KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan limpah dan
karunia-Nya, penulisan hasil penelitian Karya Tulis Ilmiah ini dapat
diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK).
Pada
kesempatan ini, saya ingin mengucapkan jutaan terima kasih kepada dosen pembimbing,
yang telah bersedia membimbing dan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Saya juga ingin menyampaikan jutaan
terima kasih kepada staf-staf Rumah
Sakit Cut Mutia (RSCM) Buket Ratayang telah turut memberikan bimbingan dan
panduan dalam kegiatan ini.
Atas
keterbatasan waktu, Kami akui penulisan hasil penelitian ini masih banyak
terdapat kekurangan. Untuk itu saya sangat mengharapkan saran dan kritikan yang
membangun untuk penyempurnaan pada masa akan datang.
Kami
juga ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga kami yang
telah banyak memberi dorongan dan sokongan moral sewaktu menyiapkan penulisan
karya ilmiah ini. Akhir kata, kepada semua pihak yang telah turut membantu
dalam penulisan hasil penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung,
saya ucapkan terima kasih.
Buket
Rata, 03 Maret 2011
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Penyakit
Paru Obstruksi Kronis (PPOK), yang juga dikenali sebagai Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD), merupakan obstruksi saluran pernafasan yang
progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau
kedua-duanya.[1]
Menurut World Health Organization (WHO), PPOK bisa membunuh seorang
manusia setiap sepuluh detik (WHO, 2007), artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara
lambat dari tahun ke tahun. Dalam
perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut.[2]
Terdapat enam faktor risiko terjadinya
PPOK yaitu merokok, hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas,
pemaparan akibat kerja, polusi udara dan faktor genetik. Merokok dikatakan
sebagai faktor risiko utama terjadinya PPOK. turut menyatakan bahawa merokok
merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK.
Menurut
WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang bersaing dengan HIV/AIDS
untuk menempati tangga ke-4 atau ke-5 setelah penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran pernafasan (COPD
International, 2004). Laporan terbaru WHO menyatakan bahwa sebanyak 210 juta
manusia mengalami PPOK dan hampir 3 juta manusia meninggal akibat PPOK pada
tahun 2005 (WHO, 2007). Diperkirakan pada tahun 2030, PPOK akan menjadi
penyebab ke-3 kematian di seluruh dunia (WHO, 2008).[3]
Berbagai
faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain
faktor resiko yaitu factor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti
kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetic dan
perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi
komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan
penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Pada akhirnya faktor-faktor tersebut
membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan
PPOK perlu diperhatikan factor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK
menjadi lebih baik.[4]
1.2 Tujuan
Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara
pencegahan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD) dan mengetahui tanda-tanda
serta gejala yang timbul. Peneliti dapat menyimpulkan bahaya yang timbul karena
penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD) yang bertujuan mengurangi atau
menurunkan penderita penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD)
1.2.2 Tujuan Khusus:
a) Mengetahui tanda-tanda serta gejala awal yang timbul karena
penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD)
b) Mengetahui tata cara pemeriksaan secara rinci pada pasien yang
menderita penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD)
c) mampu memberikan pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit
Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD)
1.3 Manfaat
a)
Petugas Kesehatan
Menjadi panduan dan masukan dalam mengkaji dan
melakukan diagnosa pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD)
b)
Akademik
Sebagai bahan
informasi untuk pengembangan penelitian yang serupa dan berkelanjutan tentang
pelaksanaan surveilans epidemiologi.
c)
Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan
dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit paru
Obstruksi Kronis (PPOK/COPD).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi penyakit paru Obstruksi
Kronis (PPOK/COPD
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau juga dikenali
sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan obstruksi
saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel; terjadi bersamaan bronkitis
kronik, emfisema atau kedua-duanya[5].
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) bukanlah penyakit tunggal, tetapi
merupakan satu istilah yang merujuk kepada penyakit paru kronis yang mengakibatkan
gangguan pada sistem pernafasan.
Secara klinis, bronkitis kronik didefinisikan sebagai
manifestasi batuk kronik yang produktif selama 3 bulan sepanjang dua tahun
berturut-turut. Sementara emfisema didefinisikan sebagai pembesaran alveolus di
hujung terminal bronkiol yang permanen dan abnormal disertai dengan destruksi
pada dinding alveolus serta tanpa fibrosis yang jelas. The Global Initiative
for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) guidelines mendefinisikan PPOK
sebagai penyakit yang ditandai dengan gangguan pernafasan yang ireversibel,
progresif, dan berkaitan dengan respon inflamasi yang abnormal pada paru akibat
inhalasi partikel-partikel udara atau gas-gas yang berbahaya. [6]
Sementara menurut Affyarsyah Abidin, Faisal Yunus dan
Wiwien Heru Wiyono (2009),[7]
PPOK adalah penyakit paru kronik yang tidak sepenuhnya reversibel, progresif,
dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal terhadap partikel dan gas
yang berbahaya. Kata “progresif” disini berarti semakin memburuknya keadaan
seiring berjalannya waktu (National Heart Lung and Blood Institute, 2009).
2.2 Klasifikasi
Menurut Sudoyo AW, dkk[8],
PPOK dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Asma Bronkhiat K dikarakteristikkan oleh
konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhiat, hipersekreasi mukoid,
dan inflamasi,cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi.
2.
Bronchitis kronis : ditandai dengan batuk-batuk
hamper setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan
berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama dua tahun. Gejala
ini perlu dibedakan dari tuberculosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma
bronkhiat.
3.
Empisema : suatu perubahan anatomis paru-paru
yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal
bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.
2.3 Etiologi
Factor-faktor yang dapat
meningkatkan resiko munculnya panyakit Paru Obstruksi kronis (PPOK) adalah:
1.
kebiasaan merokok
2.
Reresponsif saluran pernafasan
3.
insfeksi saluran pernafasan
4.
Pemaparan akibat pekerjaan
5.
Polusi udara
6.
Faktor genetik[9]
1. Merokok
Pada tahun 1964,
penasihat Committee Surgeon General of the United States menyatakan
bahwa merokok merupakan faktor risiko utama mortalitas bronkitis kronik dan
emfisema. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam waktu satu detik setelah forced
expiratory maneuver (FEV 1), terjadi penurunan mendadak dalam volume
ekspirasi yang bergantung pada intensitas merokok. Hubungan antara penurunan
fungsi paru dengan intensitas merokok ini berkaitan dengan peningkatan kadar
prevalensi PPOK seiring dengan pertambahan umur.
Prevalansi merokok
yang tinggi di kalangan pria menjelaskan penyebab tingginya prevalensi PPOK
dikalangan pria. Sementara prevalensi PPOK dikalangan wanita semakin meningkat
akibat peningkatan jumlah wanita yang merokok dari tahun ke tahun.[10]
PPOK berkembang pada hampir 15% perokok. Umur pertama kali merokok, jumlah
batang rokok yang dihisap dalam setahun, serta status terbaru perokok
memprediksikan mortalitas akibat PPOK. Individu yang merokok mengalami
penurunan pada FEV1 dimana kira-kira hampir 90% perokok berisiko menderita PPOK
(Kamangar, 2010).
Second-hand smoker atau
perokok pasif berisiko untuk terkena infeksi sistem pernafasan, dan
gejala-gejala asma. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi paru[11].
Pemaparan asap rokok pada anak dengan ibu yang merokok menyebabkan penurunan
pertumbuhan paru anak. Ibu hamil yang terpapar dengan asap rokok juga dapat
menyebabkan penurunan fungsi dan perkembangan paru janin semasa gestasi.
2. Hiperesponsif saluran pernafasan
Menurut Dutch hypothesis, asma, bronkitis kronik, dan
emfisema adalah variasi penyakit yang hampir sama yang diakibatkan oleh faktor
genetik dan lingkungan. Sementara British hypothesis menyatakan bahwa
asma dan PPOK merupakan dua kondisi yang berbeda; asma diakibatkan reaksi
alergi sedangkan PPOK adalah proses inflamasi dan kerusakan yang terjadi akibat
merokok. Penelitian yang menilai hubungan tingkat respon saluran pernafasan
dengan penurunan fungsi paru membuktikan bahwa peningkatan respon saluran
pernafasan merupakan pengukur yang signifikan bagi penurunan fungsi paru.[12]
Meskipun begitu, hubungan hal ini dengan individu yang
merokok masih belum jelas. Hiperesponsif salur pernafasan ini bisa menjurus
kepada remodeling salur nafas yang menyebabkan terjadinya lebih banyak
obstruksi pada penderita PPOK.
3. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan adalah faktor risiko yang
berpotensi untuk perkembangan dan progresi PPOK pada orang dewasa. Dipercaya
bahwa infeksi salur nafas pada masa anak-anak juga berpotensi sebagai faktor
predisposisi perkembangan PPOK. Meskipun infeksi saluran nafas adalah penyebab
penting terjadinya eksaserbasi PPOK, hubungan infeksi saluran nafas dewasa dan
anak-anak dengan perkembangan PPOK masih belum bisa dibuktikan (Reily, Edwin,
Shapiro, 2008).
4. Pemaparan akibat pekerjaan
Peningkatan gejala gangguan saluran pernafasan dan obstruksi
saluran nafas juga bisa diakibatkan pemaparan terhadap abu dan debu selama
bekerja. Pekerjaan seperti melombong arang batu dan perusahaan penghasilan
tekstil daripada kapas berisiko untuk mengalami obstruksi saluran nafas. Pada
pekerja yang terpapar dengan kadmium pula, FEV 1, FEV 1/FVC, dan DLCO menurun
secara signifikan (FVC, force vital capacity; DLCO, carbon monoxide
diffusing capacity of lung).
Hal ini terjadi seiring dengan peningkatan kasus obstruksi
saluran nafas dan emfisema. Walaupun beberapa pekerjaan yang terpapar
dengan debu dan gas yang berbahaya berisiko untuk mendapat PPOK, efek yang
muncul adalah kurang jika dibandingkan dengan efek akibat merokok (Reily,
Edwin, Shapiro, 2008).
5. Polusi udara
Beberapa peneliti melaporkan peningkatan gejala gangguan
saluran pernafasan pada individu yang tinggal di kota daripada desa yang
berhubungan dengan polusi udara yang lebih tinggi di kota. Meskipun demikian,
hubungan polusi udara dengan terjadinya PPOK masih tidak bisa dibuktikan.
Pemaparan terus-menerus dengan asap hasil pembakaran biomass dikatakan
menjadi faktor risiko yang signifikan terjadinya PPOK pada kaum wanita di
beberapa negara. Meskipun begitu, polusi udara adalah faktor risiko yang kurang
penting berbanding merokok (Reily, Edwin, Shapiro, 2008).
6. Faktor genetik
Defisiensi α1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik
yang berisiko untuk terjadinya PPOK. Insidensi kasus PPOK yang disebabkan
defisiensi α1-antitripsin di Amerika Serikat adalah kurang daripada satu
peratus. α1-antitripsin merupakan inhibitor protease yang diproduksi di hati
dan bekerja menginhibisi neutrophil elastase di paru. Defisiensi
α1-antitripsin yang berat menyebabkan emfisema pada umur rata-rata 53 tahun
bagi bukan perokok dan 40 tahun bagi perokok (Kamangar, 2010).
2.4 Tanda dan Gejala
Berdasarkan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
Pedoman Praktis Diagnosis
danPenatalaksanaan di Indonesia, PDPI[13]
tanda dan gejala munculnya panyakit Paru Obstruksi kronis (PPOK) adalah
sebagai berikut :
1. Batuk
produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin
2. Batuk
kronik dan pembentukan sputum purelun dalam jumlah yang sangat banyak
3. Nafas
pendek dan cepat (takipnea)
4. Dispnea
5. Penurunan
berat badan dan kelemahan
6. Anoreksia
7. Hipoksia,
sesak dalam dada
8. Taki
kardia, berkeringat.
2.5 PATOFISIOLOGI
Pada
bronchitis kronik maupuu emfisema terjadi penyempitan saluran nafas.Penyempitan
ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak.
Pada bronchitis
kronik,saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih
sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi juga oleh
metaplasia sel goblet, saluran nafas besar juga menyempit karena
hipertrofi dan hiperplasia kelenjar
mukus.
Pada emfisema paru penyempitan saluran
nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. Pada orang normal sewaktu terjadi
ekspirasi maksimal,tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang ,sehingga
saluran-saluran pernafasan bagian bawah paru akan tertutup.
Pada penderita
bronchitis kronik dan emfisema, saluran-saluran pernafasan tersebut akan lebih
cepat dan lebih banyak tertutup. Akibat cepatnya saluran pernafasan tertutup
serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi tidak seimbang.
Tergantung dari kerusakannya dapat
terjadi alveoli dengan ventilasi kurang atau tidak ada, akan tetapi perfusi
baik ,sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak
sama dan merata , atau dapat dikatakan juga tidak ada keseimbangan antara
ventilasi dan perfusi di alveoli yang akhirnya menimbulkan hipoksia dan sesak
nafas.
Pada PPOK terutama karena emfisema dapat
terjadi kelainan kardiovaskuler, jantung menjadi kecil,ini disebabkan peningkatan
retrosternal air space.
a. Rehabilitasi;
b. Edukasi;
c. Berhenti
merokok;
d. Latihan Diagnosis dan Klasifikasi (Derajat) PPOK
Dalam mendiagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (foto toraks, spirometri dan lain-lain). Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis.
Dalam mendiagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (foto toraks, spirometri dan lain-lain). Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis.
Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat
menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat (PPOK ringan, sedang dan berat).
a ) Diagnosis PPOK Klinis ditegakkan apabila:
a ) Diagnosis PPOK Klinis ditegakkan apabila:
§ Anamnesis:
§ Ada
faktor risiko
ü Usia
(pertengahan)
ü Riwayat
pajanan
Ø Asap
rokok
Ø Polusi
udara
Ø Polusi
tempat kerja
b ) Gejala:
Gejala PPOK terutama berkaitan dengan
respirasi. Keluhan respirasiini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali
dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan.
Ø
Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang
timbul selama 3 bulan yang tidak
hilang dengan pengobatan yang diberikan.
hilang dengan pengobatan yang diberikan.
Ø
Berdahakkronik
Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus
tanpa disertai batuk.
Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus
tanpa disertai batuk.
Ø
Sesak nafas
terutama pada saat melakukan aktivitas Seringkali
pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat
sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.
2.7 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas
terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK
derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan
bentuk anatomi toraks.
terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK
derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan
bentuk anatomi toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
berikut:
Ø
Inspeksi
·
Bentuk dada: barrel
chest (dada seperti tong)
·
Terdapat cara bernapas purse lips breathing
(seperti orang meniup)
·
Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran)
otot bantu nafas
·
Pelebaran sela iga
·
Perkusi
·
Hipersonor
·
Auskultasi
·
Fremitus melemah,
·
Suara nafas vesikuler melemah atau normal
·
Ekspirasi memanjang
- Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
- Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
·
Ronki
2.8 Pemeriksaan
penunjang[15]
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara
lain :
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara
lain :
Ø
Radiologi (foto toraks)
a.
Spirometri
b.
Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia
menunjukkan telah
terjadi hipoksia kronik)
terjadi hipoksia kronik)
c.
Analisa gas darah
d.
Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan
antibiotik bila terjadi
eksaserbasi,Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.
eksaserbasi,Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.
Hasil pemeriksaan
radiologis dapat berupa kelainan :
- Paru hiperinflasi atau hiperlusen
- Diafragma mendatar
- Corakan bronkovaskuler meningkat
- Bulla
- Jantung pendulum
- Paru hiperinflasi atau hiperlusen
- Diafragma mendatar
- Corakan bronkovaskuler meningkat
- Bulla
- Jantung pendulum
2.9 Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK
Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan
Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) / Gold tahun 2005 sebagai
berikut :
A. PPOK Ringan
Ø Gejala
klinis:
ü Dengan
atau tanpa batuk
ü Dengan
atau tanpa produksi sputum
ü Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat
sesak 1
Spirometri:
- VEP1 • 80% prediksi (normal spirometri) atau
- VEP1 / KVP < 70%
Spirometri:
- VEP1 • 80% prediksi (normal spirometri) atau
- VEP1 / KVP < 70%
B. PPOK Sedang
Ø Gejala
klinis:
ü Dengan
atau tanpa batuk
ü Dengan
atau tanpa produksi sputum.
ü Sesak
napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70% atau
- 50% < VEP1 < 80% prediksi.
Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70% atau
- 50% < VEP1 < 80% prediksi.
C. PPOK Berat
Ø Gejala
klinis:
ü Sesak
napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.
ü Eksaserbasi
lebih sering terjadi
ü Disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70%,
- VEP1 < 30% prediksi atau
- VEP1 > 30% dengan gagal napas kronik
Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70%,
- VEP1 < 30% prediksi atau
- VEP1 > 30% dengan gagal napas kronik
ü Gagal
napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa
gas darah, dengan kriteria:
- Hipoksemia dengan normokapnia atau
- Hipoksemia dengan hiperkapnia
gas darah, dengan kriteria:
- Hipoksemia dengan normokapnia atau
- Hipoksemia dengan hiperkapnia
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PPOK dibedakan atas tatalaksana kronik dan tatalaksana eksaserbasi,
masing masing sesuai dengan klasifikasi (derajat) beratnya.
Secara umum tata laksana PPOK adalah sebagai berikut:
Secara umum tata laksana PPOK adalah sebagai berikut:
1. Pemberian obat obatan
a. Bronkodilator
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi
digunakan oral atau sistemik
b. Anti inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon
atau prednison. Untuk penggunaan jangka
panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Padaeksaserbasi dapat
digunakan dalam bentuk oral atau sistemik.
c. Antibiotik
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.
d. Mukolitik
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.
d. Mukolitik
Tidak diberikan secara rutin. Hanya
digunakan sebagai pengobatan
simtomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental.
simtomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental.
e. Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat
batuk yang sangat mengganggu.
Penggunaansecara rutin merupakan kontraindikasi
2. Pengobatan penunjang
a. fisik dan respirasi
b. Nutrisi
a. fisik dan respirasi
b. Nutrisi
3. Terapi oksigen
Harus berdasarkan analisa gas darah
baik pada penggunaan jangka panjang atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak
berhati hati dapat menyebabkan hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan
jangka panjang pada PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki kualitas hidup
4. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat. Ventilasi mekanik noninvasif digunakan di
ruang rawat atau di rumah sebagai perawatanlanjutan setelah eksaserbasi pada
PPOK berat
5. Operasi paru
Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi paru (masih dalam proses penelitian di negara maju)
6. Vaksinasi influenza
Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil. Vaksinasi
influenza diberikan pada:
a. Usia di atas 60 tahun
b. PPOK sedang dan berat
BAB III
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN (SOAP)
Tabel
1 Data
A.
Biodata
|
|||||||
Nama
: Mr. Us
Ttl : Ds. Peudari, 01-07-1940
Alamat
:
|
Umur
: 68 Tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
:
|
||||||
B.
Data Riwayat Masuk
|
|||||||
|
|
||||||
☺Keluhan Masuk Rumah sakit (Kel. Utama)
: Us mengeluh Sesak nafas
☺Riwayat Keluhan : PPOK
|
|||||||
C.
Obat/Pengobatan
(obat yang sudah didapat/digunakan saat
ini, sebelum dirumah sakit)
|
|||||||
D.
Riwayat Penyakit
☺
Pernafasan : Mr. Us merasa pernafasannya seperti Tersumbat.
|
|||||||
F.
Riwayat Penyakit Keluarga
☺ Os Mengatakan tidak terdapat anggota
keluarga yang lain yang menderita penyakit yang di alaminya
|
|||||||
G.
Alat Bantuan yang Digunakan Special
☺ O2
|
|||||||
H.
Riwayat Psikososial
|
|||||||
|
|
||||||
I.
Pengkajian Kulit
·
Warna : Pucat
Ø
Tampilan secara Umum :
- Klien berambut Hitam dengan kulit Kuning
Langsat
|
|||||||
Ø Pengkajian
Bahaya Tekanan “Resiko Dekubitus”
|
|||||||
Status
Mental
o sadar/siaga
|
Continence
(BAB/MIKSI)
o biasanyaterkontrol
|
Mobilitas
o sedikitterbatas
|
Aktivitas
o dapatberjalan
|
Nutrisi
o
baik
|
|||
K.
Cacatan Cerita (Narative Speaker)
☺Data
Subjektif: - Pasien mengatakan lemah
-
Pasien Menagatakan sesak
☺
Data Objektif : - K/U Lemah
-
pasien bertanya tentang penyebuhannya
|
|||||||
Pemeriksaan
Fisik
-
keadaan Umum
: Lemah
-
kulit :
Pucat
-
kepala : Simentris
-
mata :
Isokor
-
telinga : simentris
-
tenggorokan :
Normal
-
Torak : Simentris
-
Jantung : Normal
-
abdomen : simentris
-
Rektu : Normal
-
Genetalia : normal
|
|||||||
Pola
Kebiasaan/Gaya Hidup:
-
Merokok
-
kopi
Istirahat
-
waktu tidur siang : dari jam 13.00 s/d 14.00 Wib
-
waktu tidur malam: dari jam 22.30 s/d 05.00 Wib
|
|||||||
Penatalaksanaan
/ Terapi :
|
|||||||
Nama
obat :
Inf
: Naci / eminophilin
Inf
: - ranitidine
-
methilpret
-
cefotaxime
-
conbivent
oral
: laxadyn
|
Dosis
20
tetes/i
1
amp / 8 jam
/ 2 jam
1
gr / 12 jam
/ 8 jam
3x1
|
||||||
Tabel
1.2
Analisis
Data
|
|||
NO
|
Data
|
Masalah
|
Penyebab
|
1
|
Ds
:
-
Pasien mengeluh sesak
Do
:
-
Pasien tampak susah bernafas
-
Nafas cepat dan dalam
|
Tidak
efektifnya falan nafas
|
Obstruksi
falan
|
2
|
Ds
:
-
Pasien mengatakan seperti ada sesuatu di dalam
nafasnya
Do
:
- penyumbatan oleh secret
|
Gangguan
pertukuran gas
|
Penyumbatan
oleh lender atau secret
|
3
|
Ds
:
-
Pasien mengatak kurang nafsu makan
Do:
-
pasien nampak lemas
-
pasien nampak kurus
|
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan
|
Susah
menelan
|
Table
1.3
Tujuan
Asuhan Keperawatan
|
|||
Dx.
Keperawatan
|
Tujuan/Sasaran
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kebersihan
falan nafas tidak efektif b/d gangguan peningkatan produksi serta pakreasi
tertahan tebal dan kental
|
Tujuan
:
Ventilasi
/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan
KH:
Mempertahankan
falan nafas paten dan bunyi nafas bersih/jelas
|
Kaji
pasien untuk posisi yang nyaman misalnya peninggian kepala tempat tidur,
duduk dan sandaran tempat tidur
|
Peninggian
tempat tidur mempernudah pernafasan
|
Kerusakan
pertukaran gas terhadap gangguan suplai oksigen berkurang lobstuksi falan
nafas oleh secret
|
Tujuan:
Mempertahankan
tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh
KH;
-
Terapi O2 dan klien tidak mengalami sesak nafas
-
Pantau tanda-tanda vital
|
Berikan
terapi O2 menurut kebutuhan serta memonitoring pemberian.
|
Tarapi
O2 akan memeprmudah suplai O2 dan memperatahankan kebutuhan zat asam bagi
metabolisme tubuh
|
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d infake yang tidak adekuat
|
Tujuan:
-
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
KH:
-
Berat badan bertambah
-
Keadaan umum membaik
|
Jelaskan
kepada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
|
Peningkatan
pengetahuan klien dapat menaikkan partisipasi bagi klien dalam asuhan
keperawatan
|
Table
1.4
Cacatan
Perkembangan
|
||
Dx.
Kep
|
Implementasi
|
Evaluasi
(SOAP)
|
Dx
I
Dx
II
Dx
III
|
-
Observasi K/u Pasien
-
Mengoptimalkan falan nafas
-
Nebolizer
-
Observasi K/u Pasien
-
Memasang O2
-
Observasi K/u Pasien
-
kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
|
S
: pasien mengatakan sesak (data berdasarkan pengakuan Us)
O:
K/u lemah
A:
Masalah belum teratasi
P:
Tindakan dilanjutkan
S:Pasien
mengatakan masih sesak
O:
K/U lemah
A:
Masalah belum teratasi
P:
Tindakan dilanjutkan
S:Pasien
mengatakan kurang nafsu makan
O:
makanan yang disediakn tidak dihabiskan
A:
Masalah belum teratasi
P:
intervensi dilanjutkan
|
Dx
I
Dx
II
Dx
III
|
-
Observasi K/u Pasien
-
Mengoptimalkan falan nafas
-
Nebolizer
-
Observasi K/u
Pasien
-
Memasang O2
-
Observasi K/U pasien
-
Memasang O2
|
S
: pasien mengatakan masih sulit bernafas
O:K/u
Lemah
A:masalah
belum teratasi
P:
tindakan dianjutkan
S
: pasien mengatakan masih sesak
O:K/u
Lemah
A:masalah
belum teratasi
P:
tindakan dianjutkan
S:Pasien
mengatakan kurang nafsu makan
O:
makanan yang disediakn tidak dihabiskan
A:
Masalah belum teratasi
P:
tindakan dilanjutkan
|
Dx
I
Dx
II
Dx
III
|
-
Observasi K/U pasien
-
Mengoptimalkan falan nafas
-
Berikan terapi nebolizer
-
Observasi K/U pasien
-
Memasang O2
-
Observasi K/U
pasien
-
Kubutuhan nutrisi dapat terpenuhi
|
S
: pasien mengatakan sesak sudah berkurang
O:K/u
mulai membaik
A:masalah
sebagian teratasi
P:
tindakan dianjutkan
S
: pasien mengatakan sesak sudah berkurang
O:K/u
mulai membaik
A:masalah
sebagian teratasi
P:
tindakan dianjutkan
S:Pasien
mengatakan sudah ada nafsu makan
O:
makanan yang disediakn sedikit yang tersisa
A:
Masalah sebagian teratasi
P:
tindakan dilanjutkan
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada saat pemeriksaan awal
pasien mengeluh susah bernafas, sesak, nafas cepat dan dalam. Sebelumnya pasien
mengatakan seperti ada sesuatu di dalam nafasnya, pasien mengatak kurang nafsu
makan. Us dengan BB 65 kg dan temparatur 36 “C mengatakan seperti ada sesuatu
dalam dadanya, membuat sulit bernafas. Selama sakit pola makan dan minum
berkurang, namun pola istirahat Us bertambah, hal ini wajar karena pasien
mengalami penyumbatan oleh secret serta susah menelan yang mengakibatkan
berkurangnya resapan nutrisi oleh badan.
Dinyatakan PPOK (secara klinis)
apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan
faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama
pada saat melakukan aktivitas pada
seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua.
seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua.
Berdasarkan diagnosa benar bahwa
pasien mengalami penyakit paru Obstruksi Akut (PPOK/CODC) hal ini sesuai dengan
teori yang telah di bahas dibelakang, bahwa penderita mengalami sesak, susah bernafas, nafas cepat dan
Gangguan pertukuran gas.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran
nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat
progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau
gas yang beracun atau berbahaya.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang juga
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan
PPOK adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale.
Penyakit ini juga sering juga
disebut penyakit ini disebut dengan “Chronic Airflow
Limitation (CAL)” dan “Chronic Obstructive
Lung Diseases (COLD)”atau dikenali sebagai Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD).
Pengobatan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) lebih di utamakan
memberikan beberapa modalitas terapi sesuai masing masing sesuai dengan
klasifikasi (derajat) beratnya, antara lain Edukasi, Ventilasi Mekanik, Obat-obatan, Nutrisi, Oksigen dan Rehabilitasi.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK, bahasa Inggris: Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) adalah penyakit paru kronik. PPOK ditandai
dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses
inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan
gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab
utama PPOK adalah rokok,
asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.
Gangguan
aliran udara di dalam saluran napas disebabkan proses inflamasi paru yang
menyebabkan terjadinya kombinasi penyakit
saluran napas kecil (small airway disease) dan destruksi
parenkim (emfisema).
Gejala
dan tanda PPOK, di antaranya adalah: sesak napas, batuk kronik, produksi
sputum, dengan riwayat pajanan gas/prtikel berbahaya, disertai dengan
pemeriksaan faal paru. Indikator diagnosis PPOK adalah penderita di atas usia
40 tahun, dengan sesak napas yang progresif, memburuk dengan aktivitas,
persisten, batuk kronik, produksi sputum kronik, riwayat pajanan rokok, asap
atau gas berbahaya di dalam lingkungan kerja atau rumah.
Untuk penatalaksanaan penderita PPOK perlu
dilakukan penilaian awal yang teliti mengenai tingkat perjalanan penyakit,
lamanya gejala, adanya gangguan faal obstruksi jalan nafas dan derajat
obstruksi. Penatalaksanaan selalu mencakup suatu pengobatan yang terarah dan rasional, bukan semata-mata pengobatan
medika mentosa. Mengusahakan penghentian merokok harus diusahakan semaksimal
mungkin dan secara terus-menerus.
Prinsip pengobatan terdiri dari usaha
pencegahan, mobilisasi dahak yang lancar, memberantas infeksi yang ada,
mengatasi obstruksi jalan nafas, mengatasi hipoksemia pada keadaan dengan
gangguan faal yang berat, fisioterapi dan rehabilitasi dengan tujuan
memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang lama hidup.
5.2 Saran
a)
Bagi petugas
kesehatan, kami selaku mahasiswa menghimbau kepada petugas kesehatan agar
selalu menggunakan alat perlindungan diri agar terbebas dari segala macam
kuman.
b) Bagi kademik: supaya memaksimalkan
pembelajaran teori-teori dasar Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
karena penaykit tersebut banyak dijumpai di Indonesia khususnya di Aceh
sendiri.
c) Bagi mahasiswa: hendaknya mahasiswa lebih
memaksimalkan diri dalam mengimplimentasiakn antara teori-teori yang diperoleh
di kampus dengan kenyataan yang terdapat di tempat praktek.
d) Masyarakat,
hendaknya masyarakat mampu menjaga kesehatan dengan pola hidup sehat dan
berkualitas.
Daftar Pustaka
Asuhan keperrawatan pasien PPOK
(Penyakit Paru Obstruksi Kronik), www.pustakakedokteran.blog.com/ 02
Maret 2011
Evaria dkk, editor. MIMS Edisi Bahasa Indonesia,
edisi 11. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer
2010
Berapakah
Prevalensi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan Riwayat Merokok di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan?,
Skripsi S1 fak. Kedokteran,USU, 2008 hal.04
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik),Pedoman
Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, PDPI, Jakarta, 2003
Rachmatullah P, Poeger Tj. Olahraga Pada
Penderita PPOM. Dalam: Patogenesis dan Pengelolaan Menyeluruh Penyakit Paru
Obstruksi Menahun. Darmono S. Universitas Diponegoro, 1990
PPOK
(Penyakit Paru Obstruksi Kronik), Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan
di Indonesia, PDPI, Jakarta, 2003:07.
Sudoyo
AW, dkk,editor. Buku Ajar I lmu Penyakit Dalam
Jilid III EdisiI V Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2007
No comments:
Post a Comment