BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Energi surya menjadi salah satu
sumber pembangkit daya selain air, uap,angin,
biogas, batu bara, dan minyak bumi.Teknik pemanfaatan energi surya
mulai muncul pada tahun 1839, ditemukan oleh A.C. Becquerel.
Ia menggunakan kristal silikon untuk mengkonversi radiasi matahari,
namun sampai tahun 1955 metode itu belum banyak dikembangkan.
Selama kurun waktu lebih dari satu abad itu, sumber energi yang banyak
digunakan adalah minyak bumi dan batu bara.
Upaya pengembangan kembali cara
memanfaatkan energi surya baru muncul lagi pada tahun 1958.
Sel
silikon yang dipergunakan untuk mengubah energi surya menjadi sumber daya mulai
diperhitungkan sebagai metode baru, karena dapat digunakan sebagai sumber daya
bagi satelit angkasa luar. pembangunan berkelanjutan, serta
merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di
Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan
penduduk. Sedangkan, akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan
pra-syarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Energi Surya
Energi surya adalah energi yang
didapat dengan mengubah energi panas surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi
sumber daya dalam bentuk lain.
Untuk memenuhi kebutuhan energi
yang terus meningkat tersebut, dikembangkan berbagai energi alternatif, di
antaranya energi terbarukan. Potensi energi terbarukan, seperti: biomassa,
panas bumi, energi surya, energi air, energi angin dan energi samudera, sampai
saat ini belum banyak dimanfaatkan, padahal potensi energi terbarukan di
Indonesia sangatlah besar.Energi surya merupakan salah satu energi yang sedang
giat dikembangkan saat ini oleh Pemerintah Indonesia.
surya.
2.1.1
Sumber Energi
2.1.2
Bentuk
Energi
|
E in E out
E. Surya E. listik
2.1.3
Energi surya
Ø
Tidak memerlukan bahan bakar.
Ø
Ini tidak dipengaruhi oleh permintaan dan pasokan bahan bakar dan
karena itu tidak tunduk pada semakin harga bensin.
2.1.4
Penerapan
energi surya
Energi surya telah banyak diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa diantara aplikasi tersebut antara lain :
- Pencahayaan
bertenaga surya
- Pemanasan
bertenaga surya, untuk memanaskan air, memanaskan dan mendinginkan
ruangan,
- Desalinisasi
dan desinfektisasi
- Untuk
memasak, dengan menggunakan kompor tenaga surya
Silikon terdapat banyak di bumi. Ia
merupakan unsur kedua terbanyak di kulit bumi setelah oksigen. Terdapat di alam
dalam bentuk pasir silika atau yang dikenal juga degan quartz dengan rumus
kimia SiO2. Tanah dimana kita pijak pun mengandung silikon. Sebagai
contoh, di Indonesia penamnangan pasir silika ini dilakukan di Kalimantan
Tengah dan Jawa Tengah. Di pesisir pantai selatan Jawa juga diyakini memiliki
kandungan pasir silika. Silikon yang dipakai untuk keperluan semikonduktor dan
sel surya diambil dari hasil pemisahan Si dan O. Saat ini, penghasil silikon
terbesar di dunia ialah Cina, Amerika, Brazil, Norwegia dan Prancis. Cadangan
sumber daya silika dan ketersediaan tenaga listrik yang cukup besar menjadi
alasan mengapa negara-negara di atas memimpin dalam menghasilkan silikon.
2.2 Sel Surya
Sampai di sini, silikon sudah memiliki kemurnian yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan sel surya.
2.1.1
Silikon untuk sel surya
Sel surya dibuat dari silikon yang berbentuk bujur
sangkar pipih dengan ukuran 5 x 5 cm atau 10 x 10 cm persegi. Ketebalan silikon
ini sekitar 2 mm. Lempengan bujur sangkar pipih ini disebut dengan wafer
silikon untuk sel surya. Bentuk wafer silikon sel surya berbeda dengan wafer
silikon untuk semikonduktor lain (chip, prosesor komputer, RAM memori) yang
berbentuk bundar pipih meski memiliki ketebalan yang sama (lihat gambar bawah).
Gambar
4. Wafer silikon untuk keperluan elektronika (bundar pipih) dan sel surya
(persegi berwarna biru).
Pembuatan silikon polikristal pada intinya
sama dengan mengecor logam (lihat Gambar di bawah). Semiconductor grade
silicon dimasukkan ke dalam sebuah tungku atau tanur bersuhu tinggi hingga
melebur/meleleh. Leburan silikon ini akhirnya dimasukkan ke dalam cetakan cor
dan selanjutnya dibiarkan membeku. Persis seperti pengecoran besi, aluminium,
tembaga maupun logam lainnya. Silikon yang beku kemudian dipotong-potong
menjadi berukuran 5 x 5 atau 10 x 10 cm persegi dengan ketebalan kira-kira 2 mm
untuk digunakan sebagai sel surya. Proses pembuatan silikon polikristal dengan
cara ini merupakan proses yang paling banyak dilakukan karena sangat efektif
baik dari segi ekonomis maupun teknis.
Secara umum, proses pembuatan sel surya mulai dari dari silikon dapat
dilihat pada gambar di bawah ini. Proses
pembuatan sel surya sendiri telah
diterangkan sebelumnya.
Pada dasarnya, pembuatan sel surya tidak
ubahnya pembuatan microchip yang ada di dalam peralatan elektronika semisal
komputer, televisi maupun alat pemutar musik digital MP3. Banyak teknologi yang
dipakai oleh sel surya mengadopsi dan mengadaptasi teknologi pembuatan
microchip karena teknologi microchip sudah mapan jauh sebelum booming
sel surya yang baru muncul belakangan di akhir 1980-an.
Teknologi pembuatan microchip maupun sel
surya sama-sama bersandar pada konsep nanoteknologi. Yakni sebuah konsep
revolusioner dalam merekayasa perilaku dan fungsi sebuah sistem pada skala
molekul atau skala nanometer (berdimensi ukuran se-per-milyar meter). Sistem
yang dimaksud ini dapat berupa molekul-molekul, ikatan kimia, hingga atom-atom
yang menyusun sebuah produk. Yang direkayasa ialah perilaku atom atau
molekul-molekulnya tadi dengan jalan menyesuaikan kondisi pembuatan atau lingkungan
molekul atau atom yang dimaksud.
Gambar 1. Sebuah gambaran konsep
dari Nanoteknologi. Saking kecilnya produk nanoteknologi, hingga seekor semut
pun dapat turut membantu mengangkat sebuah microchip
2.1.2
Kerumitan Pembuatan Sel Surya
Kerumitan pembuatan sel surya
ada pada tahap pengecekan efisiensi sel yang baru dibuat. Memeriksa apakah sel
surya itu dapat berfungsi dengan baik dan dengan efisiensi yang baik
membutuhkan peralatan tersendiri dan tidak sembarangan untuk sekedar dirakit.
Peralatan ini mensimulasikan besarnya energi cahaya matahari dan harus
dikalibrasi dengan standar tertentu. Simulasi ini harus mendekati kondisi
sebenarnya penyinaran cahaya matahari. Alat yang dperlukan untuk ini ialah solar
simulator yakni alat yang mensimulasikan energi cahaya matahari dan
mengukur respon sel surya terhadap cahaya matahari yang akhirnya menghitung
efisiensi sel surya.
Gambar 5. (Atas)
Prinsip kerja sebuah Solar Simulator, (Bawah) Solar simulator yang dijual di
pasaran.
Untuk meniru energi yang dipancarkan oleh matahari, Solar
Simulator ini dilengkapi dengan lampu yang berisi gas Xenon yang mampu
memberikan kondisi yang nyaris persis sama dengan matahari. Sel surya yang
hendak diukur efisiensinya, diletakkan di bagian yang telah ditentukan. Hasil
akhir dari simulasi ini ialah berapa besar efisiensi dan daya yang mampu
dihasilkan oleh sebuah sel surya. Biasanya pengukuran ini dilakukan pada tahap
paling akhir pembuatan sel surya.
2.3 Teknologi Energi Surya Termal
Berbagai
teknologi pemanfaatan energi surya termal untuk aplikasi skala rendah
(temperatur kerja lebih kecil atau hingga 60 o C) dan skala menengah
(temperatur kerja antara 60 hingga 120 o C) telah dikuasai dari rancang-bangun,
konstruksi hingga manufakturnya secara nasional. Secara umum, teknologi surya termal yang kini
dapat dimanfaatkan termasuk dalam teknologi sederhana hingga madya. Beberapa
teknologi untuk aplikasi skala rendah dapat dibuat oleh bengkel pertukangan
kayu/besi biasa. Untuk aplikasi skala menengah dapat dilakukan oleh industri
manufaktur nasional.
Beberapa peralatan yang
telah dikuasai perancangan dan produksinya seperti sistem atau unit berikut:
Ø Pengering pasca panen
(berbagai jenis teknologi)
Ø Pemanas air domestic;
Ø Pemasak/oven
Ø Pompa air (dengan Siklus
Rankine dan fluida kerja Isopentane )
Ø Penyuling air ( Solar
Distilation/Still )
Ø Pendingin (radiatif,
absorpsi, evaporasi, termoelektrik, kompressip, tipe jet)
Ø Sterilisator surya
Ø Pembangkit listrik
dengan menggunakan konsentrator dan fluida kerja dengan titik didih rendah.
Untuk skala kecil dan teknologi yang sederhana,
kandungan lokal mencapai 100 %, sedangkan untuk sistem dengan skala industri
(menengah) dan menggunakan teknologi tinggi (seperti pemakaian Kolektor Tabung
Hampa atau Heat Pipe ), kandungan lokal minimal mencapai 50%.
2.3.1
Strategi Pengembangan Energi Surya Termal
Ø Strategi pengembangan
energi surya termal di Indonesia adalah sebagai berikut: Mengarahkan
pemanfaatan energi surya termal untuk kegiatan produktif, khususnya untuk
kegiatan agro industry
Ø Mendorong keterlibatan
swasta dalam pengembangan teknologi surya termal.
Ø Mendor ong terciptanya
sistem dan pola pendanaan yang efektif.
Ø Mendorong keterlibatan
dunia usaha untuk mengembangkan surya termal.
2.3.2
Program Pengembangan Energi Surya Termal
Program pengembangan energi surya termal di
Indonesia adalah sebagai berikut :
1.
Melakukan inventarisasi, identifikasi dan pemetaan potensi serta
aplikasi teknologi fototermik secara berkelanjutan.
2.
Melakukan diseminasi dan alih teknologi dari pihak pengembang
kepada pemakai (agro-industri, gedung komersial, dan lain-lain) dan produsen
nasional (manufaktur, bengkel mekanik, dan lain-lain) melalui forum komunikasi,
pendidikan dan pelatihan dan proyek-proyek percontohan.
3.
Melaksanakan standarisasi nasional komponen dan sistem teknologi
fototermik.
4.
Mengkaji skema pembiayaan dalam rangka pengembangan manufaktur
nasional.
5.
Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk berbagai
teknologi fototermik.
6.
Meningkatkan produksi lokal secara massal dan penjajagan untuk
kemungkinan ekspor.
7.
Pengembangan teknologi fototermik suhu tinggi, seperti:
pembangkitan listrik, mesin stirling , dan lain-lain.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Energi surya adalah energi yang
didapat dengan mengubah energi panas surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi
sumber daya dalam bentuk lain.
Silikon terdapat banyak di bumi. Ia
merupakan unsur kedua terbanyak di kulit bumi setelah oksigen.
Kerumitan
pembuatan sel surya ada pada tahap pengecekan efisiensi sel yang baru dibuat.
Berbagai
teknologi pemanfaatan energi surya termal untuk aplikasi skala rendah
(temperatur kerja lebih kecil atau hingga 60 o C) dan skala menengah
(temperatur kerja antara 60 hingga 120 o C) telah dikuasai dari rancang-bangun,
konstruksi hingga manufakturnya secara nasional.
Program
pengembangan energi surya termal di Indonesia adalah sebagai berikut :
1.
Melakukan inventarisasi, identifikasi dan pemetaan potensi serta
aplikasi teknologi fototermik secara berkelanjutan.
2.
Melakukan diseminasi dan alih teknologi dari pihak pengembang
kepada pemakai (agro-industri, gedung komersial, dan lain-lain) dan produsen
nasional (manufaktur, bengkel mekanik, dan lain-lain) melalui forum komunikasi,
pendidikan dan pelatihan dan proyek-proyek percontohan.
3.
Melaksanakan standarisasi nasional komponen dan sistem teknologi
fototermik.
4.
Mengkaji skema pembiayaan dalam rangka pengembangan manufaktur
nasional.
5.
Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk berbagai
teknologi fototermik.
Saya akan sangat mengesyorkan perkhidmatan pembiayaan meridian Le_ kepada sesiapa yang memerlukan bantuan kewangan dan mereka akan membuat anda berada di atas direktori tinggi untuk sebarang keperluan selanjutnya. Sekali lagi saya memuji diri anda dan kakitangan anda untuk perkhidmatan dan perkhidmatan pelanggan yang luar biasa, kerana ini merupakan aset yang hebat untuk syarikat anda dan pengalaman yang menyenangkan kepada pelanggan seperti saya sendiri. Mengharapkan anda semua yang terbaik untuk masa depan. Perkhidmatan pembiayaan meridian adalah cara terbaik untuk mendapatkan pinjaman mudah, di sini ada email..lfdsloans@lemeridianfds.com Atau bercakap dengan Encik Benjamin Pada WhatsApp Via_ 1-989-394-3740 Terima Kasih untuk membantu saya dengan pinjaman sekali lagi dengan sepenuh hati saya bersyukur selama-lamanya.
ReplyDelete