istrinya Darni Daud adalah sosok guru. Memiliki jaringan dan sudah membangun investasi sosial selama mengajar dan berinteraksi dengan orang tua murid dan sesama guru. Kemungkinan juga telah membangun pendekatan dengan jaringan ormas berbasiskan guru. Modal ini mungkin bisa menyongkong kemenangan Darni M Daud sebagai calon Gubernur Aceh.

Niaziah A Hamid
Niaziah adalah istri Zaini Abdulllah kandidat gubernur Aceh dari PARTAI ACEH yang lebih berbasis masyarakat grassroot. Niaziah juga lekat dengan komunitas Inong Balee yang berada langsung dalam struktur kemenangan tim sukses PARTAI ACEH pasangan ZIKIR. Mereka mungkin bisa saja melakukan konsolidasi kekuatan kaum perempuan di wilayah-wilayah basis yang bisa menjadi kekuatan pasangan ZIKIR. Pada akhirnya, semua aktivitas istri-istri kandidat Gubernur Aceh dapat memenangkan suaminya ke tahta puncak orang nomor satu di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Namun kanal terakhir, tetap saja rakyatlah yang menentukan siapa yang terbaik bagi rakyat. Sebab rakyat sekarang sudah begitu cerdas dalam memilih dan menentukan siapa pemimpinya


No comments:

Post a Comment