Monday, April 11, 2016

METODOLOGI PENELITIAN

 

METODOLOGI PENELITIAN


Pemilihan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di Gugus Kepulauan Seribu Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa pada kawasan Kepulauan Seribu dan sekiatarnya merupakan lokasi pengembangan marikultur dan kawasan ini telah terjadi konflik pemanfaatan. Adapun peta lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.

Waktu penelitian berlangsung dari bulan Desember 2002 sampai dengan Juli
2003 selama kurang lebih 7 bulan.

Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui wawancara dengan berpedoman pada kuisioner yang telah dipersiapkansebelumnya. Pengumpulan data primer dilakukan berdasarkan wawancara langsung dengan para pengambil keputusan/kebijakan yang berasal dari Lembaga/Instansi Pemerintah, Perguruan Tinggi, Tokoh Masyarakat dan Swasta/LSM. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari Dinas atau Instansi terkait serta dari pustaka yang relevan dengan penelitian. Data sekunder diperoleh dari lembaga-lembaga/Instansi yang terkait yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan, Kantor Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, Kantor Bappeda Propinsi DKI Jakarta, Bapedalda DKI Jakarta dan Dinas Pariwisata DKI Jakarta. Sedangkan lembaga di tingkat Kabupaten adalah Kantor Bupati Kepulauan Seribu serta jajaran dibawahnyaKepulauan Seribu, Camat Kepulauan Seribu Utara dan Selatan, Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Kelapa, Kelurahan Pulau Tidung, dan Kantor Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu di Pulau Pramuka.

Metode Pemilihan Responden
Pemilihan responden dalam AHP dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden adalah pelaku baik individu atau lembaga yang dianggap mengerti permasalahan yang terjadi dan mempunyai kemampuan dalam pembuatan kebijakan atau memberi masukan kepada para pengambil kebijakan yaitu Pemerintah, Non Pemerintah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat. Responden tersebut antara lain : Departemen Kelautan dan Perikanan, BAPPEDA, Kanwil/Dinas Perikanan dan Kelautan, BPPT, Bapedalda/BPLHD, lON LIPI, Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten, Dinas Pariwisata, Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Petani rumput laut/ikan kerapu, Pengusaha rumput laut/ikan kerapu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pemilik/Pengusaha Resort,Wisatawan, dan tokoh masyarakat.

Variabel yang diamati
Variabel yang diamati untuk mengetahui scenario yang optimal dalam penentuan kebijakan pengembangan marikultur adalah :

1) Manfaat (benefit) dan kerugian (cost) ekonomi bila Kepulauan Seribu dikelola menjadi kawasan pengembangan marikultur, kawasan konservasi dan kawasan pariwisata, dan kawasan marikultur yang memperhatikan pariwisata dan konservasi (Gabungan).

2) konservasi (Gabungan).

3) Manfaat (benefit) dan kerugian (cost) sosial bila Kepulauan Seribu dikelola menjadi kawasan pengembangan marikultur, kawasan konservasi dan kawasan pariwisata, dan kawasan marikultur yang memperhatikan pariwisata dan konservasi (Gabungan).
4) Tugas pokok dan fungsi serta kewenangan setiap Instansi/Lembaga Pemerintah serta Lembaga Non Pemerintah yang terkait dengan penelitian.

Analisis Data

Metode analisis data yang akan digunakan yaitu Proses Hierarki Analitik dalam kerangka manfaat dan biaya dengan analisis program Expert Choice yang merupakan Sofware komputer untuk menentukan pilihan-pilihan dalam pengambilan keputusan dengan multikriteria yang berdasarkan metodologi pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Saaty. Pendekatan AHP terhadap BCA yang sama-sama pendekatannya bertujuan untuk mendapatkan alokasi yang optimal dari pemanfaatan sumberdaya. Dalam BCA, pemilihan alternatif dengan menghitung ratio manfaat/biaya tertinggi, sedangkan dalam AHP, pemilihan alternatif dengan menangkap secara rasional persepsi orang, karena AHP mampu mengkonversi factor-faktor intangible (yang tidak terukur) kedalam aturan yang biasa sehingga dapat dibandingkan.

Menurut Mulyono (1998) dalam Suryanda A (2002) menjelaskan bahwa dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya adalah :

a. Decomposition, setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan dekomposisi yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsure-unsur, jika ingin mendapatkan hasil yang lebih akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsure-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingakatan persoalan tadi.
b. Comparative Judgement, prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil penilaian akan lebih baik jika disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparason.

c. Synthesis of Priority, dari setiap matriks pairwise comparason kemudian dicari eigen vector-nya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparason terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis diantara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda dengan bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui sintesis dinamakan priority setting.
d. Logical Consistency, konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokan sesuai dengan keseragaman dan relevansi, kedua adalah tingkat hubungan antara obyek didasarkan pada criteria tertentu.

Untuk menemukan solusi konflik kewenangan dilakukan dengan manganalisa fungsi dan wewenang melalui metode deskriptif kuantitatif dan Matrik Analisa Fungsi dan Wewenang (Sorensen et al, 1984), sedangkan dalam menganalisa strategi pengembangan kawasan Kepulauan Seribu digunakan metode KEKEPAN/SWOT (Rangkuti, 1999).

Proses Hierarki Analytik (PHA)
Metode analisis data yang digunakan adalah menggunakan Proses Hierarki Analytik (AHP), yaitu suatu pendekatan yang digunakan berdasarkan analisis kebijakan yang bertujuan untuk memecahkan konflik yang terjadi sehingga mendapatkan lokasi yang tepat dan optimal bagi pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan (susatainable). Dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi factor-faktor yang intangible (yang tidak terukur) kedalam ukuran yang biasa, sehingga dapat dibandingkan. Adapun tahapan/langkah-langkah dalam analisis data menurut Saaty (1993) dan Suryadi (1998) adalah sebagai berikut :

1) Identifikasi Sistem

Identikasi system dilakukan dengan cara mempelajari beberapa rujukan untuk memperkaya ide atau berdiskusi dengan para pakar atau orang yang menguasai permasalahan untuk mendapatkan konsep yang relevan dengan permasalahan dan mendifinisikan masalah serta mendapatkan solusi yang diinginkan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dengan menggunkan AHP dalam kerangka manfaat dan biaya. Pemecahan masalah dan solusi yang diinginkan yaitu mendapatkan skenario yang optimal dari pengembangan marikultur, maka untuk menyusun suatu analisis yang mengaplikasikan dua metode pendekatan tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu
factor-faktor yang mempengaruhi manfaat dan biaya dari pengembangan marikultur.

A. Manfaat/Keuntungan (Benefit)

- Manfaat ekonomi mempengaruhi keputusan akan pemilihan alternatif yang akan dikembangkan. Kriteria dari factor ini dijabarkan dalam kelompok manfaat ekonomi yang merupakan benefit yang akan didapatkan dari masing-masing alternatif pengembangan marikultur tersebut.

- Manfaat lingkungan. Dalam system ini mempunyai pengertian bahwa pengembangan marikultur dapat memberikan manfaat terhadap lingkunganyaitu dapat dijadikan sebagai media/tempat berlindung dan tempat mencari makan biota/ikan-ikan yang berasosiasi dengan rumput laut dan berfungsi sebagai pemecah gelombang/pelindung pantai dan sebagainya.

- Manfaat social, mempunyai pengertian sebagai manfaat yang diterima oleh masyarakat sebagai akibat pengembangan marikultur, adalah penyerapan tenaga kerja pada sector perikanan/sector pariwisata. Dengan produksi dan pemasaran komoditi marikultur yang diusahakan berjalan baik maka akan dapat merubah pola kehidupan masyarakat dan bila penataan pengembangan marikultur dilakukan dengan rapi dan baik maka akan memberikan pemandangan yang indah sehingga lokasi ini dapat dijadikan sebagai obyek wisata/tempat rekreasi. Berikut Tabel 25, 26, dan 27 biaya dan manfaat pengembangan.

B. Biaya/Kerugian (Cost)

- Biaya Ekonomi, adalah cost yang harus dikeluarkan selama operasional budidaya laut berlangsung yang meliputi modal awal, biaya operasi dan biaya pemeliharaan dan sebagainya.

- Biaya/Kerugian Lingkungan, adalah kerugian yang dialami lingkungan sebagai akibat pengembangan marikultur, antara lain ; terjadinya pencemaran, kerusakan karang dan sebagainya.

- Biaya/Kerugian Sosial, sebagai akibat pengembangan marikultur, dampaknya adalah terbatasnya lahan usaha yang diberikan dibanding dengan lahan usaha pariwisata dapat menimbulkan kecemburuan social antar sesama warga dengan stakeholders lainnya. Kemudian pengaruh pariwisata akan mengakibatkan berubahnya budaya hidup akibat dari masuknya orang luar dengan budaya yang berbeda sehingga terjadinya pergeseran nilai-nilai yang dianut penduduk setempat.

2) Penyusunan Hirarki

Dalam penyusunan hirarki atau struktur keputusan dilakukan dengan mengelompokan elemen-elemen system atau alternatif keputusan kedalam suatu abstraksi system hirarki keputusan.


3) Komparasi Berpasangan

Penentuan tingkat kepentingan pada setiap tingkat hirarki atas pendapat dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan (pairwise comparison). Teknik komparasi berpasangan yang digunakan dalam AHP dilakukan dengan cara membandingkan antara elemen satu dengan elemen yang lainnya dalam satu tingkat hirarki secara berpasangan sehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing-masing elemen. Penilaian dilakukan dengan memberikan bobot numeric pada setiap elemen yang dibandingkan dengan hasil wawancara langsung dengan responden. Responden bisa seorang ahli atau bukan, tetapi terlibat dan mengetahui permasalahan tersebut. Untuk mengkuantitatifkan data yang bersifat kualitatif tersebut digunakan Skala Banding secara Berpasangan




No comments:

Post a Comment