Tuesday, April 12, 2016

bahan makalah/skripsi (penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD))





KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan limpah dan karunia-Nya, penulisan hasil penelitian Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK).
Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan jutaan terima kasih kepada dosen pembimbing, yang telah bersedia membimbing dan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Saya juga ingin menyampaikan jutaan terima kasih kepada staf-staf  Rumah Sakit Cut Mutia (RSCM) Buket Ratayang telah turut memberikan bimbingan dan panduan dalam kegiatan ini.
Atas keterbatasan waktu, Kami akui penulisan hasil penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu saya sangat mengharapkan saran dan kritikan yang membangun untuk penyempurnaan pada masa akan datang.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga kami yang telah banyak memberi dorongan dan sokongan moral sewaktu menyiapkan penulisan karya ilmiah ini. Akhir kata, kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam penulisan hasil penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung, saya ucapkan terima kasih.






Buket Rata, 03 Maret 2011

















BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), yang juga dikenali sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya.[1] Menurut World Health Organization (WHO), PPOK bisa membunuh seorang manusia setiap sepuluh detik (WHO, 2007), artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam  perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi  akut.[2]
Terdapat enam faktor risiko terjadinya PPOK yaitu merokok, hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas, pemaparan akibat kerja, polusi udara dan faktor genetik. Merokok dikatakan sebagai faktor risiko utama terjadinya PPOK. turut menyatakan bahawa merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK.
Menurut WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang bersaing dengan HIV/AIDS untuk menempati tangga ke-4 atau ke-5 setelah penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran pernafasan (COPD International, 2004). Laporan terbaru WHO menyatakan bahwa sebanyak 210 juta manusia mengalami PPOK dan hampir 3 juta manusia meninggal akibat PPOK pada tahun 2005 (WHO, 2007). Diperkirakan pada tahun 2030, PPOK akan menjadi penyebab ke-3 kematian di seluruh dunia (WHO, 2008).[3]
            Berbagai faktor  berperan  pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu factor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetic dan perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan factor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.[4]
1.2  Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara pencegahan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD) dan mengetahui tanda-tanda serta gejala yang timbul. Peneliti dapat menyimpulkan bahaya yang timbul karena penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD) yang bertujuan mengurangi atau menurunkan penderita penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD)
1.2.2 Tujuan Khusus:

a) Mengetahui tanda-tanda serta gejala awal yang timbul karena penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD)

b) Mengetahui tata cara pemeriksaan secara rinci pada pasien yang menderita penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD)

c) mampu memberikan pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD)
1.3  Manfaat
a)      Petugas Kesehatan
Menjadi panduan dan masukan dalam mengkaji dan melakukan diagnosa pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD)
b)      Akademik
 Sebagai bahan informasi untuk pengembangan penelitian yang serupa dan berkelanjutan tentang pelaksanaan surveilans epidemiologi.
c)      Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD).






















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi penyakit paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD
            Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau juga dikenali sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel; terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya[5]. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) bukanlah penyakit tunggal, tetapi merupakan satu istilah yang merujuk kepada penyakit paru kronis yang mengakibatkan gangguan pada sistem pernafasan.
Secara klinis, bronkitis kronik didefinisikan sebagai manifestasi batuk kronik yang produktif selama 3 bulan sepanjang dua tahun berturut-turut. Sementara emfisema didefinisikan sebagai pembesaran alveolus di hujung terminal bronkiol yang permanen dan abnormal disertai dengan destruksi pada dinding alveolus serta tanpa fibrosis yang jelas. The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) guidelines mendefinisikan PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan gangguan pernafasan yang ireversibel, progresif, dan berkaitan dengan respon inflamasi yang abnormal pada paru akibat inhalasi partikel-partikel udara atau gas-gas yang berbahaya. [6]
Sementara menurut Affyarsyah Abidin, Faisal Yunus dan Wiwien Heru Wiyono (2009),[7] PPOK adalah penyakit paru kronik yang tidak sepenuhnya reversibel, progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal terhadap partikel dan gas yang berbahaya. Kata “progresif” disini berarti semakin memburuknya keadaan seiring berjalannya waktu (National Heart Lung and Blood Institute, 2009).

2.2 Klasifikasi
      Menurut Sudoyo AW, dkk[8], PPOK dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.   Asma Bronkhiat K dikarakteristikkan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhiat, hipersekreasi mukoid, dan inflamasi,cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi.
2.   Bronchitis kronis : ditandai dengan batuk-batuk hamper setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama dua tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberculosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkhiat.
3.   Empisema : suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.
2.3 Etiologi
      Factor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya panyakit Paru Obstruksi kronis (PPOK) adalah:
1.    kebiasaan merokok
2.    Reresponsif saluran pernafasan
3.    insfeksi saluran pernafasan
4.    Pemaparan akibat pekerjaan
5.    Polusi udara
6.    Faktor genetik[9]

1. Merokok
  Pada tahun 1964, penasihat Committee Surgeon General of the United States menyatakan bahwa merokok merupakan faktor risiko utama mortalitas bronkitis kronik dan emfisema. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam waktu satu detik setelah forced expiratory maneuver (FEV 1), terjadi penurunan mendadak dalam volume ekspirasi yang bergantung pada intensitas merokok. Hubungan antara penurunan fungsi paru dengan intensitas merokok ini berkaitan dengan peningkatan kadar prevalensi PPOK seiring dengan pertambahan umur.
 Prevalansi merokok yang tinggi di kalangan pria menjelaskan penyebab tingginya prevalensi PPOK dikalangan pria. Sementara prevalensi PPOK dikalangan wanita semakin meningkat akibat peningkatan jumlah wanita yang merokok dari tahun ke tahun.[10] PPOK berkembang pada hampir 15% perokok. Umur pertama kali merokok, jumlah batang rokok yang dihisap dalam setahun, serta status terbaru perokok memprediksikan mortalitas akibat PPOK. Individu yang merokok mengalami penurunan pada FEV1 dimana kira-kira hampir 90% perokok berisiko menderita PPOK (Kamangar, 2010).
 Second-hand smoker atau perokok pasif berisiko untuk terkena infeksi sistem pernafasan, dan gejala-gejala asma. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi paru[11]. Pemaparan asap rokok pada anak dengan ibu yang merokok menyebabkan penurunan pertumbuhan paru anak. Ibu hamil yang terpapar dengan asap rokok juga dapat menyebabkan penurunan fungsi dan perkembangan paru janin semasa gestasi.


2. Hiperesponsif saluran pernafasan
Menurut Dutch hypothesis, asma, bronkitis kronik, dan emfisema adalah variasi penyakit yang hampir sama yang diakibatkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Sementara British hypothesis menyatakan bahwa asma dan PPOK merupakan dua kondisi yang berbeda; asma diakibatkan reaksi alergi sedangkan PPOK adalah proses inflamasi dan kerusakan yang terjadi akibat merokok. Penelitian yang menilai hubungan tingkat respon saluran pernafasan dengan penurunan fungsi paru membuktikan bahwa peningkatan respon saluran pernafasan merupakan pengukur yang signifikan bagi penurunan fungsi paru.[12]
Meskipun begitu, hubungan hal ini dengan individu yang merokok masih belum jelas. Hiperesponsif salur pernafasan ini bisa menjurus kepada remodeling salur nafas yang menyebabkan terjadinya lebih banyak obstruksi pada penderita PPOK.

3. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan adalah faktor risiko yang berpotensi untuk perkembangan dan progresi PPOK pada orang dewasa. Dipercaya bahwa infeksi salur nafas pada masa anak-anak juga berpotensi sebagai faktor predisposisi perkembangan PPOK. Meskipun infeksi saluran nafas adalah penyebab penting terjadinya eksaserbasi PPOK, hubungan infeksi saluran nafas dewasa dan anak-anak dengan perkembangan PPOK masih belum bisa dibuktikan (Reily, Edwin, Shapiro, 2008).

4. Pemaparan akibat pekerjaan
Peningkatan gejala gangguan saluran pernafasan dan obstruksi saluran nafas juga bisa diakibatkan pemaparan terhadap abu dan debu selama bekerja. Pekerjaan seperti melombong arang batu dan perusahaan penghasilan tekstil daripada kapas berisiko untuk mengalami obstruksi saluran nafas. Pada pekerja yang terpapar dengan kadmium pula, FEV 1, FEV 1/FVC, dan DLCO menurun secara signifikan (FVC, force vital capacity; DLCO, carbon monoxide diffusing capacity of lung).
Hal ini terjadi seiring dengan peningkatan kasus obstruksi saluran nafas dan emfisema. Walaupun beberapa pekerjaan yang terpapar dengan debu dan gas yang berbahaya berisiko untuk mendapat PPOK, efek yang muncul adalah kurang jika dibandingkan dengan efek akibat merokok (Reily, Edwin, Shapiro, 2008).

5. Polusi udara
Beberapa peneliti melaporkan peningkatan gejala gangguan saluran pernafasan pada individu yang tinggal di kota daripada desa yang berhubungan dengan polusi udara yang lebih tinggi di kota. Meskipun demikian, hubungan polusi udara dengan terjadinya PPOK masih tidak bisa dibuktikan. Pemaparan terus-menerus dengan asap hasil pembakaran biomass dikatakan menjadi faktor risiko yang signifikan terjadinya PPOK pada kaum wanita di beberapa negara. Meskipun begitu, polusi udara adalah faktor risiko yang kurang penting berbanding merokok (Reily, Edwin, Shapiro, 2008).

6. Faktor genetik
Defisiensi α1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang berisiko untuk terjadinya PPOK. Insidensi kasus PPOK yang disebabkan defisiensi α1-antitripsin di Amerika Serikat adalah kurang daripada satu peratus. α1-antitripsin merupakan inhibitor protease yang diproduksi di hati dan bekerja menginhibisi neutrophil elastase di paru. Defisiensi α1-antitripsin yang berat menyebabkan emfisema pada umur rata-rata 53 tahun bagi bukan perokok dan 40 tahun bagi perokok (Kamangar, 2010).

2.4 Tanda dan Gejala
 Berdasarkan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
             Pedoman Praktis Diagnosis danPenatalaksanaan di Indonesia, PDPI[13] tanda dan gejala munculnya panyakit Paru Obstruksi kronis (PPOK) adalah sebagai berikut :
1.      Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin
2.      Batuk kronik dan pembentukan sputum purelun dalam jumlah yang sangat banyak
3.      Nafas pendek dan cepat (takipnea)
4.      Dispnea
5.      Penurunan berat badan dan kelemahan
6.      Anoreksia
7.      Hipoksia, sesak dalam dada
8.      Taki kardia, berkeringat.

2.5 PATOFISIOLOGI
                        Pada bronchitis kronik maupuu emfisema terjadi penyempitan saluran nafas.Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak.
Pada bronchitis kronik,saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi juga oleh metaplasia sel goblet, saluran nafas besar juga menyempit karena hipertrofi  dan hiperplasia kelenjar mukus.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal,tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang ,sehingga saluran-saluran pernafasan bagian bawah paru akan tertutup.
Pada penderita bronchitis kronik dan emfisema, saluran-saluran pernafasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak tertutup. Akibat cepatnya saluran pernafasan tertutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang atau tidak ada, akan tetapi perfusi baik ,sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata , atau dapat dikatakan juga tidak ada keseimbangan antara ventilasi dan perfusi di alveoli yang akhirnya menimbulkan hipoksia dan sesak nafas.
Pada PPOK terutama karena emfisema dapat terjadi kelainan kardiovaskuler, jantung menjadi kecil,ini disebabkan peningkatan retrosternal air space.

2.6 Pemeriksaan Diagnostic[14]
a. Rehabilitasi;
b. Edukasi;
c. Berhenti merokok;
d. Latihan Diagnosis dan Klasifikasi (Derajat) PPOK
            Dalam mendiagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dapemeriksaan penunjang (foto toraks, spirometri dan lain-lain).    Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis.
     Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat (PPOK ringan, sedang dan berat).
a ) Diagnosis PPOK Klinis ditegakkan apabila:
§  Anamnesis:
§  Ada faktor risiko
ü  Usia (pertengahan)
ü  Riwayat pajanan
Ø Asap rokok
Ø Polusi udara
Ø Polusi tempat kerja
b ) Gejala:
      Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasiini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan.
Ø  Batuk kronik
             Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak
         hilang dengan pengobatan yang diberikan.
Ø  Berdahakkronik
Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus
tanpa disertai batuk.
Ø  Sesak nafas
terutama pada saat melakukan aktivitas Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.

2.7 Pemeriksaan fisik
          Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas
terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK
derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan
bentuk anatomi toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
Ø  Inspeksi
·                Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
·                Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup)
·                Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
·                Pelebaran sela iga
·                Perkusi
·                Hipersonor
·                Auskultasi
·                Fremitus melemah,
·                Suara nafas vesikuler melemah atau normal
·                Ekspirasi memanjang
- Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
·                Ronki

2.8 Pemeriksaan penunjang[15]
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara
lain :
Ø Radiologi (foto toraks)
a.    Spirometri
b.    Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah
terjadi hipoksia kronik)
c.    Analisa gas darah
d.   Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi
eksaserbasi,Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.
Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupa kelainan :
- Paru hiperinflasi atau hiperlusen
- Diafragma mendatar
- Corakan bronkovaskuler meningkat
- Bulla
- Jantung pendulum

2.9 Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK

             Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan
      Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) / Gold tahun 2005 sebagai
      berikut :
      A. PPOK Ringan
Ø Gejala klinis:
ü  Dengan atau tanpa batuk
ü  Dengan atau tanpa produksi sputum
ü   Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri:
- VEP1 • 80% prediksi (normal spirometri) atau
- VEP1 / KVP < 70%
B. PPOK Sedang
Ø  Gejala klinis:
 
ü  Dengan atau tanpa batuk
ü  Dengan atau tanpa produksi sputum.
ü  Sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70% atau
- 50% < VEP1 < 80% prediksi.
C. PPOK Berat
Ø  Gejala klinis:
ü  Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.
ü  Eksaserbasi lebih sering terjadi
ü  Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70%,
- VEP1 < 30% prediksi atau
- VEP1 > 30% dengan gagal napas kronik
ü  Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa
gas darah, dengan kriteria:
- Hipoksemia dengan normokapnia atau
- Hipoksemia dengan hiperkapnia
2.10 Penatalaksanaan
         Penatalaksanaan PPOK dibedakan atas tatalaksana kronik dan tatalaksana eksaserbasi, masing masing sesuai dengan klasifikasi (derajat) beratnya.
Secara umum tata laksana PPOK adalah sebagai berikut:

1. Pemberian obat obatan
   a. Bronkodilator
        Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi
        digunakan oral atau sistemik
    b. Anti inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk       penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Padaeksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik.
c.  Antibiotik
 Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan       eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.
d. Mukolitik
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan
simtomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental.
                   e. Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.      Penggunaansecara rutin merupakan kontraindikasi

2. Pengobatan penunjang
    a. fisik dan respirasi
    b. Nutrisi

3. Terapi oksigen
         Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka panjang atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati hati dapat menyebabkan hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki kualitas hidup

4. Ventilasi mekanik
       Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat.  Ventilasi mekanik noninvasif digunakan di ruang rawat atau di rumah sebagai perawatanlanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK berat

5. Operasi paru
           Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi  paru  (masih dalam proses penelitian di negara maju)

6. Vaksinasi influenza
    Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil. Vaksinasi influenza diberikan pada:
a. Usia di atas 60 tahun
b. PPOK sedang dan berat


























BAB III
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN (SOAP)
Tabel 1 Data 
A. Biodata
Nama : Mr. Us
Ttl      : Ds. Peudari, 01-07-1940
Alamat :
Umur : 68 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan :

B. Data Riwayat Masuk
  • Tanggal masuk :
  • Tiba di rumah sakit : Ambulance
  • Berat Badan ; 65 Kg
  • Tinggi badan : 172 Cm
  • Tekanan Darah : 140/80 mmHg (Kanan)
  • Jam : 11.45 Wib
  • Ruang perawatan :
  • Tipe Rujukan : Puskesmas
  • Temperatur : 36 C
  • Resperasi : 28-30 x/menit
☺Keluhan Masuk Rumah sakit (Kel. Utama) : Us mengeluh Sesak nafas
☺Riwayat Keluhan : PPOK
C. Obat/Pengobatan
     (obat yang sudah didapat/digunakan saat ini, sebelum dirumah sakit)
  • Obat (jenis kapsul)
  • Dosis : 3x1
  • Metode Mendapat Obat : Beli Bebas
D. Riwayat Penyakit
☺ Pernafasan : Mr. Us merasa pernafasannya seperti Tersumbat.
F. Riwayat Penyakit Keluarga
 ☺ Os Mengatakan tidak terdapat anggota keluarga yang lain yang menderita penyakit yang di alaminya
G. Alat Bantuan yang Digunakan Special
 ☺ O2
H. Riwayat Psikososial
  • Stress yang baru dialami Us merasa sangat gelisah waktu sesak
  • Merokok

  • Mekanisme koping Klien ingin lebih banyak tau tentang penyakitnya
  • Cemas
I.        Pengkajian Kulit
·      Warna : Pucat
Ø  Tampilan secara Umum :
- Klien berambut Hitam dengan kulit Kuning Langsat
Ø  Pengkajian Bahaya Tekanan “Resiko Dekubitus”
Status Mental
o sadar/siaga
Continence
(BAB/MIKSI)
o biasanyaterkontrol
Mobilitas
o sedikitterbatas
Aktivitas
o dapatberjalan
Nutrisi
o   baik
K. Cacatan Cerita (Narative Speaker)
☺Data Subjektif: - Pasien mengatakan lemah
                             - Pasien Menagatakan sesak
☺ Data Objektif : - K/U Lemah
                              - pasien bertanya tentang penyebuhannya
Pemeriksaan Fisik
-          keadaan Umum           : Lemah
-          kulit                            : Pucat
-          kepala                          : Simentris
-          mata                             : Isokor
-          telinga                          : simentris
-          tenggorokan                 : Normal
-          Torak                            : Simentris
-          Jantung                         : Normal
-          abdomen                       : simentris
-          Rektu                            : Normal
-          Genetalia                      : normal                                                                            
Pola Kebiasaan/Gaya Hidup:
-          Merokok
-          kopi
Istirahat
-          waktu tidur siang : dari jam 13.00 s/d 14.00 Wib
-          waktu tidur malam: dari jam 22.30 s/d 05.00 Wib
Penatalaksanaan / Terapi :                                                             
Nama obat :
Inf : Naci / eminophilin
Inf : - ranitidine
-          methilpret
-          cefotaxime
-          conbivent
oral : laxadyn
Dosis
20 tetes/i
1 amp / 8 jam
          / 2 jam
1 gr / 12 jam
      / 8 jam
3x1

Tabel 1.2
Analisis Data
NO
Data
Masalah
Penyebab
1
Ds :
-          Pasien mengeluh sesak
Do :
-          Pasien tampak susah bernafas
-          Nafas cepat dan dalam

Tidak efektifnya falan nafas
Obstruksi falan
2
Ds :
-          Pasien mengatakan seperti ada sesuatu di dalam nafasnya
Do :
         - penyumbatan oleh secret
Gangguan pertukuran gas
Penyumbatan oleh lender atau secret
3
Ds :
-          Pasien mengatak kurang nafsu makan

Do:
-          pasien nampak lemas
-          pasien nampak kurus
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
Susah menelan

Table 1.3
Tujuan Asuhan Keperawatan
Dx. Keperawatan
Tujuan/Sasaran
Intervensi
Rasional
Kebersihan falan nafas tidak efektif b/d gangguan peningkatan produksi serta pakreasi tertahan tebal dan kental
Tujuan :
Ventilasi /oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan

KH:
Mempertahankan falan nafas paten dan bunyi nafas bersih/jelas
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur
Peninggian tempat tidur mempernudah pernafasan
Kerusakan pertukaran gas terhadap gangguan suplai oksigen berkurang lobstuksi falan nafas oleh secret
Tujuan:
Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh

KH;
-       Terapi O2 dan klien tidak mengalami sesak nafas
-       Pantau tanda-tanda vital
Berikan terapi O2 menurut kebutuhan serta memonitoring pemberian.
Tarapi O2 akan memeprmudah suplai O2 dan memperatahankan kebutuhan zat asam bagi metabolisme tubuh
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d infake yang tidak adekuat
Tujuan:
-       Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
KH:
-       Berat badan bertambah
-       Keadaan umum membaik
Jelaskan kepada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
Peningkatan pengetahuan klien dapat menaikkan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan

Table 1.4
Cacatan Perkembangan
Dx. Kep
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
Dx I






Dx II





Dx III
-       Observasi K/u Pasien
-       Mengoptimalkan falan nafas
-       Nebolizer



-       Observasi K/u Pasien
-       Memasang O2




-       Observasi K/u Pasien
-       kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

S : pasien mengatakan sesak (data berdasarkan pengakuan Us)
O: K/u lemah
A: Masalah belum teratasi
P: Tindakan dilanjutkan

S:Pasien mengatakan masih sesak
O: K/U lemah
A: Masalah belum teratasi
P: Tindakan dilanjutkan

S:Pasien mengatakan kurang nafsu makan
O: makanan yang disediakn tidak dihabiskan
A: Masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan

Dx I





Dx II





Dx III
-       Observasi K/u Pasien
-       Mengoptimalkan falan nafas
-       Nebolizer

-        Observasi K/u Pasien
-        Memasang O2




-       Observasi K/U pasien
-        Memasang O2

S : pasien mengatakan masih sulit bernafas
O:K/u Lemah
A:masalah belum teratasi
P: tindakan dianjutkan

S : pasien mengatakan masih sesak
O:K/u Lemah
A:masalah belum teratasi
P: tindakan dianjutkan

S:Pasien mengatakan kurang nafsu makan
O: makanan yang disediakn tidak dihabiskan
A: Masalah belum teratasi
P: tindakan dilanjutkan


Dx I





Dx II





Dx III
-       Observasi K/U pasien
-       Mengoptimalkan falan nafas
-       Berikan terapi nebolizer

-       Observasi K/U pasien
-       Memasang O2




-        Observasi K/U pasien
-       Kubutuhan nutrisi dapat terpenuhi
S : pasien mengatakan sesak sudah berkurang
O:K/u mulai membaik
A:masalah sebagian teratasi
P: tindakan dianjutkan

S : pasien mengatakan sesak sudah berkurang
O:K/u mulai membaik
A:masalah sebagian teratasi
P: tindakan dianjutkan

S:Pasien mengatakan sudah ada nafsu makan
O: makanan yang disediakn sedikit yang tersisa
A: Masalah sebagian teratasi
P: tindakan dilanjutkan














BAB IV
PEMBAHASAN

              Pada saat pemeriksaan awal pasien mengeluh susah bernafas, sesak, nafas cepat dan dalam. Sebelumnya pasien mengatakan seperti ada sesuatu di dalam nafasnya, pasien mengatak kurang nafsu makan. Us dengan BB 65 kg dan temparatur 36 “C mengatakan seperti ada sesuatu dalam dadanya, membuat sulit bernafas. Selama sakit pola makan dan minum berkurang, namun pola istirahat Us bertambah, hal ini wajar karena pasien mengalami penyumbatan oleh secret serta susah menelan yang mengakibatkan berkurangnya resapan nutrisi oleh badan.
             Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada
seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua.
             Berdasarkan diagnosa benar bahwa pasien mengalami penyakit paru Obstruksi Akut (PPOK/CODC) hal ini sesuai dengan teori yang telah di bahas dibelakang, bahwa penderita mengalami  sesak, susah bernafas, nafas cepat dan Gangguan pertukuran gas.
             Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya.
             Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang juga sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale.
            Penyakit ini juga sering juga disebut  penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow Limitation (CAL)” dan “Chronic Obstructive Lung Diseases (COLD)”atau dikenali sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
            Pengobatan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) lebih di utamakan memberikan beberapa modalitas terapi sesuai masing masing sesuai dengan klasifikasi (derajat) beratnya, antara lain Edukasi, Ventilasi Mekanik, Obat-obatan, Nutrisi, Oksigen dan Rehabilitasi.










BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK, bahasa Inggris: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) adalah penyakit paru kronik. PPOK ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.
Gangguan aliran udara di dalam saluran napas disebabkan proses inflamasi paru yang menyebabkan terjadinya kombinasi penyakit saluran napas kecil (small airway disease) dan destruksi parenkim (emfisema).
Gejala dan tanda PPOK, di antaranya adalah: sesak napas, batuk kronik, produksi sputum, dengan riwayat pajanan gas/prtikel berbahaya, disertai dengan pemeriksaan faal paru. Indikator diagnosis PPOK adalah penderita di atas usia 40 tahun, dengan sesak napas yang progresif, memburuk dengan aktivitas, persisten, batuk kronik, produksi sputum kronik, riwayat pajanan rokok, asap atau gas berbahaya di dalam lingkungan kerja atau rumah.
Untuk penatalaksanaan penderita PPOK perlu dilakukan penilaian awal yang teliti mengenai tingkat perjalanan penyakit, lamanya gejala, adanya gangguan faal obstruksi jalan nafas dan derajat obstruksi. Penatalaksanaan selalu mencakup suatu pengobatan yang terarah  dan rasional, bukan semata-mata pengobatan medika mentosa. Mengusahakan penghentian merokok harus diusahakan semaksimal mungkin dan secara terus-menerus.
Prinsip pengobatan terdiri dari usaha pencegahan, mobilisasi dahak yang lancar, memberantas infeksi yang ada, mengatasi obstruksi jalan nafas, mengatasi hipoksemia pada keadaan dengan gangguan faal yang berat, fisioterapi dan rehabilitasi dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang lama hidup.
5.2 Saran
a)      Bagi petugas kesehatan, kami selaku mahasiswa menghimbau kepada petugas kesehatan agar selalu menggunakan alat perlindungan diri agar terbebas dari segala macam kuman.
b)      Bagi kademik: supaya memaksimalkan pembelajaran teori-teori dasar Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) karena penaykit tersebut banyak dijumpai di Indonesia khususnya di Aceh sendiri.
c)      Bagi mahasiswa: hendaknya mahasiswa lebih memaksimalkan diri dalam mengimplimentasiakn antara teori-teori yang diperoleh di kampus dengan kenyataan yang terdapat di tempat praktek.
d)     Masyarakat, hendaknya masyarakat mampu menjaga kesehatan dengan pola hidup sehat dan berkualitas.


Daftar Pustaka

Asuhan keperrawatan pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik), www.pustakakedokteran.blog.com/ 02 Maret 2011

Evaria dkk, editor. MIMS Edisi Bahasa Indonesia, edisi 11. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer 2010

                    Berapakah Prevalensi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan Riwayat Merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan?, Skripsi S1 fak. Kedokteran,USU, 2008 hal.04

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik),Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia,  PDPI, Jakarta, 2003

Rachmatullah P, Poeger Tj. Olahraga Pada Penderita PPOM. Dalam: Patogenesis dan Pengelolaan Menyeluruh Penyakit Paru Obstruksi Menahun. Darmono S. Universitas Diponegoro, 1990

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik), Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, PDPI, Jakarta, 2003:07.

Sudoyo AW, dkk,editor. Buku Ajar  I lmu Penyakit Dalam Jilid III  EdisiI V  Jakarta : Balai Penerbit FK  UI, 2007

No comments:

Post a Comment