Monday, April 11, 2016

bahan makalah tentang politik

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Gerakan reformasi merupakan pengaruh yang dahsyat dalam membentuk kesadaran rakyat untuk lebih peduli terhadap integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disisi lain, menurut Wahyu Eko Setyawan dalam bukunya Dadang Juliantara “eophoria ini menimbulkan dampak tuntutan yang berlebihan terhadap kebebasan dalam berpartisipasi dengan “atas naman” rakyat, jika ini tidak mendapat perhatian yang serius, maka akan mudah terjebat dalam ruang “neo disintegrasi” yang berkedok ekonomi daerah”, (dadang juliantara, 2004: 27)
Diera reformasi dan otonomi daerah sekarang ini telah berjalan di Negara kita ini, diharapkan mampu memberikan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat di berbagai sektor kehidupan. Dengan adanya ekonomi dan desentralisasi kekuasaan dari pusat kepada daerah untuk mengelola maupun mengantur pemerintahan didaerahnya masing-masing, masyarakt setempat juga di harapkan dapat berperan aktif dalam pengelolaan daerahnya itu sendiri. Peran serta masyrakat setempat sangat berpengaruh sekali terhadap laju perkembangan daerah dan juga jalannya pemerintahan di tersebut.
Seperti yang tertuang dalam UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD) merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila, yang secara artificial dalam era reformasi ini telah mengalami pergeseran, baik dalam peran maupun fungsi eksekutif cukup dominan bahkan fungsi legeslatif pun diperankan oleh eksekutif. Seperti ditegaskan oleh Miriam Budiarto: “telah menjadi gejala umum bahwa titik berat dibidang legeslatif telah bergeser ketangan eksekutif”. (Miriam Budiarjo, 1994 : 299)
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah salah satu lembaga yang mewakili seluruh lapisan masyarakat dalam pemerintahan. Namun dalam realitanya selama ini, dalam menjalankan peran dan fungsi sebagai wakil rakyat belum bisa memberikan sumbangsih yang begitu maksimal terhadap kepentingan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat, dimana seringnya kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan/di putuskan oleh pemerintah sama sekali tidak memihak tehadap kepentingan masyarakat ataupun tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Menguatnya peran DPRD (lembaga legislatif) di era reformasi dan otonomi daerah saat ini, yang mana peran DPRD sebagai posisi sentral yang biasanya tercermin dalam doktrin kedaulatan rakyat di era otonomi daerah ini, merupakan fenomena yang cukup menarik. Tanggapan-tanggapan pesimis yang sebelumnya mengarah kepada institusi lembaga perwakilan ini kini menjadi pembahasan yang cukup menarik. Pergeseran akan peran dan fungsi lembaga legislatif di era otonomi daerah ini di tandai dengan penegasan akan peran tugas dan wewenang DPRD, yakin selain menyerap dan menyalurkan aspirasi masyarakat menjadi sebuah kebijakan pemerintah daerah juga melakukan fungsi pengawasan. Lebih tegas lagi dinyatakan dalam penjelsan umum UU No 32 Tahun 2004, bahwa DPRD harus menyatu dengan masyarakat daerah dan dipisahkan dari pemerintah derah.
Sampai beberapa waktu yang lalu , hak untuk berpartisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan, untuk memberikan suara atau untuk menduduki suatu jabatan pemerintah telah dibatasi hanya untuk sekelompok kecil orang yang berkuasa, kaya dan keturunan terpandang.
Salah satu tuntutan yang sering disuarakan di era reformasi dan otonomi daerah sampai sekarang ini adalah peran serta atau partisipasi masyarakat secara aktif dan nyata dalam menentukan kebijakan yang menyangkut hajat hidup masyarakat itu sendiri. Namun pasrtisipasi itu sendiri sering tidak mendapatkan makna dan arti sebenarnya. Seperti yang diungkapkan oleh Wahyu Kumorotomo :

“Realita politik menunjukkan, bahwa umumnya pejabat politik sudah merasa melaksanakan kewajibannya untuk merangsang partisipasi masyarakat jika para warga negara sudah mengikuti pemungutan suara dengan tertib, ikut menghadiri rapat umum, atau bersikap harmonis terhadap program-program yang direncakan”. (wahyu Kumorotomo, 1996 :112)

Keberadan lembaga perwakilan rakyat mengandung maksud bahwa rakyat diharapkan ikut berperan dalam penyelenggraraan pemerintahan daerah melalui para wakilnya yang berada di DPRD, lebih lanjut Azam Awang mengemukakan sebagai berikut :

“kedalam berperannya anggota DPRD untuk menyalurkan aspirasi menyarakat pada hakikat berkenan dengan masalah hubungan antara badan tersebut dengan anggota masyarakat yang diwakili mereka secara individu, berdasarkan kelompok maupun secara keseluruhan, sehingga secara principal setiap wakil wakil haruslah melihat dirinya sebagai mewakili warga negara yang berada di dalam batas ruang lingkup perwakilan secara keseluruhan”. (Azam Awang, 1991)

Dengan demikian kedudukan serta keberadaan lembaga perwakilan rakyat mengundang arti penting dalam memperhatikan kepentingan rakyat yang dirumuskan dalam suatu kebijakan pemerintah sehingga diharapkan timbulnya keterpaduan antara kebijakan yang dirumuskan dengan partisipasi masyarakat secara aktif, nayat dan bertangungjawab . seperti yang dirumuskan dalam UU No0. 32 Tahun 2004, dengan kata lain bahwa DPRD merupakan lembaga yang berperan sekaligus berfungsi sebagai agen perubahan sosial.
B.      Perumusan masalah.
Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dikatakan mengandung dua level yang berbeda. Yang pertama berada di level teoritik, sementara yang kedua lebih dekat kepada problem emperik, sehingga dengan demikian rumusan masalah dalam hal ini dimaksudnkan untuk menciptakan fakus persoalan agar kerangka pembahasan menjadi lebih fokus dan terarah.
Agar tidak membuat kajian menjadi ambivalens atau tidak mempuyai hasil yang jelas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah, Bagimana peran DPRD Kota Surabaya dalam membangun partisipasi melalui pola penyerapan aspirasi rakyat.

C.      Tujuan Penelitian
Kegiatan ini dilakukan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengethaui dan mendiskripsikan upaya DPRD Kota Surabaya sebgai lembaga Legislatif daerah dalam kaitannya membangun partisipasi melalui pola-pola penyerapan aspirasi masyarakat.


D.      Manfaat penelitian
Adapun mafaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
  1. Di Harapkan melalui penelitian ini, didapatkan gambaran secara utuh mengenai begimana peran dan fungsi DPRD khususnya DPRD Kota Surabaya dalam menyerap aspirasi dan juga dalam membangun partisipasi masyarakat.
  2. Juga diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi pengembangan konsep atau teori administrasi pada umumnya, dan pola-pola pemberdayaan serta partisipasi masyarakat pada khususnya.
  3. Di harapkan juga dapat ditemukan korelasi yang jelas antara penyerapan aspirasi dengan partisipasi masyarakat sehingga dapat di jadikan umpan balik bagi DPRD Kota Surabaya khususnya dalam merumuskan serta meningkatkan peran dan fungsinya terkait dengan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat.
  4. Merupakan upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan bagi peneliti khsusunya dan bagi masyarakat pada umumnya.


BAB II
KERANGKA DASAR TEORI

Sebuah teori dasarnya dapat di gunakan untuk menambah pengetahuan yang terkandung dalam sebuah  penelitian, disamping itu juga sebuah teori diperlukan agara penelitian mempuyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial and Error). Adapun teori ini merupakan sebuah ciri bahwa penelitian itu menggunakan cara ilmiah untuk mendapatkan data. Hoy dan Miskel, dalam bukunya Sugiyona (2005:55) mendifinisikan bahwa :

“Theory is set interraled conceps. Assumptions, and genelalizition that systematically describes and explains regularities in behavior ini organization ( teory adalah konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan prilaku dan berbagai organisasi). ( haoy dan Maskel, 1987 :2)

Oleh karena itu sebuah keharusan bagi peneliti menggunkana kajian teoritik untuk kemungkinan menjelaskan fenomena yang di bahas/yang di teliti.

A.      Pembagian kekuasaan menurut Undang-undang 1945.

Kekuasaan tertinggi Negara, yang biasa juga disebut kedaulatan berada di tangan Rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh masjles permusyawaratan rakyat. Di bawah kekuasaan tertinggi negara terdapat kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif.

a.       kekuasaan legislatif
Kekuasaan legislatif atau kekuasaan membentuk Undang-undang dilaksanakan oleh presiden dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat (Pasal 4 jo. Pasal 20 (4) UUD 1945) dalam perubahan III UUD 1945 yang di tetapkan pada tahun 2001 di adakan lembaga baru yang disebut dewan perwakilan daerah. Dewan ini merupakan salah satu unsur pelaksana legislatif terbatas pada hal-hal :

a)       Otonomi daerah
b)       hubungan pusat dengan daerah
c)       Pembentukan dan pemekaran serta pembangunan daerah
d)      Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya
e)       perimbangan keuangan pusat daerah
f)       memberikan pertimbangan kepada dewan perwakilan rakyat

b.       Kekuasan eksekutif

Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan penyelenggaraan pemerintah Negara yang dilaksanakan oleh presiden. Dalam menyelenggranakan tugasnya presiden di bantu oleh satu orang wakil presiden dan para menteri, presiden bersama para pembantunya di sebut pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat.



c.       Kekuasaan judikatif
kekuasaan judikatif tersebut juga kekuasaan kehakiman yang merdeka untu menyelenggrakan keadilan guna menegakkan hukum dan keadilan diselenggaran oleh mahkamah agung dan badan-badan peradilan yang berada dibawahnya.
B.      Penguatan masyarakat sipil.
Sebuah desentralisasi tidak hanya dipandang sebagai suatu upaya mengubah susunan kekuasaan, melaikan harus dilihat sebagai bagian dari upaya untuk mengubah pendekatan dan karakter dari kekuasaan. Desentralisasi yang hendak menekankan kepada pada tumbuhnya partisipasi masyarakat, dengan sendirinya menuntutu upaya yang lebih dari sekedar perubahan susunan kekuasaan . perubahan yang di maksud adalah suatu proses mentranformasikan susunan kekuasaan di daerah paska desentralisasi, sehingga mencerminkan watak kekuasaaan yang mengabdi pada mayarakat, dan bukan model lama yang menjadikan penguasa. Oleh karena itulah bebrapa perubahan sangat dibutuhkan.

Pertama, sebuah proses yang memastikan terjadinya tranformasi karakter pemerintah (daerah). Perubahan karakter ini harus dilakukan dengan beberapa langkah dimana kelembagaan akan diatur sesuai dengan kebutuhan, dan dalam proses penyusunan masyarakat dilibatkan secara penuh, suatu upaya untuk semaksimal mungkin mungkin melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan menggunkana paradikma partisipasi dalam menata ulang daerah, dan mendorong pembentukan parlemen daerah yang lebih mencerminkan keterwakilan rakyat.

Kedua. Sebuah proses yang memungkinkan bangkitnya partisipasi masyarakat, dan juga tumbuhnya kultur partisipasi, dalam pada itu diperlukan suatu dongkrak suatu dorongan yang memungkinkan masyarakat ambil bagian dalam proses penyelenggaraan pemerintah, pembuatan perda yang memberikan jaminan hukum bagi kegiatan partisipasi masyarakat merupakan salah satu jalan yang dapat ditempuh dan perkembangannya partisipasi, namun ruang politik yang lebih terbuka, diharapkan akan lebih memungkinkan bangkitnya partisipasi.
Hal ini memang sepenuhnya dapar menjawabnya tantangan untuk melakukan tranformasi penyelenggaraan pemerintahan didaerah, sehingga benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat. Langkah-langkah lain sangat diperlukan terutama dalam kerangka membangun kesadaran baru.dan juga membangun kesadaran kritis di  kalangan masyarakat. Proses ini sudah tentu tidak dapat menandalkan peran pemerintah. Memangn amat mustahil partisipasi didorong justru oleh kebijakan pemerintah. Yang di harap adalah perubahan kebijkana merupakan hasil dari partisipasi masyarakat. Pada ititk inilah diperlukan trobosan yang di aksdunkan mebuka pinti selebar mungkin bagi pengembangan kultur partisipasi dikalangan masyarakat.

Salah satu masyarakat penting dari proses penguatan masyarakat sipil, dan membangun kultur partisipasi adalah adanya peningkatan pemahaman mengenai nilai-nilai demokrasi dan pemahaman mengenai peran masyarakat sipil. Kita memang menghadapi kesulitan yang sangat besar. Kultur militeristik yang sudah berkembang di masyarakat menjadi kendala besar. Di masyarakat sudah berkembang suatu pandangan bahwa segala yang sesuatu yang berasal dari kalangan militer dianggap jauh akan lebih baik. Dalam masalah kepemimpinan misalnya seorang pemimpin yang berasal dari militer pasti dianggap lebih baik dari pemimpin sipil. Kalangan masyarakat sipil memangn perlu berbenah secara menyeluruh, pasrtai politik sebagai salah satu unsur pentong proses demokrasi, pada akhirnya membuahkan sikap anti organisasi di kalangan masyarakat. Sikap yang demikian ini sudah tentu amat merugikan, karena dengan sikap anti organisasi masyarakat sipiul akan kesulitan dalam melakukan konsolidasi, proses konsolidasi masyarakat sipil melalui pembangunan organisasi-organisasi rakyat sipil yang kuat. Akan menjadi bagian penting dalam memperkuat proses demokrasi dan khsusnya dalam memungkinkan terbangunnya kultur partisipasi.

C.      Pengertian lembaga legeslatif
Ramdhlon Naning (1982:2-3) memberikan pengertian tentang lembaga legeslatif sebagai berikut : lembaga legeslatif adalaha suatu badan yang berdasarkan sistem ketatanegaraan yang di jamin oleh konstitusi, dengan tugas pokok untuk membuat undang-undang. Dimana kemudian undang-undang yang dibuat oleh legeslatif ini, dilaksanakan oleh eksekutif dan bila terjadi pelanggaran dan penyalahgunaan dari undang-undang tersebut lalu di adili oleh yudikatif. Dewan perwakilan rakyat (parlemen) yang merupakan hakekat dan eksistensi dari lembaga legeslatif indonesia merupakan perncerminan dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat dapat dijamin kesinambungan dan kesetabilan.

D.      Kedudukan dan Fungsi DPRD dalam sistem pemerintahan Indonesia
Sudah seharusnya di dalam membahas masalah kedudukan dan fungs DPRD dalam sistem pemerintahan di Indonesia ini selalau menggunakan tolak ukur ideologi nasional dan konstitusi nasional. Agar kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh serta didalam upaya meningkatkan kemampuan DPRD dalam menjalankan fungsi-fungsi yang di emban tidak keluar dari relnya sistem demokrasi yang kita anut dan tatanan penyelenggaraan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang merupakan Negara kesatuan ini.
Dalam  pasal 40 UU no 32 tahun 2004 , disebutkan bahkwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagu unsur penyelenggara pemerintahan daerah, yang di maskud dengan lembaga pemerintah daerah adalah pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah yang berada di tingkatan daerah. Sedangkan pemerintah daerah terdiri atas daerah beserta perangkat daerah.
Disampaing itu dalam pasal 41 juga disebutkan dimana DPRD mempuyai fungsi legislatif, anggaran dan pengawasan. Adapun fungsi legislatif yang di maksud adalah fungsi DPRD untuk membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah, yang di maskudn fungsi legislatif dengan funfsi aggaran adalah fungsi DPRD bersama – sama dengan pemerintah daerah menyusun dan menetapkan APBD yang di dalamnya termasuk anggrana untuk pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPRD, sedangkan yang di maskudn dengan fungsi pengawasan adalah funfsi DPRD untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang- undang peraturan daerah dan keputusan kepala daerah serta kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

E.      Hubungan kemitraan antara badan legislatif dan eksekutif daerah.
Perkembangan dan perubahan lingkungan dalam kehidupan politik telah mewarnai sikap hubungan antar badan legislatif dan eksekutif dimasa lalu terhadap suatu asumsi bahwa keberadaan lembaga DPRD hanyalah sebatas sebagai bagian dari pemerintah daerah. Hal ini menimbulkan wacana bahwa eksistensi lembaga DPRD pada masa itu sebagai badan yang bersifat penunjang terhadap eksistensi kepala daerah.
Pembatasan kekuasaan dan kemwenangan pemerintah bbaik di tingkat pusat dan daerah, upaya memberikan kewenangan yang lebih besar terhadap lembaga DPR dan DPRD, sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan pancasila. Hal ini di tunjukan untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan dan keweanangan yang pada akhirnya menimbulkan dampak terjadinya sistem pemerintahan yang korup, dan penuh dengan KKN. Pemerintah yang bersih, transfaran dan akutabel akan mendapatkan kepercayaan yang lebih sejahtera . seperti yang dijelaskan dalam bukunya Miriam Budiarjo “ kepala daerah mempuyai kedududkan yang sama tinggi dengan DPRD” (Mirian Budiarjo : 1993 : 106). Dengan kedudukan yang sama tinggi itu do harapkan akan lebih mudah untuk menjalin kerjasama yang serasi dalam suasana kemitraan.
Dalam upaya menunjang sistem pemerintahan yang bersih dan bertangung jawab. Diberikan kebebasan keda warga negara untuk berperan serta dalam proses pembangunan nasional. Keberadaan lembaga-lembaga swadaya masyarakat, perlu di tumbuh kembangkan secara profesional yang etap menjaga nilai-nilai budaya bangsa indonesia yang di hadapakna pada dinamika perkembangan global yang sedang melanda negara dan bangsa dewasa ini.
Kondisi kemitraan badan legislatif daerah dan eksekutif daerah, dalam setiap dekade pemerintah senantiasa diwarnai dengan adanya pertentangan antara isu politik libral dan politik yang berdasarkan pada pemurnian pancasila dan UUD 1945. Lebih-lebih dewasa ini. Mencuat isu demokrasi HAM dan masalah lingkungan hidup amat mempengaruhi dan pembangunan sistem pemerintahan yang tepat representif yang mampu aspira demokrasi dan HAM dalam kontek dengan hak-hak DPRD yang bertuang UUD No 32 tahun 2004 dalam hubungan dengan eksekutif dapat ditangapi sebagi suatu proses belajar yang di harapkan dapat menjadi perubahan terhadap kinerja eksekutif untuk lebih tranparan, akutabel dan mendapat dukungan masyarakat melalui kinerja lembaga DPRD.
UU no 32 tahun 2004 memberikan amanah akan hak DPRD sebagai lembaga pengawasan politik atas pelaksanaan peraturan daerah, pelaksanaan keputusan kepala daerah, pelaksanaan SPBD, pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah, disampign memilik fungsi pengawasan politik tersebut, DPRD juga memiliki hak-hak sebagai suatu kelembagaan politik di daerah, antara lain :
-     Meminta pertangungjawaban kepala daerah
-     Meminta keterangan kepala pemerintah daerah, mengadakan penyidikan, menentukan SPBD dan sebagainya


Adanya kedua hak atas diharapkan akan terjadi perubahan yang lebih harmonis sehingga terbentuk kesejahteraan antara lembaga legislatif  dan lembaga eksekutif daerah dan dasar kemitraan. Perubahan ini tidak hanya menghasilakn suatu sistem hubungan kerja atas dasar kemitraan saja, namun lebih dari itu keberhasilan tugas pemerintah yang diemban oleh badan legelatif dan badan daerah, selain juga menyerap menampung, menghimpun dan menindak lanjuti aspirasi masyarakat.

Pengalaman yang kini berkembang memangn menunjukan dengan sangat jelas bahwa di kalangan birokrasi pemerintah lebih menunjukan wataknya yang menganggap bahwa otonomi daerah adalah pemerintah yang tidak terkait dengan posisi masyarakat daerah.

Konsep desntralisai , tidak hanya dapat di pandang sebagai suatu upaya mengubah susunan kekuasaan melainkan harus dilihat sebagai bagian dari upaya untuk mengubah pendekatan dan karakter dari sebuah kekuasaan. Desentralisasi yang hendak menekankan pada tumbuhnya partisipasi masyarakat. Dengan sendirinya menuntut upaya yang lebih dari sekedar perubahan susunan kekuasaan. Dimana timbul suatu proses mentransformasikan susunan kekukasaan di daerah paska desentralisasi, sehingga mencerminkan watak kekuasaan yang menggabdi pada masyarakat, dan bukan model lama yang menjadi pengusas.
Dalam upaya membangun peran serta masyarakat dan DPRD sebagimana yang di harapkan oleh UUD No 32 tahun 2004, maka diperlukan suatu proses pertukaran (tranformer) sosial yang benar. Upaya ini diharapkan dapat mempercepat proses demokrasi sehingga tercapai otonomi daerah yang mengandung makna kewenangan daerah otonomi untuk mengantur dan mengurus kepentingan masyrakat setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi dan partisipasi masyarakat.
Funsgi dan peran lembaga/badan legislatif daerahg yang paling esensial adalah fungsi legislatif fungsi anggran dan fungsi pengawasan. Sesuai dengan praktek dalam kehidupan demokrasi, keberadaan lembaga legislatif meiliki posisi sentral  yang mewakili rakyat dan mewakili berada kewenangan yang menyearakan aspirasi rakyat.  Sehingga memberikan kontrobusi dalam penetapan kebijakan politik pemerintah, dan pihak eksekutif hanya menjalankan terhadap kebijakan politik yang telah di tetapkan tersebut.
Sistem cheeks and balances antara kekuasaan badan eksekutif daerah dengan kekuasaan legislative daerah sangat di perlukan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan dimana sebuah korupsi hanya bias dihindari bilamana fungsi dan peran DPRD itu sendiri dapat berjalan secara efektif.
Dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat maka kewajiban DPRD adalah memperhatikan dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berbekal pada program pembangunan pemerintah dalam hal ini perjuangan untuk menampung aspirasi dan partisipasi rakyat sudah di patok untuk kepentingan program pembangunan pemerintah yang dalam prakteknya masih sering melanggar hak-hak asasi warga Negara.
Kedudukan DPRD dalam system desentralisasi sangat begitu menonjol dan menunjukkan karakter yang betul-betul dapat mengawasi jalanya pemerintahan dalam melakukan pembahasan tentang fungsi-fungsi, peran dan kedudukan DPRD ini harus dipahami apakah peran dan kedudukan itu bersifat sebagai anggota ataukah sebagai lembaga. Hal ini disebabkan peran dan kedudukan sebagai anggota, mempunyai konsekuensi hokum yang berbeda karena setiap anggota mempunyai peran dan kedudukan yang sama sebagai anggota dewan dan tidak secara otomatis bahwa pendapat lembaga DPRD merupakan pendapat masing-masing di DPRD.

G.      Definisi partisipasi atau peran serta
Sejalan dengan demokrasi politik  dan demokrasi Indonesia, pendekatan pembangunan yang sesuai adalah yang berorientasi dengan mengutamakan manusia, people oriented atau lebih dikenal dengan pendekatan pembangunan partisiatif.
Salah satu ciri  masyarakat yang sedang berkembang ialah adanya kesadaran berbangsa dan bernegara yang lebih meningkat. Indikator yang dapat dilihat dari kesadaran tersebut adalah partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan atau pemerintah. Pembangunan sebagai proses peningkatan kemampuan manusia untuk menentukan masa depannya mengandung arti bahwa masyarakat perlu dilibatkan dalam proses tersebut.
R. Tanenbaum dkk. Mendefinisikan partisipasi sebagai berikut yaitu :
“ Keterlibatan mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang mendorongya memberi sumbangan terhadap tujuan kelompok serta membagi tanggungjawab bersama “. (R. Tanenbaum dkk, 1992 : 52).

Dalam pembangunan partisipatif harkat dan martabat partisipasi pembangunan dihormati dan ditegakkan.  Menurut      Loekman Soetrisna (1995 : 221).  Ada dua jenis partisipasi yang berkembang dalam masyarakat yaitu :
“ Definisi pertama adalah definisi yang diberikan oleh para perencana pembangunan formal di Indonesia.   Definisi jenis ini mengartikan Partisipasi rakyat dalam pembangunan yang dirancang  dan ditentukan tujuanya oleh perencana, dalam hal ini pemerintah.  UKuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat diukur dengan kemauan rakyat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang atau tenaga dalam melaksanakan program pemerintah.
Definisi kedua, partisipasi masyarakat adalah  paretisipasi kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.  Menurut definisi ini ukuran tinggi rendahnya partisipasi masyarakat tidak hanya  diukur dengan kemauan rakyat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi dengan ada tidaknya hak masyarakat untuk ikut menentukan arah dan tujuan pembangunan pembangunan dan juga diukur ada tidaknya kemauan rakyat untuk secara mandiri untuk melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan “.

Petrus Djawabani dkk menjelaskan partisipasi adalah sebagai berikut : “ Partisipasi meliputi keseluruhan kontinuenya suatu keikutsertaan sejak dari imajinasi dan perencanaan sampai ke implementasinya “ (Petrus Djawabani dkk, 2001 : 47).

Partisipasi dalam arti ini menghormati harkat dan martabat partisipasinya, melibatkan mulai dari tingkat perencanaan  sampai tingkat implementasinya.  Partisipan pembangunan adalah subyek pembangunan, tidak ada yang menjadi obyek pembangunan, terhindar dari dominasi “ Elite Bias “.
Selama ini secara tradisional, partisipasi lebih di identifikasikan dengan perilaku yang bersifat partisan atau politik.  Partisipasi dalam hal ini dibagi menjadi tiga, yaitu :
  1.           Peran serta horizontal
Yaitu kegiatan politis yang melibatkan secara kolektif dalam upaya untuk mempengaruhi keputusan, seperti pemungutan suara, kampanye dan kegiatan kelompok kepentingan.

  1.           Peran serta Vertical.
Yaitu mencakup segala kesempatan ketika anggota masyarakat mengembangkan hubungan tertentu dengan kelompok elite atau pejabat dan hubungan itu menguntungkan bagi kedua belah pihak.
  1.           Peran serta Administratif.
Yaitu kegiatan kelompok tertentu untuk keputusan administrative atau pertukaran (exchange) tertentu antara patron dan klien, sebagai missal keputusan para petani untuk mengadopsi atau tidak mengadopsi suatu teknologi baru.
Partisipasi dalam pembuatan keputusan adalah partisipasi dengan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapat dan partisipasinya dalam menilai suatu rencana yang akan ditetapkan.  Masyarakat juga diberi kesempatan untuk menimbang suatu keputusan yang akan diambil.  Selain itu partisipasi dalam pembuatan keputusan juga adalah proses dimana prioritas-prioritas rencana dipilih untuk dituangkan dalam program pembangunan itu sendiri, sehingga dengan mengikuti sertakan masyarakat serta tidak langsung mereka telah mengalami pendidikan dalam menentukan masa depanya secara demokratis.
Sedangkan partisipasi dalam pelaksanaan program adalah partisipasi dengan mengikut sertakan  masyarakat dalam kegiatan operasional berdasarkan rencana yang telah disepakati bersama.  Partisipasi dalam mengevaluasi dan mengawasi pembangunan adalah dimana masyarakat dapat ikut serta dalam menilai serta mengawasi kegiatan pembangunan dan memelihara hasil-hasil yang telah dicapai.  Partisipasi ini merupakan bagian dari social control.
Dalam kaitannya penyelenggaraan pemerintah daerah, partisipasi diabaikan dalam kontek social culture yang ada dan diletakkan dalam suatu tujuan yang lebih jelas.  Partisipasi tidak mengabdi pada partisipasi, partisipasi memilii maksud dasar menjadi suatu instrument yang memberikan peluang yang besar bagi masyarakat untu dapat berkembang sesuai dengan potensinya, teribat aktif dalam penyelenggaraan pemerintah, sehingga pihaknya dapat menikmati manfaat dari kebijakan yang dibuat oleh pihak pemerintah. Oleh karenanya pengembangan partisipasi hendaknya tidak mengubah karakter dasar dari relasi dalam komunitas masyarakat.
Dari uraian di atas, maka dalam hal ini DPRD sesungguhnya merupakan lembaga yang paling tepat dalam mewujudkan terciptanya pranata social yang berorientasi pada peningkatan partisipasi masyarakat.

  1. H.      Partisipasi dan proses pembuatan keputusan atasu kebijaksanaan.
Salah satu unsure penting dalam gagasan desentraslisasi adalah adanya keinginan yang kuat agar proses pembangunan dimasa depan, benar-benar bertumpu pada kepentingan rakyat banyak, terutama yang ada di daerah-daerah.  UU No. 32 Tahun 2004, disebutkan tugas, hak dan kewenangan DPRD secara formal mendapat porsi yang cukup luas.  DEngan demikian, secara teoritis DRPD dapat berperan cukup luas dan penting dalam mengemban tugas-tugasnya sebagai wakil rakyat. Namun demikian DPRD yang bekerja dalam lingkup suatu sistem politik untuk dapat mengutamakan atau memberikan suatu hasil yang maksimal yang berupa suatu keputusan atau kebijaksanaan yang memihak pada kepentingan rakyat maka sangat memerlukan input yang meliputi partisipasi atau aspirasi dan dukungan semua elemen masyarakat.
Dalam salah satu bukunya Solichin Abdul Wahab (1992 : 3) Carl Friederich memberikan definisi atau makna kebijaksanaan sebagai berikut :
“ Suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau wewujudkan sasaran yang diinginkan ”.

Sedangkan W.I. Jankins mendefinisikan kebijaksanaan sebagai berikut :
“  Sedangkan keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seseorang atau sekelompok aktor politik berkenaan  dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batasan kewenangan kekuasaan dari para actor tersebut “.

Kebijakan pemerintah merupakan suatu tindakan yang bertujaun untuk memberikan suatu kesepakatan antara pemberi dan penerima kebijakan tersebut.  Banyak hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan suatu kebijaksanaan diantaranya yaitu menselaraskan antara pemberi dan penerima apakah dalam kebijakan itu saling menguntungkan atau malah sebaliknya, maka dari itu pembuatan keputusan sebaiknya disesuaikan dengan aspirasi dan juga partisipasi dari berbagai pihak.
Proses pengambilan suatu keputusan hendaknya menyesuaikan aspirasi, juga sarana yang tersedia dan mengakomodasikan berbagai tujuan serta aspirasi yang berbeda yang satu dengan yang lainya.  Dengan demikian keputusan yang diambil nantinya dapat memberikan efek yang positif bagi seluruh lapisan masyarakat.  Partisipasi yang berupa aspirasi dari berbagai pihak dapat dijadikan sebuah pertimbangan bagi seorang pengambil keputusan untuk memutuskan sebuah keputusan.
Kearifan dalam merespon dinamika perubahan sosial merupakan landasan bagi pemerintah guna menjalankan amanat rakyat melalui kebijakan-kebijakan yang berfokus pada rakyat. Untuk itu kapasitas lembaga-lembaga pemerintahan perlu ditingkatkan untu mendorong terwujudnya civil society yang utuh dan otonom pada masyarakat.
Dari konsepsi-konsepsi politik dan kedudukan serta fungsi dan hak-hak DPRD seperti diatas maka dapat digambarkan dalam skematis alur atau proses pembuatan keputusan yang nantinya dapat semakin memperjelas kerangka dari substansi penulisan skripsi ini.
Gambar : 1
Siklus tuntutan dan dukungan dalam perumusan kebijakan
Sumber : Gabriel A. Almond dalam Muchtar Mas’oed 1984 : 10
Kemudian dijelaskan bahwa informasi-informasi yang berbentuk tuntutan maupun dukungan masuk kedalam proses pembuatan keputusan atau kebijaksanaan, kemudian setelah diproses maka keluarlah keputusan atau kebijaksanaan yang merupakan output yang kemudian di komunikasikan kepada lingkungan masyarakat sebagai umpan balik untuk memperoleh input kembali.

BAB III
METODE PENELITIAN
              Sebagaimana lazimnya, bahwa penulisan proposal penelitian atau karya ilmiah, diperlukan data atau fakta yang nantinya akan menjadi bahan pendukungnya.  Oleh karena itu diperlukan suatu metode tertentu sehingga hasilnya lebih obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan.

A.      Jenis penelitian.
Penelitian ini pada dasarnya menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitas, metode ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara riil mengenai situasi tertentu atau keterkaitan hubungan antara berbagai fenomena secara actual dan teratur.  Seperti dikemukakan oleh Sugiyono (2005 : 180) dengan mengutip pendapat Nasution bahwa penelitian kualitatif pada hahekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.
Sedangkan penelitian deskriptif menurut Moh. Nazir (1988 : 63) yang dikutip oleh Sugiyono (2005 : 345), yaitu suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu obyek, suatu situasi kondisi, suatu system pemikiran, atau kelas peristiwa pada masa sekarang.  Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untu membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, siat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.  Dalam data kualitatif dapat diperoleh kejelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat dan kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat.

B.          Fookus penelitian.
Fokus penelitian merupakan suatu batasan-batasan yang digunakan dalam sebuah penelitian yang berfungsi untuk menjaga agar penelitian tetap pada jalur yang telah di tentukan  dan tidak menyimpang dari pokok bahasan yang akan diteliti.
Adapun yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah  studi tentang DPRD Kota Surabaya dalam membangun partisipasi masyarakat melalui pola-pola penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan dengan :
  1. Secara formal / terstruktur.
  2. Secara informa / tidak terstruktur.
Penelitian dilakukan terhadap fungsi-fungsi yang ada di DPRD  yang meliputi :
  1. Fungsi anggaran.
  2. Fungsi legislasi.
  3. Fungsi pengawasan.



C.      Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling.
1.       Populasi dan informasi.
Populasi secara umum merupakan suatu pengambilan data atau data dari wilayah tertentu yang mempunyai kualitas karakteristik tertentu.  Menurut Sugiyono (2005 : 49) dengan mengutip pendapat Spadley bahwa populasi itu lebih dikenal dengan “ socisl situation “ yang terdiri dari tiga elemen yaitu : Tempat (place), pelaku (actor) dan Aktifitas (Activity) yang berinteraksi secara sinergis.
Berdasarkan pengertian di atas maka dalam situasi sosial itu ada tempat sebagai lokasi dimana penelitian itu diadakan, ada pelaku yang merupakan bagian dari organisasi dimana mereka bekerja dan aktivitas yang menandakan bahwa mereka para pelaku mengerjakan apa-apa yang menjadi tugas mereka.  Berdasarkan hal tersebut penulis akan mengambil atau menentukan populasi penelitian ini berjumlah 55 orang pada kantor DPRD Surabaya, yang terdiri dari :
  • Ketua DPRD kota Surabaya                      : 1 orang
  • Wakil Ketua DPRD kota Surabaya            : 2 orang
  • Komisi A                                       : 10 orang
  • Komisi B                                       : 11 orang
  • Komisi C                                       : 11 orang
  • Komisi D                                       : 10 orang
  • Staf Dewan                                             : 10 orang
  1. 2.       Sampel dan tehnik sampling.            
Dalam penelitian kualitatif, sampel data dipilih secara non probability sampling yaitu tehnik pengambilan sample tidak member peluang / kesempatan sama bagi setiap  unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Sampel data yang terkait dengan penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling yaitu tehnik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, hal ini diharapkan akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi yang di teliti.
Tehnik sampling adalah merupakan tehnik pengambilan sampel dari populasi. Adapun tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu tehnik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.  Bahkan dalam pengumpulan data pilihan sampel dengan pertimbangan tertentu.  Bahkan dalam pengumpulan data pilihan sampel dapat berkembang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan penulis dalam memperoleh data yang akurat, dimana sampel ditetapkan di lakukan secara sengaja, dengan mempertimbangkan bahwa orang atau responden yang dipilih oleh peneliti dapat memberikan informasi yang ditujukan sesuai dengan masalah penelitian.  Adapun sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah  berjumlah 8 orang, yang terdiri dari 1 orang ketua DPRD, 1 orang wakil ketua DPRD, masing-masing komisi 1 orang dan dari staf dewan 2 orang.
D.      Tehnik pengumpulan data.
Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode-metode sebagai berikut :
  1. 1.    Studi pustaka
Studi pustaka ini bertujuan untu memperoleh informasi mengenai teori-teori dengan mempelajari buku-buku, perundang-undangan dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

  1. 2.    Studi lapangan
Yaitu pengamatan dengan mengikuti kegiatan secara langsung.  Dalam hal ini mengikuti kegiatan yang ada, baik itu rapat kerja komisi, kunjungan kerja, sidang pleno terbuka dan kegiatan-kegiatan yang lain.
a)    Observasi / pengamatan.
Pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian melalui panca indra.
b)   Wawancara / interview
Tehnik pengumpulan data dengan cara melakukan Tanya jawab atau percakapan secara langsung pada pihak yang terkait dengan obyek yang diteliti.
c)    Dokumentasi
Pengumpulan data dengan cara mengumpulkan, mencatat ataupun mempelajari dokumen-dokumen / arsip-arsip yang ada, yang terkait dengan penelitian.
  1. E.  Analisa data
Analisa data ini dilakukan setelah data-data yang diperoleh terkumpul. Dalam hal ini analisa data yang dilakukan menggunakan deskriptif kualitatif, menurut Sugiyono (2005 : 91 – 101) denga mengutip pendapat Miles dan Huberman (1984), analisa data ini terdiri dari :
  1. Data reduction (Reduksi data)
Proses pemilihan atau mereduksi data yang berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,  memfokuskan pada hal-hal yang penting yang di dapat dari lokasi penelitian.

  1. Data display (Penyajian data)
Penyajian data bias dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan dan hubungan antar kategori.  Dalam arti pengorganisasian data menjadi sekumpulan informasi yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
  1. Verifikasi (Menarik kesimpulan).
Kegiatan untuk menyimpulkan catatan-catatan dilapangan dimana kesimpulan awal yang di kemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Gambar  : 2
Analisa Data menurut Miles dan Huberman




  1. F.  Lokasi penelitian.
Adapun lokasi dari penelitian ini adalah DPRD Kota Surabaya.  Sedangkan dasar pemikiran mengapa lokasi penelitian mengambil DPRD Kota Surabaya sebagai lokasi penelitian yaitu kurangnya (belum adanya) penelitian yang berkaitan dengan judul tersebut di atas (sumber data diperoleh dari secretariat DPRD Kota Surabaya), selain itu juga karena semangat penyusun sendiri dalam upaya memberikan kontribusi pemikiran bagi institusi tersebut guna peningkatan kinerjanya (peran dan fungsinya) terutama sebagai wujud pelaksanaan tugas dan kewenangannya dalam era otonomi daerah.
BAB IV
HASIL PENILITIAN DAN PEMBAHASAN

A.      HASIL PENELITIAN
          1.       Gambaran umum Kota Surabaya
Sebagai di ketahui bahwa Kota Surabaya berada di daerah pesisir utara Propinsi Jwa timur. Secara astronomi letak diantara 070-120 -070-210 lintang selatan dan 1120-36 – 112540   Bujur timur dengan batas waliyaha sebelah utara selat madura sebelah selatan kab. Sidoarjo sebelah barat kab. Gersik.
Luas wilayah kota Surabaya 326,36 Km2 terdiri dari dataran rendah antara 3-6 m diatas permukaan laut dan daerah terbukti bagian selatan dengan ketingian 20-30 m diatas permukaan laut.

Kota Surabaya terbagi menjadi 31 kec. Dan jumlah 163 keluarahan dengan jumlah penduduk sampai dengan tahun 2006 mencapai 2.484.583 jiwa. Dengan luas wilayah, maka kepadatana penduduk rata-rata adalah 7.613 jiwa per km2. Jumlah ini terbagi di 31 kecamatan sesuai dengan tabel di bawah ini :
Tabel I
Jumlah penduduk menurut umur jelas kelamin
No
Kecamatan
Laki-laki
Perempuan
jumlah
1
Genteng
10.833
11.174
32.007
2
Bubutan
11.690
11.716
33.406
3
Tegalsari
122.898
123.271
256.169
4
Tambaksari
25.977
26.228
162.205
5
Gubeng
123.062
23.243
156.305
6
Krembangan
76.202
26.236
52.438
7
Semampir
131.738
30.210
161.948
8
Pabean cantikan
125.445
132.663
164.923
9
Wonokromo
44.879
45.092
151.307
10
Sawahan
27.056
27.157
89.968
11
simokerto
27.056
27.157
54.215
12
Tandes
28.291
28.109
56.400
13
Karangpilang
34.051
33.947
67.998
14
Wonocolo
121.496
121.618
243.114
15
Rungkut
152.769
113.071
256.840
16
Sukolilo
123.514
23.889
47.403
17
Kenjeran
23.983
24.889
48.265
18
Benowo
22.183
24.282
44.375
19
Lakarsantri
127.248
22.191
114.498
20
Mulyorejo
118.495
27.250
246.887
21
Tengilis menjoyo
24.170
118.392
158.250
22
Gunung anyar
27.477
24.080
55.066
23
Jambagan
121.930
27.589
144.069
24
Gayungan
123.460
127.022
254.482
25
Wiyung
22.643
22.808
45.451
26
Dukuh pakis
44.910
44.788
89.698
27
Asem rowo
33.340
33.106
66.446
28
Suko manungga;
123.514
121.618
244.132
29
Bulak
32.260
27.580
59.840
30
Pakal
76.202
45.092
121.294
31
Sambi kerep
121.456
123.175
244.591


1.437.682
1.424.246
2.86.928
Sumber : kantor catatan sipil dan kependudukan Kota Surabaya

Berdasarkan data tabel diatas jumlah penduduk laki-laki lebih bayak dibandingkan jumlah penduduk perempuan dilihat dari kepadatatn penduduk kota Surabaya tertinggi terjadi di kecamatan Rungkut, sedangkan yang terendah di Kecamatan Genteng.


2.       Lokasi penelitian (DPRD Kota Surabaya)
Dewan perwakilan Rakyat Daerah 9DPRD) Kota Surabaya berkantor di Jl. Yosudarso 18.22 No 1 Surabaya. Dari hasil pemilihan umum tahun 2009 kota Surabaya masa Bhakti 2009 – 2014 sebanyak 50 orang yang terdiri dari 3 orang anggota partai Gerakan Indonesia raya ( Gerindra), 5 orang anggota Partai keadilan Sosial (PKS), 2 orang anggota Partai Amanat Nasional (PAN) 5 orang anggota partai kebangkitan Bangsa (PKB), 5 orang anggota Partai Golongan Karya (Golkar0, 1 orang anggota Partai Persatuan pembangunan (PPP), 4 orang anggota Partai Damai Sejahtera (PDS), 8 orang anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) 16 orang anggota Partai Demokrat (PD) dan 1 orang anggota partai kebangkitan bangsa Nasional Ulama (PKNU) dari 50 orang tersebut di bagi menjadi 4 komisi.

Terhadap Pasal 301  Ayat (10) dan Pasal 352 Ayat (10)  UU No. 27 Tahun 2009 yang menyatakan Sekretariat DPRD provinsi/kabupaten/kota menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi sesuai dengan kebutuhan dan dengan memperhatikan kemampuan APBD,alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat daerah Kota Surabaya terdiri dari :
a.       Pimpinan.
Yakni ketua dan wakil ketua DPRD, yang merupakan kesatuan yang bersifat kolektif dan tidak merupakan wakil dari Fraksi


b.       Penitia Musyawaroh.
Yang mempuyai tugas utama memberikan pertimbangan atau saran kepada pimpinan tentang penetapan program kerja DPRD dan pelaksanaannya baik diminta ataupun tidak
c.       komisi
yang mempuyai tugas utama melakukan pembahsan terhadap rancngan peraturan daerah dan racnangan keputusan DPRD serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang komisi masing-masing
d.       Badan kehormatan
merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap di bentuk oleh DPRD dalam rapat paripurna DPRD. Tata cara pembentukan penetapan jumlah anggota, tugas dan wewenang , hak dan kewajiban badan kehormatan di tetapkan tersendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan.
e.       Panitia anggaran
yang mempuyau tugas utama memberi saran dan pendapat kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dana belanja daerah, perubahannya dan perhitungannya.
f.       Alat kelengkapan lain
yanksi alat kelengkapan Dewan Perwakilan rakyat Daerah yang bersifat tidak tetap.

Sedangkan pembagian serta perbandingan Komisi – Komisi sesuai dengan pasal 53 ayat 2 peraturan tata tertip DPRD Surabaya, di kelompokan sebagai berikut :

Tabel 2
Keanggotaan komisi DPRD Surabaya
No
Komisi
PD
PKB
PDI-P
GOLKAR
PKS
PDS
PKIR
1
Komisi A
4
1
3
2
2
1
3
2
Komisi B
4
-
1
1
1
1
2
3
Komisi C
4
1
2
1
1
1
1
4
Komisi D
4
1
2
1
1
1
-

Jumlah
16
3
8
4
5
4
6
Tabel 3
Susunan pimpinan dan anggota Komisi-komisi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surabaya
Masa jabatan 2009 – 2014
No
Naman
Jabatan
Unsur



1
IR. H. WISHNU WARDHANA, SE. MM.
Ketua
PD
2
WHISNU SAKTI BUANA, ST
Wk. Ketua
PDI-P
3
AKHMAD SUYANTO. ST. MT
Wk. Ketua
PKS-P



No
Naman
Jabatan
Unsur
I
KOMISI A





1
IR. ARMUJI, MH
Ketua
PDI-P
2
ALFAN KHUSAERI, ST
Wakil Ketua
PKS
3
DR. RATIH RETNOWATI, Dra, Msi
Sekretaris
PD
4
IRWANTO LIMANTORO
Anggota
PD
5
MOCHAMAD ANWAR, SH. Msi
Anggota
PD
6
TRI DIDIK ADIONO, S.Sos
Anggota
PDI-P
7
IR. ADIES KADIR, SH. M.Hum
Anggota
GOLKAR
8
ERICK R. TAHALELE, S.Sos
Anggota
GOLKAR
9
KH. MOCH. NAIM RIDWAN, SH. MH
Anggota
PKB
10
IMANUEL FREDRIK LUMOINDONG
Anggota
PDS
11
Hj. LUTFIAH, S.Psi
Anggota
PKIR
12
HAFID SUAÍDI, SH MH
Anggota
PKIR



No
Naman
Jabatan
Unsur
II
KOMISI B





1
MOCHAMAD MACHMUD, S.Sos
Ketua
PD
2
TRI SETIJO PURUWITO.S.SsI
Wakil Ketua
PKS
3
Pdm. RIO PATTISELANNO, S.Kom
Sekretaris
PDS
4
IR. RUSLI YUSUFP. MT
Anggota
PD
5
KARTIKA PRATIWI DAMAYANTI
Anggota
PD
6
IVY JUANA, S.Sos
Anggota
PD
7
Hj. AGUSTIN POLIANA, SH
Anggota
PDI-P
8
BLEGUR PRIJANGGONO, SH
Anggota
GOLKAR
9
MAZLAN MANSUR, SE
Anggota
PKIR
10
H. EDDY RUSIANTO, SH. MH
Anggota
PKIR
11
CAMELIA HABIBA
Anggota
PKIR



No
Naman
Jabatan
Unsur
III
KOMISI C





1
Drs. SACHIROEL ALIM ANWAR
Ketua
PD
2
SIMON LEKATOMPESSY
Wakil Ketua
PDS
3
H. RIZKIE DARMA PUTRA, S.Sos
Sekretaris
PDI-P
4
AGUS SANTOSO, SH
Anggota
PD
5
ERNAWATI,S.Sos.
Anggota
PD
6
HERLINA HARSONO NJOTO
Anggota
PD
7
SYAIFUDDIN ZUHRI
Anggota
PDI-P
8
RENI ASTUTI, S.Ssi
Anggota
PKS
9
AGUS SUDARSONO
Anggota
GOLKAR
10
MUSRIFAH, SE
Anggota
PKB
11
IR. SUDIRJO
Anggota
PKIR
12
H. SJAIFUL BACHRI, S.Ag
Anggota
PKIR



No
Naman
Jabatan
Unsur
IV
KOMISI C





1
BAKTIONO, BA
Ketua
PDI-P
2
DRS. EDDIE BUDI PRABOWO, Apt. MSI
Wakil Ketua
GOLKAR
3
H.JUNAENDI,SE
Sekretaris
PD
4
SOEBIANTORO, SH
Anggota
PD
5
NINUK IRMAWATI SIWI PERTAMI
Anggota
PD
6
INE LISTIYANI
Anggota
PD
7
Hj. KHUSNUL KHOTIMAH, S.Pd
Anggota
PDI-P
8
FATKUR ROHMAN, ST. MT
Anggota
PKS
9
9
IR. H. MASDUKI
Anggota
PKB
10
Drs. SUDARWATI RORONG, MM
Anggota
PDS
11
Dra. YAYUK PUDJI RAHAYU
Anggota
PKIR



Sumber : Bagian Umum Sekretariad DPRD

Adapun perbandingan dari masing-masing komisi Dewan Perwakilan rakyat Daerah Kota Surabaya masa jabatan 2009 – 2014 sesuai dengan keputusan dewan perwakilan rakyat Daerah Kota Surabaya nomor 4 tahun 2004 tentang peraturan tata tertib kota surabaya sebagai berikut :



1.       Komisi A
Bidang pemerintahan meliputi pemerintahan, ketertiban, kependudukan , penerangan/pers hukum/perundang undangan , kepegawaian/aparatur, perijinan, sosial politik, organisasi masyrakat dan pertahanan.
2.       Komisi B
Bidang perekonomian dan keuangan meliputi perdagangan, perindustrian, pertanian, perikanan, perternakan, perkebunan, kehutanan, perdagangan, logistik, koperasi pariwisata, kelautan, keuangan daerah , perpajakan, retribusi, perbankkan,  perusahaan daerah, perusahaan patungan, dunia usaha dan penanaman modal.
3.       Komisi C
Bidang pembangunan meliputi pekerjaan umum, tata kota pertamanan, kebersihan perhubungan, pertambangan dan energi, perumahan rakyat dan lingkungan hidup.
4.       Komisi D
Bidang kesejahteraan rakyat meliputi ketenagakerjaan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kepemudaan dan olah raga, agama kebudayaan, sosial, kesehatan dan keluarga berencna, pemberdayaan perempuan serta transmigrasi.




Kemudian adapun jenis-jenis  rapat yan ada di DPRD Kota Surabaya adalah sebagai berikut :
  1.      Rapat Paripurna
Merupakan rapat anggota DPRD yang dipimpn oleh ketua atau wakil Ketua DPRD dan merupakan forum tertinggi dalam melakukan wewenang dan tugas DPRD antara lain untuk menyetujui rancangan peraturan daerah menjadi peraturan daerah dan menetapkan keputusan DPRD
b.       Rapat Paripurna istimewa
Merupakan rapat anggota DPRD yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua untuk melaksanakan suatu acara tertentu dengan tidak mengambil keputusan.
c.       Rapat Fraksi
Merupakan rapat anggota yang dipimp oleh ketua fraksi atau wakil ketua fraksi
d.       Rapat pimpinan
merupakan rapat unsur pimpinan yang dipimpin oleh ketua DPRD
e.       Rapat panitia musyawarah
Merupakan rapat anggota panitia musyawarah yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua musyawarah.
f.       Rapat komisi
Merupakan rapat anggota komisi yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua komisi.
g.       Rapat gabungan komisi
merupakan rapat komisi-komisi yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua DPRD
h.      Rapat gabungan pimpinan DPRD dengan pimpinan komisi dan atau pimpinan fraksi.
Merupakan rapat bersama yang dimpin oleh pimpinan DPRD.
  1. Rapat panitia anggaran
Merupakan rapat anggota panitia nggaran yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua penitia anggaran
j.        Rapat Kerja
Merupakan rapat antara DPRD/Panitia anggaran/komisi/gabungan komisi/panitia khususnya dengan bupati atau pejabat yang di tunjuk.
k.       Rapat dengar pendapat
merupakan rapat antara DPRD/komisi/gabungan komisi/panitia khusus dengan lembaga/badan organisasi kemasyarakatan.

Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, DPRD Kota surabaya di bantu oleg seorang sekertaris DPRD yang membawahi 34 Staf. Sesuai dengan peraturan daerah Kota Surabaya no 5 tahun 2000 tentang organisasi dan tata kerja sekretariat DPRD Kota Surabaya terdiri dari 2 bagian yaitu baimana umum dan bagiman persidangan, yang masing-masing dipimpin oleh seorang kepala bagian yang di dalam tugasnya berada di bawah dan bertanggungjawabkepada sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

B.      Penyajian data
          I.       Metode atau pola-pola penyerapan aspirasi masyarakat
Dari uraian gambaran diatas , maka dari ebberapa data yang dihimpun oleh penyusun dan beberapa wawacara dengan anggota DPRD terkait dengan penyerapan aspirasi masyarakat/upaya yang dilakukan DPRD Kota saurabaya dalam mengakomodir aspirasi masyarakat dapat di bagi sebagai berikut :
  1. 1.            Secara Formal.
Dalam arti upaya yang dilakukan DPRD dalam menyapa aspirasi masyarakat didasarkan pada kaidah hukum/aturan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh penulis, bahwa secara formal Dewan Perwakilan rakyat Daerah Kota Surabaya delam menyerap aspirasi masyarakat yaitu dengan cara :
a.       Reses.
Reses ini dilakukan 3 kali dalam 1 tahun, paling lama 6 hari kerja dalam satu kali reser. Hal ini sesuai perautran tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya dan juga peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 25 Tahun 2004.
Kegiatan reses ini dilakukan oleh DPRD untuk menyerap aspirasi masyarakat baik secara perorangan maupun kelompok di daerah masin-masing daerah pemilihan yang telah ditentukan. Seperti yang dikatakan salah seorang anggota DPRD, Bapak Junaendi, SE “kegiatan reses dilakukan di daerah-daerah untuk memperoleh dan menyerap aspirasi masyarakat secara langsung sehingga dapat kita ketahui apa yangt menjadi unek-unek (keinginan) masyarakat setempat” kegaiatan reses /penjaringan aspirasi masyarakat ini dilaksanakan DPRD Kota surabaya di 31 Kecamatan sewilayah Kota Surabaya pertama dilaksanakan bulan April 2010, kedua dilaksanakan pada bulan September 2010, Ketiga dilaksanakan Desember 2010.
Dalam Pelaksanaan kegiatan ini Dewan Pewrwakilan rakyat Daerah memperoleh alokasi dana/biaya tersendiri. Adapun alokasi dana/biaya untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut :
Tebel 4
Pelaksanaan reses/perjaringan aspirasi masyarakat

No
Uraian
Target
Realisasi Sat
Sat
%
1
Dana
1.276.200.000
1.253.385.000
RP
98,21
2
Kegiatan Jaring / reses


Asmara/Reses
3
3
kali
100,00
3
Lokasi Kegiatan Kunker
31
31
kec
100,00

Sumber : Sekretariat DPRD
Dari tabel diatas, kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat untuk dana capainya 98,21% sedangkan untuk alokaksi dan kegiatan sesuai dengan targetkan.
Adapun beberapa hasil yang diperoleh kari kegaiatn penjaringan aspirasi masyarakat tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut :
ü Proyek pembangunan jalan Darmo
ü Proyek pembangunan jalan wonokromo
ü Proyek pembangunan jalan achmad yani
ü Proyek pembangunan jalan Panglima Sudirman
ü Proyek pembangunan Waduk Jojong dan Papmet
ü Proyek pelebaran Jalan Kenjeran
ü Mesntabilitaskan harga bahan pokok sampai normal

  1. b.       Kunjungan Kerja

kunjungan kerja yang dilakukan oleh anggota DPRD Kota Surabaya ini ada 3 macam yanitu kunjungan kerja dalam daerah, kunjungan kerja luar daerah dalam Propinsi dan kunjungan kerja Luar daerah luar Propinsi.

  1. Kunjungan kerja dalam daerah
Yakni kunjungan kerja yang dilakukan oleh anggota DPRD di daerah-daerah yang masih dalam kawasan lingkungan surabaya.
  1. Kunjungan kerja dilaur daerah dalam propinsi
Yakni kunjungan yang dilakukan anggota DPRD di luar kawasan Kota surabaya tetapi masih dalam lingkup propinsi Jawa timur
3.       Kunjungan kerja keluar daerah luar propinsi
Yakni kunjungan kerja yang dilakukan anggota DPRD Kota Surabaya di luar kawasan Kota surabaya dan juga di luar propinsi Jawa Timur


Tabel 5
Kunjungan Kerja DPRD Surabaya
2009 s/d 2010
No
Komponen
tahun
ket
2009
2010
1
Kunker dalam daerah
166
98
-42
2
Kunker luar daerah dalam propinsi propinsi
4
4
0
3
Kunker luar daerah luar propinsi
4
4
0






Adapun hasil dari kunjungan kerja, terutama kunjungan kerja daerah yang dilakukan oleh anggota DPRD Kota surabaya yaitu beberapa proyek dan juga meputusan DPRD. Diantaranya adalah sebagai berikut :

ü    Pengawasan optimal baik dari anggota DPRD maupun anggota masyarakat setempat serhadap proses pembangunan pasar turi.
ü    Bahan masukan dari Komisi B akan ditindaklanjuti oleh Distributor Pupuk
ü    Penyemprotan Foging dan realisasi WSLICH II tahun 2009 dan tahun 2011
ü    Proyek pembangunan dan rehap beberapa SDN
ü    Proyek pembangunan jalan dan jembatan
ü    Proyek pembangunan dan rehap beberapa puskesmas

Berikut beberapa dianta kunjungan kerja dan daerah yang dilakukan DPRD Kota Surabaya

Tabel 6
Kegiatan Kunjungan kerja dalam daerah
DPRD Kota Surabaya Tahun 2010
No
Kegiatan Kunjungan kerja anggota DPRD
1
Kunker ke Kecamatan Bulak
2
Kunker ke kantor Kecamatan Tandes dan Lokasi Pasar genteng
3
Kunker ke Kios Pasar Atom
4
Kunker ke Kecamatan Bubutan meninjau pelaksanaan perbaikan PDAM dan jariangan irigasi dan jaringan kerangasem serta pembangunan dinding penakan tanah di ruas Jl. Bubutan
5
Kunker ke Kecamatan Tegalsari sosialisasi dan dengar pendapat dengan lurah, ketua BPD dan ketua LPM
6
Kunker ke Kecamatan Simokerto sosialisasi dan dengar pendapat dengan lurah, ketua BPD dan ketua LPM
7
Kunker ke Kecamatan Gubeng sosialisasi dan dengar pendapat dengan lurah, ketua BPD dan ketua LPM
8
Kunker ke Dinas Kesehatan bahas pemberantasan penyakit DB dan pembangunan WSLICH II
9
Kunker ke sejumlah sekolah bahas kegiatan belajar mengajar dan bahas DAK
10
Kunker ke sejumlah pukesmas bahas pelayanan kesehatan
11
Kunker ke Bawasda bahas klarifikasi pengaduan saudara Sudarmaji guru SMA negeri Surabaya
12
Kunker rehap tribun Stadiuon tambak Sari Surabaya pembangunan gedung kantor kesbang dan jalan akses perkotaan Sukomulyo
Sumber        : Sekretariat DPRD Surabaya

Disamping itu secara formal proses penyerapan dan menampung aspirasi masyarakat secara administratif dapat kita lihat juga dari kegiatan rapat-rapat/sidang yang dilakukan oleh DPRD Kota Surabaya dalam kurun waktu dua tahun terakhir serta penyampaian aspirasi masyarakat yang masuk secara langsung ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya baik melalui surat pengaduan maupun dengan lisan/dengan pendapat yang diterima dan ditindaklanjuti.
Adapun kegiatan rapat yang dilakukan DPRD Kota Surabaya sebagai berikut :
Tabel 7
Data Jumlah Kegiatan rapat DPRD Kota Surabaya
No
Komponen
Tahun
Ket%
2009
2010
1
Rapat Komisi
203
234
+15
2
Rapat panmus
20
11
-45
3
Rapat Panggar
15
18
+20
4
Rapat Pansus
73
60
-13
5
Rapat Pimpinan DPRD
36
51
+42
6
Rapat Paripurna
14
12
-14
Sumber        : Sekretariat DPRD kota Surabaya
Sedangkan jumlah pengaduan atau aspirasi yang masuk di DPRD Kota Surabaya adalah sebagai berikut :
Tabel 8
Jumlah aspirasi/surat pengaduan yang masuk dan yang
ditindak lanjuti DPRD surabaya
No
Komponen
Jumlah
%



1
Surat Penganduan/aspirasi yang diterima
85
100%

2
Surat pengaduan /aspirasi yang tidak di tindak lanjuti
31
36%
3
sisa
54
64%
Sumber : Sekretariat DPRD
Dari data tersebut diatas beberapa surat pengaduan atau aspirasi yang masuk 85, yang di tindak lanjuti 31 atau 36%, sedangkan sisanya 54 (64%)
Gambar  2
Mekanisme tindak lanjut pengaduan / aspirasi masyarakat oleh DPRD






Sumber : Data primer yang diolah

Keterangan :
Pengaduan masyarakat yang ditindak lanjuti tidak hanya yang bersifat tertulis, namun juga dapat berupa pengaduan yang tidak tertulis/secara lisan yang telah diperiksa dulu kebenaranya.  Setelah aspirasi diterima oleh sektretaris DPRD, di ajukan terlebih dahulu ke pimpinan DPRD untuk diberikan disposisi kepada komisi yang berkompeten.  Setelah itu, ketua/wakil ketua/sekretaris komisi akan mengajukan dalam agenda rapat komisi, kemudian apabila dirasakan perlu ditindak lanjuti dengan investigasi dan kunjungan kerja, apabila dirasa cukup menghadirkan pihak yang berkompeten maka investigasi tidak dilakukan.  Selanjutnya dari beberapa pembahasan, maka setelah melalui rapat kerja komisi, di rumuskan hasil akhir.  Hasil akhir dapat berupa nota komisi, rekomenasi kepada pihak yang berwenang (eksekutif/Pemda).
Seperti contoh kasus yang dipaparkan ibu Lillah, tentang pengaduan masyarakat terhadap Lurah Bulak mengenai program kelurahan yaitu perbaikan gorong-gorong dinilai tidak cocok, yang disampaikan ke DPRD Surabaya, setelah pengaduan diterima lalu diklarifikasi kemuadian diajukan kepimpinan DPRD, yang kemuadian diadakan rapat oleh komisi yang berkompeten dengan menghadirkan pihak-pihak diantaranya adalah Lurah Bulak, Dinas pekerjaan umum serta beberapa perwakilan masyarakat yang kemudian diputuskan bahwa program yang ada kurang sesuai.




  1. 2.       Secara Informal.
Sedangkan secara informal dari informasi yang didapat dari hasil beberapa wawancara dengan beberapa anggota DPRD Surabaya, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh masing-masing anggota DPRD Kota Surabaya dalam menyerap aspirasi masyarakat secara umum adalah sebagai berikut :
  1. a.         Kunjungan informal.
Kegiatan ini lebih didasarkan pada inisiatif serta informasi yang diterima oleh masing-masing anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surabaya. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Achmad Suryanto, ST : Selain kegiatan yang terjadwal banyak anggota Dewan yang melakukan kegiatan dengan inisiatif sendiri, sehingga kita lebih dekat dengan masyarakat dan memudahkan kita dalam memperoleh informasi dari masyarakat.
  1. b.        Melalui kegiatan masing-masing Partai.
Dalam  pengertian bahwa partai merupakan salah satu organisasi yang mempunyai fungsi menyerap aspirasi anggota partai,  selain itu juga melalui kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh partai sehingga aspirasi dapat di usulkan dalam kegiatan rapat fraksi atau rapat yang lain.
  1. c.             Dialog dengan LSM dan Lembaga Pendidikan.
Dialog atau dengar pendapat (Hearing) dengan LSM dan institusi lembaga pendidikan yang dilakukan sangat terbatas, hal ini disebabkan jumlah LSM dan lembaga pendidikan yang juga sangat terbatas.  Seperti yang diungkapkan Drs. Kusmanan, salah seorang anggota Komisi A : banyakmasukan-masukan yang diperoleh dari lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada yang dapat kita jadikan pertimbangan sebelum menetapkan sebuah keputusan.
  1. d.            Pendekatan kultural.
Dalam arti bahwa pendekatan personal yang dilakukan oleh anggota DPRD adalah melalui kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang merupakan tradisi masyarakat.

  1. II.  Upaya DPRD Kota Surabaya dalam membangun dan meningkatkan partisipasi masyarakat

Upaya yang dilakukan  Dewan Perwakilan Rakyat Kota Surabaya dalam meningkatkan  partisipasi masyarakat terkait dengan fungsi DPRD itu sendiri, yaitu fungsi Anggaran, legislasi, dan pengawasan.  Ini sesuai dengan program-program yang telah ditetapkan oleh secretariat DPRD Kota Surabaya, seperti data di bawah ini :
  1. a.    Fungsi anggaran
Adapun program yang ditetapkan terkait dengan fungsi anggaran adalah sebagai berikut :
  • Program peningkatan pelaksanaan fungsi anggaran
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja DPRD utamanya yang berkaitan dengan pembahasan anggaran.  Seperti yang dikatakan oleh bapak Arfif Muhammad : dalam penetapan anggaran lebih ditekankan pada hal-hal yang menyangkut kepentingan masyarakat luas, seperti pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan serta biaya/dana yang ditetpakan adalah sebagai berikut :

  1. a.    Kegiatan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah
Tabel 9
Perhitungan APBD
No
Uraian
Target
Realisasi
Sat
%
1
Dana
22.600.000
17.200.000
Rp
76,11
2
Raperda perhitungan APBD 2010 yang ditetapkan
1
1
SK
100,00
3
Risalah
1
1
bh
100,00

Sumber : Sekretariat DPRD
Dari tabel diatas penggunaan dana hanya 76,11 % dari yang di anggarkan, sedangkan raperda dan juga risalah tercapai sesuai target yang tetapkan.

  1. b.   Kegiatan pembahasan perubahan APBD

Tabel 10
Pembahasan perubahan APBD
No
Uraian
Target
Realisasi
Sat
%
1
Dana
22.600.000
17.200.000
Rp
67,12
2
Raperda perubahan APBD 2010 yang ditetapkan
1
1
SK
100,00
3
Risalah
1
1
bh
100,00

Sumber : Sekretariat DPRD
Dari tabel diatas penggunaan dana hanya 67,12 % dari yang di anggarkan, sedangkan raperda dan juga risalah tercapai sesuai target yang tetapkan.
  1. c.    Kegiatan pembahasan rancangan APBD tahun 2010
Tebel 11
Pembahasan rancangan APBD
No
Uraian
Target
Realisasi
Sat
%
1
Dana
27.450.000
17.312.500
Rp
63,07
2
Raperda perubahan APBD 2010 yang ditetapkan
1
1
SK
100,00
3
Risalah
1
1
bh
100,00

Sumber : Sekretariat DPRD
Dari tabel diatas penggunaan dana hanya 63,07 % dari yang di anggarkan, sedangkan raperda dan juga risalah tercapai sesuai target yang tetapkan.
  1. d.   Kegiatan Pembahasan KUA dan PPAS tahun 2010
Tebel 12
Pembahasan KUA dan PPAS
No
Uraian
Target
Realisasi
Sat
%
1
Dana
26.000.000
14.200.000
Rp
54,62
2
Nota kesepakatan KUA dan PPAS 2007 antara walikota dengan DPRD
2
2
bh
100,00

Sumber : Sekretariat DPRD
Dari tabel diatas penggunaan dana hanya 54,62 % dari yang di anggarkan, sedangkan nota kesepakatan tercapai sesuai target.


  1. b.   Fungsi Legislasi.
Adapun program yang ditetapkan terkait dengan fungsi legislasi adalah sebagai berikut :
  • Program peningkatan pelaksanaan legislasi
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja DPRD utamanya yang berkaitan dengan pembahasan kebijakan dan pembahasan rancangan peraturan daerah, disini masyarakat juga dilibatkan dalam beberapa rapat ataupun sidang. Seperti yang dikatakan bapak Drs. Na’im : kita sering mengundang tokoh-tokoh masyarakat, LSM untuk memperoleh masukan, usulan dan pendapat dalam rapat atau siding-sidang tertentu, sehingga apa yang di putuskan diketahui dan bisa diterima oleh masyarakat. Adapun kegiatanya hanya satu serta biaya/dananya adalah sebagai berikut :
Kegiatan pembahasan rancangan peraturan daerah
Tabel 13
Pembahasan raperda
No
Uraian
Target
Realisasi
Sat
%
1
Dana
426.600.000
320.838.000
Rp
75,21
2
Raperda
14
12
Perda
85,71
3
Risalah
2
1
bh
50,00
Sumber : Sekretariat DPRD
Dari tabel diatas penggunaan dana hanya 75,21 % dari yang di anggarkan, sedangkan raperda 85,71 sedangkan risalah tercapai 1 dari target yang ditetapkan.


  1. c.    Fungsi Pengawasan.
Adapun program yang ditetapkan terkait dengan fungsi pengawasan adalah sebagai berikut :
  •           Program peningkatan pengawasan dan pemberdayaan aspirasi masyarakat
Program ini bertujuan meningkatkan kinerja DPRD yang berkaitan dengan penjaringan aspirasi masyarakat dan kunjungan kerja.  Kegiatan utama program ini adalah menyiapkan persiapan administrasi, akomodasi, sarana dan prasarana untuk jaring  asmara dan kunjungan kerja/studi banding baik didalam maupun keluar daerah guna peningkatan kualitas informasi sebagai acuan dibidang pemerintahan dan pembangunan. Membangun komunikasi dan kemitraan DPRD dengan pemerintah daerah, masyarakat dan lembaga lainya merupakan perwujudan saluran aspirasi masyarakat, memecahkan permasalahan yang ada di masyarakat dengan tetap mengutamakan prioritas permasalahan yang dilandasi prinsip transparansi, efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas serta kegiatan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan perda, keputusan Walikota dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Adapun kegiatan serta biaya/dana yang ditetapkan adalah :






  1. d.  Kegiatan kunjungan kerja komisi ABCD dalam daerah
Tebel 14
Kunjungan kerja komisi ABCD dalam daerah 2010
No
Uraian
Target
Realisasi
Sat
%
1
Dana
1.020.000.000,00
1.010.000.000,00
Rp
99,02
2
Kegiatan kunker
98
98
Kali
100,00
3
Peserta kunker
47
47
  • orang
100,00
Sumber : Sekretariat DPRD
Dari tabel diatas penggunaan dana hanya 99,02 % dari yang di anggarkan, sedangkan kegiatan dan peserta kunjungan kerja sudah tercapai sesuai dengan target.
  1. e.  Kegiatan kunjungan kerja komisi ABCD luar daerah dalam propinsi
Tebel 15
Kunjungan kerja komisi ABCD luar daerah dalam propinsi 2010
No
Uraian
Target
Realisasi
Sat
%
1
Dana
66.940.000.000,00
66.940.000.000,00
Rp
100,00
2
Kegiatan kunker
4
4
Kali
100,00
3
Peserta kunker
47
47
  • orang
100,00
Sumber : Sekretariat DPRD
Dari tabel diatas capaian sesuai dengan targetan yang telah ditetapkan, baik itu dana, kegiatan dan juga peserta.




  1. f.  Kegiatan kunjungan kerja komisi ABCD luar daerah luar propinsi
Tebel 16
Kunjungan kerja komisi ABCD luar daerah luar propinsi 2010
No
Uraian
Target
Realisasi
Sat
%
1
Dana
297.950.000.000,00
297.950.000.000,00
Rp
98,54
2
Kegiatan kunker
4
4
Kali
100,00
3
Peserta kunker
50
50
  • orang
100,00
Sumber : Sekretariat DPRD
Dari tabel diatas penggunaan dana hanya 98,54 % dari yang di anggarkan, sedangkan kegiatan dan peserta kunjungan kerja sudah tercapai sesuai dengan target.
  1. g.  Kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat
Tebel 16
penjaringan aspirasi masyarakat/reses tahun 2010
No
Uraian
Target
Realisasi
Sat
%
1
Dana
1.276.200.000
1.276.200.000
Rp
98,21
2
Kegiatan jarring asmara/reses
3
3
Kali
100,00
3
Lokasi kegiatan
31
31
Kec.
100,00
Sumber : Sekretariat DPRD
Dari tabel diatas penggunaan dana hanya 98,21 % dari yang di anggarkan, sedangkan kegiatan dan juga lokasi kegiatan jaring asmara/reses telah terealisasi sesuai dengan target yang ada.




  1. B.      Pembahasan hasil penlitian
    1. I.       Metode atau pola penyerapan aspirasi masyarakat
Dari gambaran dan uraian pada sub bab sebelumnya maka didapat suatu metode/pola penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD Kota Surabaya antara lain :
  1. 1.         Reses/penjaringan aspirasi
Dari tabel 4 diatas, kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat untuk dana capaianya 98,21 % hal ini disebabkan anggaran yang disediakan tidak semuanya digunakan sehingga terdapat sisa anggaran Rp. 27.815.000,00  (dua puluh juta delapan ratus lima belas rupiah) disetor kembali ke kas daerah, ini lebih dikarenakan DPRD Kota Surabaya yang berusaha untuk meminimalisir biaya yang digunakan.  Lokasi kegiatan di 31 kecamatan sewilayah Surabaya.  Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa DPRD Kota Surabaya dalam penjaringan aspirasi masyarakat sesuai dengan targetan yang di tetapkan, dimana kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat telah dilaksanakan 3 kali selama setahun, hal ini juga sesuai dengan peraturan pemerintah Nomer 25 Tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pasal 55 dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2004 pasal 58.
Penjaringan aspirasi dilaksanakan bertujuan untuk memperoleh aspirasi masyarakat baik berupa masukan, keluhan, pendapat, saran, usulan dan hal-hal yang lainya yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dilingkungan sekitarnya dan kota Surabaya pada umumnya.
Peserta penjaringan aspirasi masyarakat ini adalah seluruh   anggota DPRD Kota Surabaya di masing-masing daerah pemilihanya, ini di maksudkan agar lebih memudahkan setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk beriteraksi/ berkomunikasi dalam proses penjaringan itu sendiri karena setiap anggota DPRD lebih mengerti keadaan serta kondisi masyarakat daerah pemilihanya sendiri, dengan begitu dapat diperoleh aspirasi masyarakat dengan maksimal.  Untuk daerah pemilihan yang tidak terwakili di DPRD Surabaya, tetap dilakukan penjaringan aspirasi yang dilaksanakan oleh anggota DPRD yang di tunjuk, seperti yang dikatakan oleh bapak Kusnan Sumber selaku wakil ketua : bagi kecamatan atau daerah yang tidak ada wakilnya di DPRD, kegiatan penjaringan aspirasi ini dilakukan oleh anggota DPRD lain yang telah ditunjuk/ditetapkan dan yang lebih paham tentang kondisi masyarakat setempat, sehingga aspirasi dapat diperoleh di semua daerah. Ini dapat dikatakan penjaringan aspirasi masyarakat telah dilakukan diseluruh daerah sewilayah Surabaya.
  1. 2.         Kunjungan kerja.
Kunjungan kerja sangat penting dilakukan, karena dengan demikian anggota DPRD bias secara langsung melihat/memperoleh informasi mengenai persoalan yang terjadi di daerah.  Terkait dengan penjaringan aspirasi masyarakat, dapat kita ketahui dari table 5 di atas dimana jumlah kunjungan kerja dalam daerah tahun 2010 yang dilakukan oleh DPRD Kota Surabaya menurun 42 % dibandingkan jumlah kunjungan pada tahun 2009.  Hal ini lebih dikarenakan oleh targetan/agenda kunjungan kerja di luar daerah dalam propinsi dan kunjungan kerja diluar daerah luar propinsi tidak mengalami perubahan.  Seperti yang dikatan ibu Lillah salah seorang staf Dewan : kunjungan kerja dalam daerah tahun 2010 lebih sedikit dibanding  tahun kemarin, ini disesuaikan dengan targetan yang telah ditetapkan, dan kunjungan kerja sebanyak itu sudah dinilai cukup daripada banyak-banyak dan menghabiskan biaya banyak juga.
Selain melakukan reses/penjaringan aspirasi masyarakat dan kunjungan kerja, secara administratif penyerapan aspirasi dapat kita lihat dari kegiatan rapat yang dilakukan oleh alat kelenggapan DPRD sesuai dengan table 6, kegiatan rapat dan keputusan yang di hasilkan DPRD Kota Surabaya tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 ada beberapa yang mengalami penurunan jumlah rapat dan keputusan tetapi ada juga yang mengalami peningkatan.  Ini berarti dalam melakukan kegiatan rapat dan keputusan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.
Sedangkan untuk jumlah pengaduan dan aspirasi yang masuk DPRD Kota Surabaya pada dasarnya semua ditampung dan ditindaklanjuti.  Dari table 7 didepan, pengaduan atau aspirasi sebanyak 85 yang masuk dan yang ditindak lanjuti 36 %. Adapun sisanya adalah berupa surat kaleng, sudah ditindak lanjuti oleh instansi yang berwenang dan hanya berupatembusan, disamping itu hal ini juga bias disebabkan karena pengaduan atau aspirasi yang masuk telah ditindaklanjuti oleh instansi-instansi yang berwenang dalam persoalan tersebut. Namun pada dasarnya seluruh pengaduan ataupun aspirasi yang masuk ke DPRD telah ditindaklanjuti,  ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh bapak R. Suhardjito : semua aspirasi yang masuk pasti kita tindak lanjuti, asal itu benar adanya dan sesuai tugas dewan, Dalam arti sesuai dengan yang terjadi dilapangan dan merupakan   kepentingan masyarakat banyak, seperti masalah dana bantuan desa dan lainya, jadi setiap pengaduan yang masuk selalu kita tindak lanjuti.
  1. 2.       Secara Informal.
    1. a.  Kunjungan Informal.
Kegiatan ini kebanyakan merupakan inisiatif sendiri dari anggota DPRD.  Kegiatan ini dapat juga bersifat mendadak, sehingga laporan atau data yang diserap/diterima tidak dipersiapkan terlebih dahulu, sehingga belum dapat dihimpun berapa jumlah kunjungan kerja informal tersebut.
Kunjungan seperti ini juga sangat efektif dalam menyerap aspirasi masyarakat, dikarenakan anggota DPRD bisa mengadakan kunjungan kapanpun ke daera-daerah tanpa harus menunggu waktu atau jadwal yang ditetapkan terlebih dahulu.
  1. b.  Melalui kegiatan masing-masing partai.
Dalam kaitanya dengan penyrapan aspirasi dari masing-masing partai, ini berarti bahwa hanya partai yang mendapatkan kursi saja yang mampu menyampaikan aspirasi tersebut.  Sedangkan bagi masyrakat yang partainya tidak terwakili dalam DPRD akan kesulitan dalam penyampaian aspirasi, hal ini perlu mendapatkan perhatian.
  1. c.  Dialog dengan LSM dan lembaga pendidikan.
Lembaga sosial masyarakat ‘LSM’ dan lembaga pendidikan merupakan salah satu komponen yang dapat dijadikan partner dalam perumusan kebijakan dan penyelesaian persoalan.  Namun kegiatan ini juga sangat terbatas, ini karena terbatasnya Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada.
  1. d.  Pendekatan kultural.
Walaupun pendekatan kultural merupakan cara yang paling sederhana, namun aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat akan lebih obyektif.  Dalam hal ini pendekatan kultural  ini, intensitas masing-masing anggota DPRD memang tidak dapat di ukur, tetapi sebagai pola penyerapan aspirasi sangat diharapkan intensitasnya.
Pendekatan kultural biasanya dilakukan di daerah-daerah yang memiliki tradisi dan juga adat tertentu yang masih kental, dengan cara ikut serta dalam kegiatan tradisi masyarakat setempat.  Dengan demikian anggota DPRD bisa ikut merasakan kegiatan yang di alami masyarakat secara langsung, sehingga dapat memudahkan dalam proses penyerapan aspirasi masyarakat.
Terkait dengan penyerapan aspirasi masyarakat ada beberapa kendala yang dialami oleh beberapa anggoat DPRD yaitu menyangkut kondisi masyarakat secara umum dan kepedulian masyarakat, hal ini disebabkan karena minimnya tingkat pendidikan masyarakat.

  1. III.   Upaya DPRD Kota Surabaya dalam membangun dan meningkatkan partisipasi  masyarakat.
Seperti diketahui, pelaksanan pembangunan selama ini lebih mengedepankan pada konsep pertumbuhan ekonomi, dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi akan menguntungkan manusia.  Namun dalam kenyataanya tidaklah selalu demikian,  oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah perlu adanya paradigma baru yakni pembangunan yang lebih mengedepankan aspek pembangunan manusia.
Pembangunan manusia merupakan suatu model pembangunan yang ditujukan untuk memperluas pilihan bagi penduduk yang dapat ditumbuhkan melalui upaya pemberdayaan penduduk.  Seperti halnya pembangunan ekonomi pembangunan manusia/masyarakat memerlukan ketersediaan analisis data guna perencanaan dan pengambilan kebijakan agar tepat sasaran juga perlu di evaluasi bagaimana pembangunan yang dilaksanakan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat sebagai obyek pembangunan.
Dalam hal ini,  upaya DPRD Kota Surabaya dalam membangun dan meningkatkan partisipasi masyarakat, yaitu terkait dengan fungsi DPRD itu sendiri.
  1. 1.    Fungsi anggaran.
Dimana hal ini ditindak lanjuti dengan program peningkatan pelaksanaan fungsi anggaran dengan beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan.
Dari table 8 tentang perhitungan APBD di depan dapat kita lihat bahwa kegiatan perhitungan APBD untuk dana capaianya 76,11 % hal ini dikarenakan anggaran yang disediakan tidak semuanya digunakan sehingga terdapat sisa anggaran sebesar  Rp. 5.400.000, dana yang tersisa ini kemudian disetor lagi ke kas daerah.  Sedangkan untuk mengenai SK perstujuan raperda dan risalah sudah terlaksana sesuai dengan targetan yang ditetapkan.
Dari table 9 tentang kegiatan perubahan APBD bisa kita lihat, untuk capaian dana kegiatan ini adalah 67,12 %, ini disebabkan tidak semua anggaran yang di sediakan dipergunakan sehingga terdapat sisa anggaran Rp. 8.550.000, dana ini kemudian disetor kembali ke kas daerah. Sedangkan mengenai SK dan risalah terlaksana sesuai dengan target.
Dari tabel 10 tentang kegiatan pembahasan RAPBD 2010 dapat dijelaskan untuk dana capaianya 63,07 %, hal ini disebabkan anggaran yang disediakan tidak semuanya digunakan sehingga terdapat sisa anggaran sebesar Rp. 10.137.500, disetor kembali ke kas daerah.  Sedangkan mengenai SK persetujuan raperda RAPBD 2010 dan risalah sudah terlaksana sesuai dengan target yang ditetapkan.
Dari table 11 tentang kegiatan pembahasan KUA dan PPAS tahun anggaran 2010 untuk dana capaianya 54,62 %, hal ini disebabkan anggaran yang disediakan tidak semuanya digunakan sehingga terdapat sisa anggaran sebesar Rp. 11.800.000 disetor kembali ke kas daerah.  Mengenai nota kesepakatan pemerintah Kota Surabaya dengan DPRD Kota Surabaya tentang kebijakan umum KUA dan PPAS tahun 2010 sudah terlaksana sesuai dengan target yang ditetapkan.
  1. 2.    Fungsi Legislasi
Dimana hal ini ditindaklanjuti dengan program peningkatan pelaksanaan fungsi legislasi, dengan beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan.
Dari table 12 tentang kegiatan pembahasan raperda untuk dana capaianya 72,21 % hal ini disebabkan karena anggaran yang disediakan tidak semuanya digunakan sehingga terdapat sisa anggaran sebesar Rp. 105.762.000 yang disetor kembali ke kas daerah.  Kegiatan pertama dibahas sebanyak 12 raperda pada bulan juli s/d Agustus 2009, telah ditetapkan 12 perda dan risalahnya sudah dibuat sesuai dengan perencanaan.  Kegiatan kedua dibahas sebanyak 9 raperda pada bulan Desember 2009 s/d Januari 2010, penetapanya akan dilaksanakan pada tanggal 16 Januari 2010 beserta risalahnya.

  1. 3.    Fungsi Pengawasan.
Dimana hal ini ditindaklanjuti dengan program peningkatan pelaksanaan fungsi pengawasan dan pemberdayaan aspirasi masyarakat, dengan beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan.
Dari table 13 tentang kegiatan kunjungan kerja Komisi ABCD dalam daerah untuk dana capaianya 99,02 % hal ini disebabkan karena anggaran yang disediakan tidak semuanya digunakan sehingga terdapat sisa anggaran sebesar Rp. 10.000.000 yang disetor kembali ke kas daerah.  Lokasi kegiatan di 31 Kecamatan sewilayah Surabaya.  Kegiatan kunjungan kerja dilaksanakan sebanyak 98 kali selama setahun. Peserta kunjungan kerja adalah semua anggota DPRD kecuali unsur pimpinan DPRD sesuai dengan yang ditargetkan.
Dari table 14 tentang kegiatan kunjungan kerja komisi ABCD luar daerah dalam propinsi pencapaian dananya sebesar apa yang ditargetkan/ditetapkan.  Lokasi kunjungan ini adalah di 4 kota jawa timur yaitu kota Malang, Kediri, Gresik dan Jember. Adapun peserta kunjungan adalah semua anggota DPRD kecuali unsur pimpinan DPRD.
Dari table 15 tentang kegiatan kunjungan kerja komisi ABCD luar daerah luar propinsi, untuk dana yang digunakan adalah Rp. 98,54 % dari dana yang ditargetkan, sehingga terdapat sisa sebesar Rp. 4.350.000 yang kemudian sisa dana ini disetor kembali ke kas daerah.  Sedangkan lokasi kegiatan ini sendiri yaitu Kabupaten Moros Sulawesi Selatan, Jakarta, Batam dan Kep. Riau yang mana kunjungan kerja ini di ikuti oleh seluruh anggota DPRD sesuai dengan yang ditargetkan.
Dari table 16 tentang kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat dana yang digunakan adalah Rp. 98,21 % dari dana yang ditargetkan, sehingga terdapat sisa yang kemuadian dikembalikan lagi ke kas daerah.  Untuk kegiatanya 3 kali dan berlokasidi 31 Kecamatan sewilayah Surabaya,  kegiatan pertama dilaksanakan pada bulan April 2010,  kegiatan kedua dilaksanakan pada bulan September 2010, sedangkan kegiatan ke tiga dilaksanakan pada bulan Desember 2010.  Penjaringan aspirasi masyarakat ini dilakukan oleh seluruh anggota DPRD Surabaya.
Adanya sisa dana dari setiap program/kegiatan yang dilakukan yang sesuai dengan apa yang ditargetkan, dengan demikian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir penggunaan dana pada setiap kegiatan.  Hal ini seperti yang dikatakan oleh bapak Sukotjo, S.Sos : dalam setiap kegiatan, kita berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir pengeluaran dana/biaya, meskipun anggaran yang disediakan lebih banyak dan untuk sisanya di setor lagi ke kas daerah.  Hal senada juga dikatakan salah seorang bagian keuangan : untuk sisa-sisa dana atau biaya yang ada diserahkan lagi ke kas daerah.  Disamping itu juga kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan secara maksimal agar didapatkan suatu hasil yang maksimal pula.




BAB V
PENUTUP
  1. A.   Kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya setelah data didapat, di analisis, dan dibahas maka penulis akan menarik kesimpulan sebagai berikut :
  1. 1.           Metode atau pola penyerapan aspirasi masyarakat.
Bahwa peran DPRD pada dasarnya menyangkut masyarakat itu sendiri, dimana masyarakat bias menjadi bagian dari jalanya pemerintahan yang ada.  Peran DPRD Kota Surabaya dalam membangun dan meningkatkan partisipasi masyarakat melalui pola-pola penyerapan aspirasi masyarakat yang digunakan selama ini, tidak hanya mengacu pada aturan-aturan / kaidah hokum yang berlaku, namun banyak menggunakan berbagai cara yang dinilai cukup efektif, ini untuk lebih memudahkan anggota DPRD dalam mendapatkan ataupun memperoleh aspirasi masyarakat dari berbagai lapisan masyarakat.  Artinya bahwa peran DPRD haruslah selalu mengutamakan kepentingan masyarakat luas, dimana masyarakat tidak hanya sebagai obyek melainkan subyek atau pelaku dari pemerintah yang ada.
Dapat dinilai secara umum bahwa upaya-upaya yang telah dilakukan DPRD Kota SUrabaay dalam menyerap, menampung, serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat sudah optimal.  Ini terlihat dari upaya-upaya yang ditempuh dalam memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya dan berpartisipasi sudah optimakl.  Selain penjaringan aspirasi dan kunjungan kerja secara formal yang dilakukan DPRD Kota Surabaya dalam menyerap aspirasi masyarakat,  juga dilakukan penyerapan aspirasi masyarakat dengan cara-cara informal dimana hal ini kebanyakan adalah inisiatif dari masing-masing tiap anggota DPRD antara lain yaitu melalui kunjungan kerja informal, melalui kegiatan masing-masing partai, dialog dengan lembaga swadaya masyarakat atau lembaga pendidikan serta pendekatan cultural masyarakat setempat.
  1. 2.   Upaya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam membangun dan meningkatkan  partisipasi masyarakat.
Dalam meningkatkan partisipasi masyarakat Kota Surabaya yang dilakukan DPRD Surabaya, terutama terkait dengan fungsi DPRD itu sendiri adalah dengan melaksanakan beberapa program dan kegiatan yang telah ditetapkan yang berkaitan dengan fungsi DPRD.  Yang mana program tersebut meliputi : program peningkatan pelaskanaan fungsi anggaran, program peningkatan pelaksanaan fungsi legislasi dan juga program peningkatan fungsi pengawasan serta pemberdayaan aspirasi masyarakat.
  1. B.   Saran
Dari kesimpulan da uraian bab-bab sebelumnya, maka dalam kesempatan ini penulis memberikan saran-saran yang mungkin dapat bermanfaat, berguna dan menjadi bahan pertimbangan.
Adapun saran-saran yang diberikan oleh penulis adalah sebaagi berikut :
  1. Perlunya kegiatan sosialisasi program-program/kegiatan-kegiatan yang dilakukan juga di bidang masing-masing komisi DPRD Kota Surabaya kepada masyarakat secara intensif, sehingga masyarakat mengetahui mekanisme baik hokum maupun administratif tindak lanjut DPRD terhadap aspirasi masyarakat.
  2. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga informal masyarakat dan lembaga-lembaga pendidikan dalam berbagai hal yang terkait dengan aspirasi/partisipasi masyarakat.
  3. Meningkatkan kualitas system administrasi dan yang lainya sehingga dapat mendorong kinerja DPRD dalam melaksanakan tugasnya.
Mengungat bahwa tidak adanya konsekwensi apabila anggota DPRD tidak melaksanakan upaya penyerapan aspirasi masyarakat,  maka diperlukan suatu kode etik bersama dalam penyerapan aspirasi masyarakat tersebut
Top of Form
.



No comments:

Post a Comment